Gaji TGUPP lebih gede dibanding menteri. Dan itu memakai anggaran daerah. Beda pula dengan jaman Ahok dulu, memakai tunjangan pribadi selaku Gubernur untuk TGUPP.
Anies Rasyid Baswedan, menunjukkan kelasnya sebagai pemimpin. Setidaknya, kelas pemimpin yang blingsatan.
Dalam kasus-kasus paling mutakhir, ia jelas lebih menunjukkan pemimpin reaktif daripada responsif. Harap dimengerti, reaksi dan respons sesuatu yang beda. Bahkan bisa bertolak belakang.
Sikap Anies dalam sorotan kasus anggaran, justeru reaktif sibuk membela diri. Ia lebih membentengi diri, sehingga makin tampak kelemahannya.
Bukan lagi menyalahkan orang lain, bawahan atau staf lagi. Melainkan kemampuan komputer pun disalahkan. Disalahkan sebagai system maupun media, warisan pendahulunya. Padahal, hukum presisi dalam komputer; garbage in garbage out.
Dengan kemampuan bersilat lidah, pemimpin ini makin tak bisa menutupi kelemahan pokoknya. Yang ia tahu, menguasai anggaran besar, dan ia hambur-hamburkan hal itu senyampang penghamburan kata-kata langitnya.
Baca Juga: Pemimpin yang Berani Meminta Maaf
Ketika ia menjadi anggota Kabinet Jokowi 2014, dan kemudian dicopot, kita bertanya-tanya, kenapa? Kini perlahan terjawab, dengan kasus-kasus yang terungkap. Ketika menjadi Mendiknas, beberapa kali Sri Mulyani sebagai Menkeu mengingatkan soal pagu anggaran. Demikian juga ketika sebagai Gubernur DKI Jakarta, Sri Mulyani sebagai Menkeu mengingatkan lagi dalam kasus proporsi penggunaan anggaran daerah.
Anies khas pemimpin bermasalah sejak kemunculannya. Beberapa orang Yayasan Paramadina mungkin lebih mengetahui hal itu. Demikian juga setelah dicopot sebagai menteri, kemudian Jusuf Kalla menyodorkan orang ini maju Pilkada DKI Jakarta 2017. Untuk mengganyang Ahok. Kita tahu manuver-manuvernya, dan dengan demikian juga kelasnya. Ia pemimpin berwatak minyak.
Ibarat minyak, ia glowing. Juga licin. Sebagai minyak, ia berbahaya jika bermain api. Baik api kata-kata maupun api anggaran. Berbeda diametral dengan Jokowi, sebagai pemimpin dengan karakter air. Padahal, untuk kasus yang justeru berbalikan.
Jokowi dengan 34 Menteri dan 12 Wamen bisa dihujat-hujat tak karuan. Sementara untuk kelas Gubernur, Anies mengangkat 70 anggota TGUPP banyak yang diem. Sebagaimana Bambang Widjojanto juga mingkem, meski ia konon membidangi divisi korupsi. Karena ahli korupsi?
Tentu beda kelas Menteri dengan TGUPP. Tapi justeru beda kelas, buat apa 70 orang? Kita pura-pura tak tahu, antara tanggung-jawab dengan gaji mereka bisa bertolak belakang. Gaji TGUPP lebih gede dibanding menteri. Dan itu memakai anggaran daerah. Beda pula dengan jaman Ahok dulu, memakai tunjangan pribadi selaku Gubernur untuk TGUPP.
Minyak dengan air, tentu saja beda. Dan tak bisa campur. Tapi, kita lebih suka yang glowing. Pada sisi itu saja, kita gagal membaca arah Jokowi, dengan watak airnya. Dan kita biarkan Jokowi kini sendirian. Di tengah kepungan elite ekonomi dan politik, yang sudah sibuk dengan agenda 2024. Termasuk Anies, berhalu karena kebanyakan ngelem.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews