Para Mesias yang Dijanjikan

Kamis, 27 Desember 2018 | 19:33 WIB
0
301
Para Mesias yang Dijanjikan
Jokowi dan Soekarno (Foto: Tribunnews.com)

Kelahiran para jagoan dunia selalu heroik. Setidaknya, demikianlah menurut cerita. Meski para jagoan di Jawa kadang sering lebih dramatis, jika bukan berlebihan. Mirip model-model maling budiman Robin Hood.

Ken Arok, sebelum menjadi raja, anak yang tak jelas. Ada yang menyebut ia lembu peteng Tunggul Ametung dengan perempuan desa, dan menjadi anak angkat seorang maling. Soeharto, perlu membayar penulis dari Jerman, untuk mengatakan anak dari desa, anak petani. Tapi senyampang itu, ditebar dongeng-dongeng mistis, bahwa ia lembu peteng dari Hamengku Buwana VIII, ayah dari Hamengku Buwana IX.

Raden Mas Said, pada mulanya pemimpin begal, meski anak bupati. Perjumpaannya dengan Sunan Bonang, menjadikannya sebagai seorang santa bernama Sunan Kalijaga. Konon satu-satunya walisanga pribumi Jawa aseli yang sufistik dan salaf.

Kita menyukai gambaran seperti itu, para hero yang dramatis. Persis cerita-cerita film Hollywood, from zero to hero. Masyarakat yang tak berdaya, sering memimpikan Satria Piningit atau Ratu Adil, Mesias yang dijanjikan, yang akan datang membereskan semua masalah. Maka konsep-konsep kampanye pilpres kita pun, belum berubah. Memunculkan konsep-konsep macho, heroisme, sekali pun mesti harus dilakukan dengan hoax.

Sebagaimana dulu bangsa Yahudi juga mengharapkan datangnya Mesiah, yang akan menghancurkan penindas zalim. Menegakkan keadilan dan membebaskan dari kesengsaraan. Dalam ‘Perjanjian Lama’ terekam puluhan ayat, yang bisa ditafsir mengabarkan (akan) datangnya Mesiah yang memenuhi harapan tersebut.

Maka di wilayah Israel, muncul nama Judas Maccabeus (167–160 SM), Simon of Peraea (4 SM), Athronges (4–2 SM), Yesus (4 SM–30 M). Setelah itu pun, masih ada enam orang lagi; tapi sejauh itu mereka gagal.

Dari para Mesiah itu, Yesus adalah yang paling menggemparkan, karena gerakannya juga mengusung reformasi terhadap agama Yahudi. Yang malah menyebabkan terpisahnya pengikut Yesus, dari induk agama sebelumnya yaitu Yahudi. Ajaran Yesus menjelma agama baru yang dinamakan Kristen.

Sukarno, Jokowi, dalam satu tarikan nafas sering pula digambarkan demikian, lahir dari jelata. Karena memang demikian faktanya. Hal-hal yang mudah dikapitalisasi, meski mudah pula dipakai sebagai bahan hoax. Itu akan tergantung dari bagaimana rakyat membacainya. Konsep Mesias pun bukan sesuatu yang absolute atau sempurna.

Jaman sudah berubah, dan Indonesia ketinggalan jauh. Pada masa kini, menurut Joel Stein disebut sebagai ‘Me, Me, Me, Generation’. Intinya bukan pada pemimpin, apalagi presiden. Dalam ungkapan bagus, Sukarno menyimpulkan; Rakyat kuat, Negara kuat! Tentunya, rakyat yang tak mudah dibohongi pakai ini dan itu, apalagi agama.

Jika pun butuh presiden, bukan type Soeharto, melainkan model Jokowi, yang lebih bisa mendengarkan dan mengorkestrasi kebersamaan. Kepemimpinan androgini, tidak militeristik. Bukan lagi konsep macho seperti gambaran Orde Bauk Soeharto.

***
.