Reuni 212, Bukti Spirit Islam Demi NKRI Tetap Tegak!

Rabu, 5 Desember 2018 | 06:57 WIB
0
218
Reuni 212, Bukti Spirit Islam Demi NKRI Tetap Tegak!
Reuni 212 (Foto: Merdeka.com)

Puluhan ribu, bahkan diperkirakan sampai ratusan ribu bendera Tauhid berkibar saat “Reuni 212” berlangsung sejak, 2 Desember 2018, dini hari. Hingga rangkaian acara selesai sekitar pukul 11.30 WIB, nyaris tidak ada gangguan yang berarti.

Padahal, sebelumnya, ada ancaman yang terkesan serius dari Aktivis 98 yang juga Wakil DPC Pro-Jokowi (Projo) Decky Matulessy. Ia bersama kelompoknya siap terbang ke Jakarta apabila nantinya ada bendera Tauhid berkibar.

Menurut Ketua Presidium Gerakan Jaga Indonesia untuk Wilayah Indonesia Timur tersebut, pihaknya siap terbang ke Jakarta apabila ada bendera Tauhid yang berkibar di tengah-tengah massa alumni Reuni 212 di Monas, Minggu 2 Desember 2018.

“Jika di acara reuni Alumni 212 itu nanti ada bendera tauhid, jangan salahkan kami, akan turun ribuan orang juga ke Jakarta untuk mencopot dan berhadapan langsung, bertabrakan dengan alumni 212, karena kami sepakat untuk menjaga NKRI,” ancam Decky.

Ternyata, hingga acara Reuni 212 berakhir, situasi tetap aman dan kondusif tak ada gangguan berarti. Apalagi, aparat Kepolisian dan TNI yang disiagakan di sekitar Monas itu juga siaga mengamankan acara yang dihadiri lebih dari 7 juta peserta itu.

Tapi, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menyebut, massa yang datang menghadiri Reuni Alumni 212, Minggu, (2/12/2018) siang itu tidak mencapai jutaan. Hal ini berdasarkan data yang diperoleh oleh pihak kepolisian di Monas.

“(Massa yang datang) 100 ribu,” kata Argo saat dikonfirmasi, Minggu (2/12/2018). “Suasana kondusif. Semua kegiatan hari ini berjalan dengan baik dan lancar, terima kasih kepada masyarakat yang ikut serta membantu jalannya kegiatan hari ini,” sebutnya.

Sebelumnya, Ketua Panitia Reuni Alumni 212 Ustadz Bernard Abdul Jabbar menyatakan, pihaknya memperkirakan ada sekitar 8-10 juta orang yang berpartisipasi. “Kalau dulu sekitar tujuh juta, tapi sekarang menurut informasi dari media yang menggunakan drone, itu hampir sekitar 8-10 juta yang hadir,” ujar Bernard.

Indonesia Police Watch (IPW) meyakini massa Aksi Reuni 212 di lapangan Monas tak akan lebih dari 20 ribu orang, sehingga pihak Kepolisian diminta agar tidak berlebihan menyikapi aksi tersebut.

Ketua Presidium IPW Neta S. Pane mengungkapkan, antusiasme masyarakat untuk ikut Aksi Reuni 212 dinilai semakin berkurang sampai saat ini. Dia mengatakan antusiasme pengikut Aksi Reuni 212 paling banyak ada di kelompok FPI dan eks kelompok HTI.

“Sementara, partai-partai pendukung paslon capres-cawapres Prabowo – Sandi sendiri masih ragu untuk ikut Aksi Reuni 212, karena khawatir dicap sebagai partai radikal,” ungkapnya, mengutip Bisnis.com, Jumat (30/11/2018).

“Melihat rendahnya sikap dan antusiasme publik yang ikut aksi Reuni 212, IPW minta Polda Metro Jaya agar tak berlebihan dalam menyikapi aksi tersebut. Jangan sampai muncul kesan lebih banyak polisi yang berjaga daripada massa yang reuni,” kata Neta.

Tapi, fakta di lapangan, ternyata tak seperti yang disampaikan Neta maupun Kombes Argo. Panitia mengklaim jumlah massa yang hadir pada Reuni 212 mencapai lebih dari 7,5 juta orang. Namun, Polisi menegaskan hanya ada 30 ribu orang yang hadir dalam acara ini.

