Musim hujan telah tiba. Dampak dari hujan yaitu banjir bisa menjadi ancaman.
DKI Jakarta yang sering menjadi langganan banjir juga harus siap-siap, terutama wilayah yang sering terkena dampak banjir. Tapi di era gubernur Anies Baswedan semenjak ia dilantik sampai saat ini tidak ada usaha atau program untuk pengendalian atau penanganan banjir.
Pada waktu era gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, ia melakukan program normalisasi sungai-sungai yang sering menyebabkan banjir. Ia melakukan normalisasi dengan cara memasang turap atau dengan membeton sisi kanan-kiri sungai, supaya ketika banjir air tidak meluber dan membanjiri perkampungan warga.
Program normalisasi sungai era Ahok sedikit membantu atau minimal bisa mengurangi dampak banjir, perkampungan yang biasanya kebanjiran tidak kebanjiran kalau hujan deras mengguyur ibu kota Jakarta.
Tetapi beda era gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam menangani banjir di Jakarta dengan normalisasi sungai, beda pula era gubernur Anies Baswedan dalam menangani banjir di Jakarta.
Gubernur Anies Baswedan punya program naturalisasi sungai yang kurang lebih artinya tidak melakukan pemasangan turap atau membeton sisi kanan-kiri sungai. Anies Baswedan ingin sungai-sungai di Jakarta apa adanya dengan alasan ingin mengembalikan sungai seperti alamiah.
Tapi sayangnya gubernur Anies Baswedan tidak paham sungai-sungai di Jakarta yang sudah rusak ekosistemnya dan lingkungan, dan sisi kanan-kiri sungai sudah diduduki oleh warga masyarakat untuk rumah atau tempat tinggal. Sungai menjadi menyempit dan terjadi pendangkalan atau sidimentasi.
Tentu dengan kondisi seperti ini istilah naturalisasi sungai-sungai di Jakarta tidak tepat. Progran naturalisasi sungai akan tepat kalau sungai-sungai itu tidak mengalami kerusakan yang sangat parah dan sungai-sungai itu tidak membelah wilayah perkotaan.
Program naturalisasi sungai di Jakarta yang digaungkan oleh gubernur Anies Bawswedan ini sama saja membiarkan sungai-sungai apa adanya seperti kondisi sekarang. Kalau terjadi banjir itu akan dimaknai sebagai faktor alam yang tidak bisa dihindari atau musibah. Dan membiarkan air hujan mengalir kemana suka dan berserah diri pada Tuhan. Toh dari zaman dulu Jakarta sudah biasa terjadi banjir.
Kenapa Gubernur Anies Baswedan tidak mau melakukan program normalisasi sungai dan malah memilih program naturalisasi sungai?
Anies Baswedan tidak akan melakukan kebijakan yang tidak populer atau menghindari konfrontasi dengan warga masyarakat. Karena program normalisasi konsekuensinya adalah membebaskan tanah sisi kanan-kiri sungai yang akan di normalisasi. Dan ini tidak mudah. Karena harus memindahkan warga masyarakat yang jadi korban normalisasi. Sama saja dengan menggusur. Sedangkan dalam kampanyenya waktu itu Anies Baswedan tidak akan menggusur warga masyarakat untuk program normalisasi.
Kebijakan normalisasi membutuhkan keberanian dan kebijakan ini tidak populer, sedangkan Anies Baswedan juga tidak ingin namanya jelek kalau sampai melakukan normalisasi dengan cara menggusur, tentu ini yang diperhitungan oleh Anies Baswedan. Apalagi kalau mau mencalonkan diri sebagai capres pada 2024.
Sedangkan kalau program naturalisasi sengaja membiarkan warga masyarakat untuk menduduki sisi kanan-kiri sungai dan tidak melakukan penggusuran. Sebenarnya naturalisasi sungai bukanlah program untuk membenahi ekosistem atau lingkungan. Tapi membiarkan sungai-sungai itu tetap kotor dan kumuh.
Makanya waktu gubernur Anies Baswedan dipanggil oleh Kementerian PUPR untuk menjelaskan program naturalisasi sungai yang ia maksud, Anies Baswedan tidak datang, bahkan sudah dipanggil dua kali juga tidak datang. Pernah diwakilkan oleh staffnya dan ketika disuruh menjelaskan program naturalisasi sungai ia juga tidak paham. Yang akhirnya normalisasi di Jakarta terhenti atau tidak dilanjutkan.
Untuk melakukan normalisasi sungai pemerintah DKI Jakarta yang akan membebaskan tanah, sedangkan yang membangun yaitu Kementerian PUPR.
Berani gusur warga Jakarta, Wan?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews