Kelahiran para jagoan dunia selalu heroik. Setidaknya, demikianlah menurut cerita. Meski para jagoan di Jawa kadang sering lebih dramatis, jika bukan berlebihan. Mirip model-model maling budiman Robin Hood.
Ken Arok, sebelum menjadi raja, anak yang tak jelas. Ada yang menyebut ia lembu peteng Tunggul Ametung dengan perempuan desa, dan menjadi anak angkat seorang maling. Soeharto, perlu membayar penulis dari Jerman, untuk mengatakan anak dari desa, anak petani. Tapi senyampang itu, ditebar dongeng-dongeng mistis, bahwa ia lembu peteng dari Hamengku Buwana VIII, ayah dari Hamengku Buwana IX.
Raden Mas Said, pada mulanya pemimpin begal, meski anak bupati. Perjumpaannya dengan Sunan Bonang, menjadikannya sebagai seorang santa bernama Sunan Kalijaga. Konon satu-satunya walisanga pribumi Jawa aseli yang sufistik dan salaf.
Kita menyukai gambaran seperti itu, para hero yang dramatis. Persis cerita-cerita film Hollywood, from zero to hero. Masyarakat yang tak berdaya, sering memimpikan Satria Piningit atau Ratu Adil, Mesias yang dijanjikan, yang akan datang membereskan semua masalah. Maka konsep-konsep kampanye pilpres kita pun, belum berubah. Memunculkan konsep-konsep macho, heroisme, sekali pun mesti harus dilakukan dengan hoax.
Sebagaimana dulu bangsa Yahudi juga mengharapkan datangnya Mesiah, yang akan menghancurkan penindas zalim. Menegakkan keadilan dan membebaskan dari kesengsaraan. Dalam ‘Perjanjian Lama’ terekam puluhan ayat, yang bisa ditafsir mengabarkan (akan) datangnya Mesiah yang memenuhi harapan tersebut.
Maka di wilayah Israel, muncul nama Judas Maccabeus (167–160 SM), Simon of Peraea (4 SM), Athronges (4–2 SM), Yesus (4 SM–30 M). Setelah itu pun, masih ada enam orang lagi; tapi sejauh itu mereka gagal.
Dari para Mesiah itu, Yesus adalah yang paling menggemparkan, karena gerakannya juga mengusung reformasi terhadap agama Yahudi. Yang malah menyebabkan terpisahnya pengikut Yesus, dari induk agama sebelumnya yaitu Yahudi. Ajaran Yesus menjelma agama baru yang dinamakan Kristen.
Sukarno, Jokowi, dalam satu tarikan nafas sering pula digambarkan demikian, lahir dari jelata. Karena memang demikian faktanya. Hal-hal yang mudah dikapitalisasi, meski mudah pula dipakai sebagai bahan hoax. Itu akan tergantung dari bagaimana rakyat membacainya. Konsep Mesias pun bukan sesuatu yang absolute atau sempurna.
Jaman sudah berubah, dan Indonesia ketinggalan jauh. Pada masa kini, menurut Joel Stein disebut sebagai ‘Me, Me, Me, Generation’. Intinya bukan pada pemimpin, apalagi presiden. Dalam ungkapan bagus, Sukarno menyimpulkan; Rakyat kuat, Negara kuat! Tentunya, rakyat yang tak mudah dibohongi pakai ini dan itu, apalagi agama.
Jika pun butuh presiden, bukan type Soeharto, melainkan model Jokowi, yang lebih bisa mendengarkan dan mengorkestrasi kebersamaan. Kepemimpinan androgini, tidak militeristik. Bukan lagi konsep macho seperti gambaran Orde Bauk Soeharto.
***
.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews