Bahasa Poster Demo Kaum Milenial

Lahirnya anak muda milenial dengan ide fresh tanpa agenda politik praktis membuat kita terhenyak, bangga tapi juga kecewa menyaksikan respon negara saat demonstrasi berlangsung.

Kamis, 26 September 2019 | 21:13 WIB
0
420
Bahasa Poster Demo Kaum Milenial
Demo Anti RUU KUHP (Foto: Jurnas.com)

Diantara seruan bernada lucu nan segar pada demonstrasi kemarin, munculnya poster yang menolak negara ikut campur urusan selangkangan perempuan cukup mengejutkan, provokatif dan telak. Saya tidak yakin anak-anak milenial seserius itu hingga menyaksikan wakil mereka di ILC lewat live streaming menjelaskan alasan mereka turun ke jalan.

Meski sedikit gagap, argumentasi anak-anak muda ini menunjukkan kemampuan memahami problem yang sedang dihadapi bangsanya. Terseretnya living law dengan rumusan yang longgar dalam RKUHP mengancam eksistensi kelompok rentan, perempuan dan komunitas LGBT. Artinya, demokrasi dan multikultural Indonesia sedang berada di titik mencemaskan.

Intervensi negara lewat pasal-pasal RKUHP yang terlalu jauh mengatur wilayah privat warganya sulit tidak menyebutnya sebagai ancaman. Masalah pemberian sanksi pada pelaku aborsi tanpa mengecualikan kondisi darurat medis dan korban perkosaan misalnya, akan menjadi pasal krusial di tengah masyarakat kelak jika tetap ngotot diberlakukan.

Pengadaptasian living law melalui RKUHP tanpa rumusan yang ketat dan mengabaikan demokrasi dan HAM bisa dipastikan berhilir pada kriminalisasi kelompok minoritas. Kekerasan terhadap komunitas LGBT yang dipandang menyimpang dari standar moral publik tanpa adanya larangan UU sekalipun sulit dicegah, apalagi jika larangan tersebut dibekukan menjadi hukum positif.

Merangseknya negara ke ruang paling privat warganya dalam perspektif demokrasi dan hak asasi merupakan kemunduran. Di tengah multikultural Indonesia, cawe-cawenya negara dalam urusan selangkangan akan memberi legitimasi mayoritas melakukan kriminalisasi terhadap prilaku yang dianggap menyimpang dari standar kepantasan.

Kriminalisasi terhadap homoseksualitas dan hubungan seksual non marital secara vulgar di Aceh pasca pemberlakuan Qanun Jinayat mestinya menjadi pembelajaran untuk menghindari potensi yang sama di daerah lain akibat pemberlakuan RKUHP ini.

Raibnya wilayah privat warga akibat intervensi negara kian menyulitkan kita menciptakan ruang dialog antar budaya dan komunitas dalam merespon beragam perbedaan. Penekanan pada aspek yuridis yang sialnya mengabaikan demokrasi dan hak asasi akan menjadi satu-satunya jalan keluar dalam merespon tiap permasalahan. Akibatnya, negara menjelma menjadi aktor penting dalam memproduksi kekerasan.

Lahirnya anak muda milenial dengan ide fresh nan cerdas tanpa agenda politik praktis membuat kita terhenyak, bangga tapi juga sekaligus kecewa menyaksikan respon negara saat demonstrasi berlangsung. Tak seharusnya negara merespon mereka dengan kekerasan, atau setidaknya bisa memetakan dengan baik, mereka yang mengusung agenda reformasi dengan para penumpang gelap yang sengaja memancing kerusuhan.

Negara seharusnya mampu mengeliminir kekerasan pada demonstrasi kemarin.

***