Jokowi, Jangan Terlalu Baik!

Tapi kalau pecundang tantrum, terus sampeyan bilang ‘rapopo’, terus ngasih kursi, mentang-mentang sampeyan punya pabrik kursi, sejujurnya saya kecewa.

Selasa, 23 Juli 2019 | 05:35 WIB
0
502
Jokowi, Jangan Terlalu Baik!
Jokowi dan Prabowo (Foto: Facebook/Sunardian Wirodono)

Jokowi, jangan terlalu berbaik hati, apalagi pada orang yang tidak baik hati. Jangan ngikutin manusia yang berkarakter ‘dinehi ati ngrogoh rempela’. Dikasih satu, minta dua. Dikasih dua, mau tiga. Kagak ada abisnya.

Jokowi, Anda pemenang Pilpres 2019 yang sah. Dikuatkan keputusan Mahkamah Konstitusi. Kemenangan itu konstitusional. Dalam aturan demokrasi, jangankan menang 55,50%, lha wong menang 51%, lawan 49% pun, artinya the winner takes all. Pemenang ngambil semuanya. Jangan sisakan sejumput pun, apalagi untuk Amien Rais.

Belum lama lalu, Amien Rais, kelompok PA-212, bahkan Gerindra, menyodorkan klausul, rekonsiliasi artinya kekuasaan dibagi sesuai porsi pendapatan suara. Waduh, lha buat apa bikin pemilu?

Doktor politik lulusan Amerika itu, bukan hanya seenak perut mendefinisikan demokrasi, melainkan juga mengingkari konstitusi yang menjadi pranata kita menjalankan pemerintahan berdasar kesepakatan bersama.

Bagaimana halnya kalau tuntutan para penggiat demokrasi, yang menginginkan tak adanya presidential threshold, sehingga kita bisa mendapatkan banyak kandidat?

Kalau misal ada 5 calon presiden, dan dalam satu putaran pemenangnya mendapat suara 30%, apakah kemudian 4 calon yang mendapat dari total 70% juga harus diberi kekuasaan?

Untuk apa rakyat disodori program kampanye, yang dalam Pilpres 2019 kemarin rakyat bisa awut-awutan? Saudara sekandung bisa tidak bertegur sapa. Ada orang mati karena membela capres pilihannya. Karena apa?

Pak Jok, berhentilah sejenak. Untuk tidak terlalu berbaik hati. Bukan karena saya tak suka sampeyan menjalankan Doktrin Athena, sebagai model baru kepemimpinan androginis. Tapi, saya kira, itu butuh ketentuan dan syarat berlaku.

Perbedaan itu baik adanya, tetapi dengan syarat dan ketentuan berlaku, bukan? Jika tanpa syarat, perbedaan hanya menimbulkan perpecahan, sebagaimana politik dan agama juga memunculkan perpecahan. Tanpa kedewasaan, yang majoritas menjadi penindas, yang minoritas menjadi tiran.

Kan kurang ajar banget, kalau syarat rekonsiliasi Gerindra menyodorkan program kerja ketahanan pangan dan ketahanan energi, yang jika disepakati kemudian dihitung berapa orang akan menanganinya, siapa saja? Duh, lantas buat apa, sampeyan jualan ‘visi dan misi’ yang harus saya beli, dan karena itu sampeyan dinyatakan menang?

Saya tuh milih sampeyan karena tidak milih Prabowo. Sampai dicebong-cebongin kampret, terus sampeyan ngikutin yang kalah? Kalah kalau rendah-hati, gpp. Tapi kalau pecundang tantrum, terus sampeyan bilang ‘rapopo’, terus ngasih kursi, mentang-mentang sampeyan punya pabrik kursi, sejujurnya saya kecewa.

Kita tuh milih sampeyan, karena tak ingin gerombolan Prabowo berkuasa. Gitu lho, Pak Jok!

Katanya mau kerja gila? Inget, tuh!

***