Kombes Argo Yuwono mengatakan bahwa hanya ada 30 ribu orang yang hadir dalam acara ini. ”Kurang lebih 30-an ribu. Dari lingkungan Jakarta, Jatim, Jateng juga ada,” ujar Kombes Argo, seperti dilansir Mediaindonesia.com.

Ada baiknya menyimak analis provider berikut. Ring road Monas dan sekitarnya itu mulai BI, Wisma Antara, Harmoni, Patung kuda, Istana, Komplek Kementrian di-support oleh 875 BTS Out Door dan 234 BTS Indoor.

Traffic, Minggu (2/12/2018) base on HLR-ICCID dan IMEI listed totally 35 juta user. Tapi kemudian dipilah lagi, sebab ada HLR-ICCID yang on air dalam satu Imei/2 Imei one device. Ini berarti 1 ponsel dua sim card.

Kita screening lagi untuk device yang listed dalam network Kemenhan dan TNI-Polri ada plus minus 725 ribu. So, untuk jumlah User Clean yang di-capture sistem operator selular plus minus 6,85 juta single sim card ID dan 5, 27 juta yang dual sim ID.

Estimate user present kemarin around 9 s/d 11 juta. Dan BTS-DCS inside Monas pagi ini reboot ulang semua untuk operator,” ungkap sumber Pepnews.com mengutip analis provider itu. Nah, data trafik provider ini tentu lebih akurat!

Spirit Islam

Kehadiran jutaan umat Islam yang berpusat di Monas pada Minggu, 2 Desember 2018, yang datang dari berbagai wilayah di Indonesia itu membuat semua mata tercengang, seolah telah menjawab sinisme yang selama ini diarahkan ke Alumni 212 itu.  

Bagaimana melihat antusiasme umat Islam atas persatuan, kesatuan dan persaudaraan tanpa mengenal batas, karena hanya iman dan Islam yang mendorong mereka bersatu. Solidaritas terbentuk secara alami, dan 212 adalah simbol persatuannya.

Suara takbir dan tahmid, menghiasi langit Jakarta sejak Minggu dini hari, menyentuh hati dan perasaan umat manusia (yang beriman). Dzikir dilantunkan secara bersama, doa dipanjatkan secara berjamaah, menggetarkan hati yang lesu, sekaligus memperkuat keimanan.

Inilah yang disebut menghadap Allah dalam kebersamaan dan persaudaraan sejati. Tanpa dorongan uang dan kekuasaan, tanpa panggilan mobilisasi yang memakan banyak biaya, tanpa janji politik dari seorang calon presiden.

Bahkan, capres Prabowo Subianto yang mendapat kehormatan sebagai undangan menyatakan dirinya tidak boleh berkampanye dalam Reuni Alumni 212 itu. Jika capres atau partai politik mampu mengumpulkan orang sebanyak itu, maka pasti biayanya sangat besar.

Kalau ada caleg PDIP yang menyebut, para peserta itu mendapatkan uang Rp 100 ribu/orang, rasanya suatu hil yang mustahal, karena untuk ongkos pesawat dari Padang uang saku sebesar itu tidak mungkin cukup untuk membeli tiketnya, kecuali jalan kaki.

Apalagi kalau ada tokoh ormas pemuda yang mengatakan, “Intelijen kami dapat bukti peserta reuni 212 dapat transport dua juta per orang”, silakan hitung sendiri berapa duit sponsor atau capres dan parpol yang harus dikeluarkan dari koceknya.

Hanya spirit Islam yang sanggup menggerakkan hati para peserta Reuni Alumni 212 tersebut, bukan fulus. Seorang capres, salah satu parpol, ataupun ormas tertentu bisa mengumpulkan manusia sebanyak itu, meski dengan uang dalam jumlah yang besar.

“Reuni 212” adalah panggilan dalam persaudaraan iman sejati, dalam persatuan akrab ulama untuk menghadap Allah secara berjamaah, berdoa untuk agama dan negara. Kita bersyukur, ada jutaan orang bersedia mengorbankan harta dan keleluasaannya demi agama dan Negara.

Sayangnya, masih saja ada yang sinis dengan menuding umat yang datang itu sebagai massa bayaran. Umat Islam dituding menerima imbalan Rp 100 ribu untuk merusak citra Reuni 212. Padahal umat yang datang ke Monas dalam rangka reuni 212, membawa bekal.

Mereka menyediakan posko-posko pembagian makanan bersebaran di berbagai sudut, yang membawa sendiri membagikan pula kepada teman di sebelahnya, meski mereka baru pertama bertemu.

Perempuan dan anak-anak dimuliakan, dijaga kehormatanya, dalam lautan manusia yang tak terhitung pasti jumlahnya. Namun, pembenci tetaplah akan datang dengan tuduhan meskipun pengorbanan umat untuk bersatu begitu sangat luar biasa.

Umat Islam dituduh intoleran, ulama dicurigai, tokoh umat difitnah dan sebagainya. Lawan politik, dihinakan. Kalau politisi seperti ini diberikan ruang untuk menjadi bagian penentu kebijakan, maka rakyat yang akan menjadi korban.

Ulama akan difitnah, dan arena politik akan menjadi arena curiga-mencurigai, jadilah politik tanpa akhlak yang baik. Tebar fitnah sana-sini. Inilah kenapa umat bertekad untuk bersatu, menepis semua perbedaan diantara mereka, dengan meminta nasehat ulama.

Ulama memberikan nasehat, mereka harus menjadi bagian dari perubahan sosial yang lebih besar, agar persoalan umat tidak jatuh ke tangan politisi “sontoloyo” maupun “gendoruwo”, meminjam istilah yang pernah disampaikan Presiden Joko Widodo.

Tetapi keinginan umat untuk perubahan sosial dan politik ini, ditakuti oleh politisi yang tidak senang dengan persatuan dan kebangkitan Islam. Sudah saatnya umat Islam berperan dalam menentukan arah politik ke depan dengan tetap menjaga NKRI.

Jika umat Islam tidak punya peran aktif dalam politik, jadilah Islam hanya sebatas agama, din yang otoritasnya hanya mengatur cara hamba beribadah kepada Tuhannya, tapi tak diberikan tempat untuk Islam sebagai syariat yang hidup dan mengatur kehidupan umat Islam.

Guna menghilangkan pandangan yang sempit tentang Islam, umat Islam Indonesia bertekad dengan semangat yang menyala, kemauan yang kuat, hadir untuk memberikan tenaga dan harta mereka demi persatuan tersebut.

Mereka dari berbagai suku, daerah, mazhab, dan organisasi Islam datang dengan membawa misi dan semangat pribadi mereka demi agama dan negara. Menariknya, dalam Reuni 212 tersebut, panitia juga mengundang tokoh lintas agama.

Mereka datang dalam satu panggilan nurani, bukan panggilan materi, mereka datang untuk agama dan negara, bukan untuk mencari dana apalagi cari makan. Inilah sejatinya umat Islam Indonesia, mereka memiliki banyak kekayaan.

Mereka pantang menerima bayaran dengan menjual agama. Dan hal ini juga yang merupakan kekayaan Islam yang tak dimiliki oleh keyakinan yang lain. Jadi, berbagai tuduhan yang ada selama ini hanyalah untuk menambah kuat persatuan dan solidaritas Islam.

Dengan pernyataan yang mereka keluarkan, menyadarkan umat Islam bahwa para pembenci Islam itu akan muncul ketika umat merayakan persatuan, mereka ingin pecah-belah. Apabila telah sampai pada waktunya nanti, umat Islam bertekad dengan pilihan politiknya.

Itu semua dilakukan demi agama dan negaranya (NKRI), dengan menjadikan komentar dari politisi yang memusuhi persatuan umat itu sebagai pertimbangan, hingga pilihan politik umat Islam akan jatuh pada orang yang mereka percaya bisa memperjuangkan aspirasi Islam.

Tidak bisa dipungkiri, Reuni 212 di Monas itu memang ada aroma politiknya. Umat Islam telah menempatkan Islam bukan hanya sebatas ritual agama semata. Tapi, juga politik yang rahmatan lil alamin, bisa mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.

***