5 Tipe Peserta Reuni 212 yang Luput dari Media

Senin, 10 Desember 2018 | 05:56 WIB
0
417
5 Tipe Peserta Reuni 212 yang Luput dari Media
Reuni 212 (Foto: RMOLLampung.com)

Bagi yang selalu nyinyir dengan aksi 212 di Monas lalu pasti tidak akan bisa merasakan eratnya tali silaturahmi umat yang disatukan dengan ukhuwah Islamiyah. Sungguh gerakan yang sangat inspiratif untuk menyatukan umat Islam.

Alhamdulillah, semua alumni Monas bisa berkumpul dengan aman, tentram dan damai. Bahkan mereka mengeluarkan kocek sendiri untuk bisa tiba di Monas sejak dini hari. Salat tahajud bersama, salat dhuha bersama hingga salat dzuhur pun berjamaah di jalur Car Free Day. Sehingga jika disorot oleh drone dari angkasa, terlihat seperti umat yang thawaf di Masjidil Haram. Subhanallah, sampai menitikan air mata menyaksikannya.

Jangan percaya dengan fitnah-fitnah yang menyebarkan kalau para alumni 212 ini mendapatkan ongkos Rp100 ribu dari beberapa partai yang tokohnya muncul di panggung Reuni 212. Sungguh, fitnah keji itu membuktikan bahwa partai lain hanya iri karena tak bisa menggalang aksi serupa dengan niat tulus dan ikhlas.

Di antara sekian juta umat yang datang, bahkan ada yang sampai menggadaikan motornya demi bisa berangkat ke Jakarta dari Sumatra. Betapa mulianya pengorbanan para alumni 212 ini sampai rela tak dibayar dan mengeluarkan kocek sendiri demi perjuangan membela bendera tauhid.

Benar, gerakan 212 ini murni gerakan umat yang tidak dibayari siapa-siapa. Mereka datang dengan hati tulus dan keinginan mereka sendiri. Sungguh media tak bisa melihat dengan jelas motif sesungguhnya para peserta reuni 212 ini.

Media-media di Indonesia harus belajar lagi tentang jurnalistik. Tak bisa dipercaya, 11 juta umat berkumpul di Monas tidak masuk headline koran nasional! Bikin geleng-geleng kepala. Padahal kalau mau foto paling epik, para alumni punya kok stock foto-foto terbaik dari berbagai angle.

Sepertinya reuni 212 di Monas setiap tanggal 2 bulan 12 merupakan agenda suci tahunan yang harus dilestarikan. Bahkan kalau perlu, pemerintah bisa menetapkan sebagai hari libur nasional. Kalau-kalau hari 212 jatuh pada hari kerja. Agar semua warga lain dari berbagai daerah juga bisa ikut berangkat ke Monas.

Subhanallah,,,

Ngomong-ngomong soal para peserta alumni 212, ada 5 tipe yang peserta reuni 212 yang datang ke Monas yang luput dari pemberitaan media.

1. Pejuang

Peserta yang masuk kategori pejuang ini adalah keluarga yang membawa serta anak-anak mereka. Anak-anak mereka yang masih kecil terpaksa harus kurang tidur dan lupa sarapan demi mengejar kereta agar bisa masuk dalam barisan dan shaf paling depan di Monas.

Tapi tak apa-apa. Inilah cara para pejuang menularkan semangat juang pada keturunannya. Anak-anak sedari kecil bisa belajar dan meresapi bahwa berjuang itu butuh pengorbanan, Lapar sedikit adalah bagian dari perjuangan. Toh mereka pasti sudah paham makna pengorbanan seperti saat berpuasa.

Bayangkan, untuk bisa berada di barisan terdepan itu pahalanya sungguh luar biasa. Jadi, kalau ada yang datang belakangan dan di shaf paling akhir, paling-paling cuma dapat pahala sebesar telur puyuh. Apalagi para cebong yang cuma bisa nyinyir di medsos. Mana mungkin bisa dapat pahala. 

2. Pedagang

Diantara para alumni 212 ini ada yang berdagang bermacam pernak-pernik yang ada bendera tauhidnya. Mulai dari topi, kaus hingga gantungan kunci.

Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Sambil ikut reuni, sambil berdagang dan berniaga. Untungnya bisa 12 kali lipat. Apalagi yang datang 11 juta orang. Barang dagangan pun bisa ludes dalam waktu singkat.

Sungguh mulia para peserta reuni 212 ini. Karena keberadaan mereka menggerakkan ekonomi rakyat. Pedagang bakso, siomay, cilok dan seblak pun kebagian berkah. Bukan hanya hotel-hotel saja yang ludes dibooking peserta reuni 212. Sungguh contoh nyata adil dan makmur bagi semua lapisan ekonomi.

3. Dermawan

Mereka yang masuk golongan tajir melintir tak mau kalah. Semua disumbangkan demi reuni 212 yang paling dinantikan. Ribuan bahkan jutaan porsi makanan dibagikan dengan gratis. Bukti perjuangan harus dilakukan di tengah ekonomi yang terpuruk, korupsi yang seperti kanker stadium 4 pasti bikin susah rakyat.

Para dermawan ini sungguh tak masalah mengeluarkan kocek dalam-dalam di tengah harga yang melambung tinggi demi perjuangan. Nasi Ayam satu porsi Rp 50 ribu belum ada apa-apanya dibandingkan tebalnya keimanan.

Tempe setipis ATM pun dihilangkan demi memberi menyambut para peserta alumni 212 dari berbagai daerah. Inilah ganjaran yang pantas untuk mereka dapatkan. Makanan bergizi agar Indonesia keluar dari sistem Ekonomi Kebodohan.

4. Millennial

Peserta alumni 212 boleh bangga karena semua yang datang berasal dari seluruh lapisan masyarakat. Tua-muda, kaya-miskin, jomblo-poligami, bahkan mereka yang berasal dari golongan milenial yang suka nongkrong di cafe. Tengok saja kafe-kafe di sekitar car free day yang biasanya sedikit lengang tiba-tiba ramai karena peserta millennial 212 ini.

Meskipun yang punya kafe adalah pendukung LGBT, mereka cukup fair. Bagi mereka, alumni 212 yang moderat ini sudah paham bahwa tidak ada hubungannya antara kecintaan mereka terhadap kopi sbux dengan membela bendera tauhid.  

5. Pendobrak

Setelah khidmat bershalawat di Monas, para alumni 212 pun bubar dan kembali ke rumah masing-masing dengan berbagai macam transportasi.

Tercatat malah penumpang KRL naik berkali lipat saat bubaran alumni 212. Termasuk mereka yang berusaha untuk syiar semangat alumni 212 di gerbong perempuan.

Seharusnya para penumpang di gerbong perempuan ini bisa paham perjuangan para alumni 212. Toh dalam kondisi darurat, apa pun diperbolehkan. Ada keringanan dalam agama. Apalagi mereka bermaksud untuk berbagi semangat 212. Cuma masuk gerbong perempuan satu hari saja sampai drama. Lebay!

Para perempuan yang memposting di sosial media tentang pria yang masuk gerbong perempuan ini tidak fair. Coba bayangkan berapa banyak wanita yang masuk gerbong umum dengan lebih mudah bahkan diberikan tempat duduk tanpa harus melewati drama. Sungguh tidak ada pengertian sama sekali terhadap perjuangan.

Itulah beberapa tipe alumni 212 yang datang ke Monas tempo hari lalu. Perlu diingat bahwa pertemuan alumni 212 ini murni gerakan ukhuwah islamiyah. Tidak ada yang namanya kampanye politik bahkan bagi-bagi duit. Itu cuma fitnah yang sengaja diembuskan para cebong yang kelojotan lihat 11 juta umat bisa berkumpul di Monas. 

Tidak ada yang namanya dukungan terhadap salah satu capres. Toh Bawaslu saja bilang bahwa tidak ada kampanye dalam reuni 212. 

***