Diantara seruan bernada lucu nan segar pada demonstrasi kemarin, munculnya poster yang menolak negara ikut campur urusan selangkangan perempuan cukup mengejutkan, provokatif dan telak. Saya tidak yakin anak-anak milenial seserius itu hingga menyaksikan wakil mereka di ILC lewat live streaming menjelaskan alasan mereka turun ke jalan.
Meski sedikit gagap, argumentasi anak-anak muda ini menunjukkan kemampuan memahami problem yang sedang dihadapi bangsanya. Terseretnya living law dengan rumusan yang longgar dalam RKUHP mengancam eksistensi kelompok rentan, perempuan dan komunitas LGBT. Artinya, demokrasi dan multikultural Indonesia sedang berada di titik mencemaskan.
Intervensi negara lewat pasal-pasal RKUHP yang terlalu jauh mengatur wilayah privat warganya sulit tidak menyebutnya sebagai ancaman. Masalah pemberian sanksi pada pelaku aborsi tanpa mengecualikan kondisi darurat medis dan korban perkosaan misalnya, akan menjadi pasal krusial di tengah masyarakat kelak jika tetap ngotot diberlakukan.
Pengadaptasian living law melalui RKUHP tanpa rumusan yang ketat dan mengabaikan demokrasi dan HAM bisa dipastikan berhilir pada kriminalisasi kelompok minoritas. Kekerasan terhadap komunitas LGBT yang dipandang menyimpang dari standar moral publik tanpa adanya larangan UU sekalipun sulit dicegah, apalagi jika larangan tersebut dibekukan menjadi hukum positif.
Merangseknya negara ke ruang paling privat warganya dalam perspektif demokrasi dan hak asasi merupakan kemunduran. Di tengah multikultural Indonesia, cawe-cawenya negara dalam urusan selangkangan akan memberi legitimasi mayoritas melakukan kriminalisasi terhadap prilaku yang dianggap menyimpang dari standar kepantasan.
Kriminalisasi terhadap homoseksualitas dan hubungan seksual non marital secara vulgar di Aceh pasca pemberlakuan Qanun Jinayat mestinya menjadi pembelajaran untuk menghindari potensi yang sama di daerah lain akibat pemberlakuan RKUHP ini.
Raibnya wilayah privat warga akibat intervensi negara kian menyulitkan kita menciptakan ruang dialog antar budaya dan komunitas dalam merespon beragam perbedaan. Penekanan pada aspek yuridis yang sialnya mengabaikan demokrasi dan hak asasi akan menjadi satu-satunya jalan keluar dalam merespon tiap permasalahan. Akibatnya, negara menjelma menjadi aktor penting dalam memproduksi kekerasan.
Lahirnya anak muda milenial dengan ide fresh nan cerdas tanpa agenda politik praktis membuat kita terhenyak, bangga tapi juga sekaligus kecewa menyaksikan respon negara saat demonstrasi berlangsung. Tak seharusnya negara merespon mereka dengan kekerasan, atau setidaknya bisa memetakan dengan baik, mereka yang mengusung agenda reformasi dengan para penumpang gelap yang sengaja memancing kerusuhan.
Negara seharusnya mampu mengeliminir kekerasan pada demonstrasi kemarin.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews