Seluruh pegawai KPK harus menjalani tes wawasan kebangsaan sebelum diangkat jadi aparatur sipil negara. Tes ini dirasa sesuai dengan mereka, karena merupakan ujian wajib bagi seseorang yang akan diangkat jadi pegawai negeri. Sebagai pekerja negara, mereka memang harus setia pada negara.
Ketika pemerintah menerbitkan PP tentang peralihan status pegawai KPK menjadi pegawai negeri, maka mereka wajib menjalani tes wawasan kebangsaan. Ujian ini sangat krusial karena harus lolos, jika ingin diangkat jadi ASN. Mengapa harus tes wawasan kebangsaan? Karena tiap penyidik dan pegawai KPK harus pancasilais dan menunjukkan rasa nasionalisme.
Ada bocoran isi tes wawasan kebangsaan, dan soal-soalnya menanyakan hal berikut ini. Pertama, apakah mereka merasakan kebencian pada etnis tertentu? Kedua, apakah mereka sudah memahami hakikat pluralisme di Indonesia? Juga apakah mereka mampu menghargai perbedaan yang ada di masyarakat? Serta tidak terlibat dalam organisasi terlarang, separatisme, dan terorisme?
Ketua KPK Firli Bahri menyatakan bahwa tes wawasan kebangsaan merupakan amanat Undang-Undang. Dalam artian, isi tes ini memang sesuai dengan UUD 1945 dan pancasila. Di mana tiap orang harus taat hukum, mencintai negaranya, dan tidak berkhianat dengan menjadi anggota ormas terlarang atau sayap kiri.
Tiap ASN memang harus menunjukkan rasa patriotisme dan nasionalisme, jadi tes wawasan kebangsaan adalah seleksi yang menunjukkan kesetiaan mereka pada NKRI. Mereka akan diangkat jadi pegawai negeri, oleh karena itu akan menurut pada aturan pemerintah. Bagaimana bisa seseorang yang tidak mencintai negaranya diperbolehkan jadi ASN?
Jangan sampai ada pegawai KPK yang akhirnya jadi ASN dan ternyata merupakan simpatisan kelompok teroris atau organisasi terlarang.
Karena ia bisa menyalahgunakan fasilitas dan kedudukannya di KPK. Oleh karena itu, tes wawasan kebangsaan memang sebuah seleksi ampuh untuk memfilter apakah ia benar-benar tidak terlibat dengan ormas yang berafiliasi dengan terorisme.
Firli melanjutkan, tes ini bukanlah cara untuk mengusir pihak tertentu. Karena tidak ada kepentingan pribadi untuk menyingkirkan pihak tertentu. Semua keputusan yang ada di KPK adalah keputusan kelompok, bukan perintah dia pribadi. Dalam artian, tidak ada sentimen terhadap pegawai tertentu, dan publik juga jangan menyangkut-pautkan dengan penyidik KPK tertentu.
Tes ini juga bukan sebuah metode untuk menjungkirkan seseorang yang diprediksi melakukan sesuatu yang mengkhawatirkan, karena tes wawasan kebangsaan juga dilakukan oleh CPNS lain. Ketika seseorang melakukan ujian di Kementrian atau lembaga negara, atau kampus negeri, maka ia juga wajib melakukannya. Memang sudah standarnya dan bukan mengada-ada.
Lantas bagaimana dengan nasib pegawai KPK yang tidak lolos tes? Mereka tidak akan dipecat atau disuruh pensiun dini, melainkan akan mendapatkan pembinaan. Tujuannya agar memiliki rasa nasionalisme yang lebih besar dan memahami esensi dari pancasila dan UUD 1945. Pemerintah tentu tidak akan bertindak kejam dan memecat orang sembarangan.
Hal ini adalah solusi terbaik untuk kedua belah pihak. Mereka yang tidak tersaring dalam ujian akan tetap diangkat jadi ASN, dengan syarat lolos tes wawasan kebangsaan pada periode selanjutnya. Sementara itu, yang sudah lolos tes tinggal menunggu pengangkatan pada tanggal 1 juni 2021, tepat di hari kesaktian pancasila.
Tes wawasan kebangsaan bukanlah ujian yang menjebloskan pegawai KPK tertentu yang mencurigakan, melainkan sudah sesuai untuk calon aparatur negara. Karena tiap orang yang mau jadi CPNS juga wajib mengikutinya. Tes ini menguji apakah seseorang mencintai Indonesia dan tidak terlibat dalam terorisme, radikalisme, ekstrimisme, dan berafiliasi pada ormas terlarang.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews