Harus dipahami, sikap dan opini kita dalam diskursus atau kontroversi, baik dari kelompok yang pro maupun yang menolak RUU KPK, akan dianggap sebagai dukungan pada mereka.
Tentang UU KPK, saya belum tahu seperti apa bunyi pasal per pasalnya, belum baca. Maklum, sibuk tidur. Karenanya saya belum memutuskan setuju atau tidak setuju dengan RUU tersebut. Tapi sikap dan keinginan saya adalah, pemberantasan korupsi di Indonesia harus terus berlanjut dan lebih efektif. Mau pake undang-undang atau tidak, kayak apa undang-undangnya, sebodo amat. Anggaplah sebagai pemikiran konyol atau frustratif.
Tapi ada banyak fakta, orang yang ketahuan nyuri, gak pake mikirin undang-undang segala, langsung aja bakbuk-bakbuk digebukin rame-rame, bahkan ada yang sampe dibakar. Juga tidak sedikit orang yang merampok duit rakyat, padahal ada undang-undang yang mengatur, mencegah, hingga mengancam agar tidak terjadi korupsi. Tapi toh terjadi juga, aman sentosa pula. Jadi, yang terpenting dalam pemberantasan korupsi adalah kemauan dan implementasinya.
Saat ini, sikap teman-teman terhadap RUU KPK terbelah: ada yang pro ada yang kontra. Saya yakin, mau pro atau kontra, tujuan utamanya adalah sama dengan saya: pemberantasan korupsi di Indonesia harus terus berlanjut dan lebih efektif. Namun ironisnya, yang terjadi di antara yang pro dan kontra (padahal tujuannya sama) justru saling serang. Ini tidak produktif.
Sampai sekarang, saya belum pernah membaca paparan argumentasi (bukan copas), termasuk pasal-pasal yang dipertentangkan dalam RUU itu, dari teman-teman, baik yang pro maupun menolak RUU KPK. Kalau argumen-argumen itu yang mengemuka, bukan semata karena mendukung atau berada di kelompok ini itu, diskursus kita akan lebih konstruktif dan bermartabat. Masak harus saling serang?
Ingat, di luar sana setidaknya ada tiga sekelompok destruktif. Pertama, mereka orang-orang yang pro atau kontra terhadap RUU KPK, tapi tidak bertujuan untuk mengefektifkan pemberantasan korupsi di Indonesia. Mereka ingin menyelamatkan keluarganya, saudaranya, temannya, atasannya, kliennya, atau dirinya sendiri di kemudian hari dari jerat hukum karena mereka telah melakukan atau setidaknya terlibat dalam tindak pidana korupsi. Mereka sudah membuat skenario untuk melakukan itu, dengan UU KPK yang lama maupun yang UU hasil revisi.
Kedua, juga kelompok yang happy jika gonjang-ganjing soal RUU KPK ini terus berlanjut, yang pada akhirnya melemahkan upaya pemberantasan korupsi di negeri ini. Makin kompleks dan berlanjut kontroversi ini, makin kuat posisi tawar mereka untuk menghindar dari jerat hukum korupsi. Ketiga, kelompok yang apapun persoalannya, harus salah Jokowi. Dua kelompok terakhir ini berafiliasi pada kelompok pertama.
Harus dipahami, sikap dan opini kita dalam diskursus atau kontroversi, baik dari kelompok yang pro maupun yang menolak RUU KPK, akan dianggap sebagai dukungan pada mereka. Ini akan membuat peta persoalan makin gak karuan.
Satu hal lagi yang saya belum tahu, apakah RUU KPK yang disahkan dalam sidang paripurna DPR (walaupun anggota DPR yang absen banyak banget), adalah RUU yang sudah dikoreksi oleh Presiden atau RUU KPK yang utuh?
Coba kemukakan argumentasi yang detail dan konstruktif, tapi jangan copas. Ini penting, karena menurut saya dalam pemberantasan korupsi KPK adalah alat vital.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews