Ketika TGUPP DKI Ngeles

Lebih baik segera buka akses data KUA-PPAS dan biarkan publik ikut memantau rincian anggaran karena bagaimanapun itu dana yang berasal dari publik.

Rabu, 30 Oktober 2019 | 23:45 WIB
0
363
Ketika TGUPP DKI Ngeles
Anies Baswedan dan TUGPP (Foto: Merdeka.com)

Tatak Ujiyati, sebagai anggota TGUPP DKI Anda harusnya malu karena malah cari pembenaran soal ketiadaan data APBD DKI 2020. Betul Anda bisa ngeles di balik undang-undang karena memang secara aturan umum, belum ada kewajiban untuk menampilkan detil anggaran sebab belum semua pemda siap untuk itu.

Tapi beda dengan Pemprov DKI Jakarta karena sejak diluncurkan 2016 oleh Basuki Tjahaja Purnama, eAPBD selalu menampilkan APBD sejak versi RKPD. Dan itu jg dilakukan tahun 2018-2019 sewaktu Pak Anies Baswedan sudah menjabat. RKPD 2018 dan 2019 ada semua di web eAPBD kok.

Jadi, kenapa waktu 2020 malah tidak ada?

Wajar kalo kemudian publik dan DPRD bertanya dan menuntut. Buktinya 2018-2019 bisa kok dijalankan. Jadi jangan ngeles nunjuk kekurangan daerah laen. Ini logical fallacy. Two wrongs don't make a right! Kalo ada yang salah/kurang di tempat laen, jangan dijadikan pembenaran untuk berbuat yang sama.

Ga perlu bawa daerah laen, itu urusan DPRD dan warga setempat. Anda fokus saja dengan DKI.

Sudah banyak perbaikan mendasar di Jakarta era 2012-2017. Jadi yang sudah baik jangan malah ditinggal. Jangan-jangan nanti kalo ada komplen soal pasukan oren yang makin jarang kelihatan, anda juga bakal ngeles, "Ga ada kewajiban untuk adain/banyakin pasukan oren kok"?

TGUPP macam apa yang ketika dikritik malah ngeles cari pembenaran dan bukan cari solusi perbaikan?

Terbukti memang masih banyak potensi pemborosan di SKPD. Saya sendiri pernah mengecek dan mendapatkan potensi boros anggaran 10-15M dari SKPD Bakesbangpol karena sudah mulai adain acara di hotel lagi. Ini sudah sejak 2018 dan masih ada di RKPD 2020. Mau diteruskan yang begini?

Terakhir, saya cek lagi potensi boros seratusan miliar di Dinas Pariwisata berdasarkan Data APBD 2020. Bayangkan,  100 miliar rupiah! Ini bukan angka yang kecil. Belum lagi isu lain yg sudah dicoret karena terblow up di media massa.

Wajar jika publik dan DPRD lalu menuntut karena memang standar di DKI sudah dipasang sangat tinggi. Sebagai ibukota, Jakarta harus bisa jadi contoh dan pertahankan itu. Bukan malah berpuas diri lalu malah menurunkan standar dengan dalih, "ga melanggar hukum kok."

Bagaimana kita bisa berharap peningkatan kinerja kalau yang ada saja gagal dipertahankan?

Lebih baik segera buka akses data KUA-PPAS dan biarkan publik ikut memantau rincian anggaran karena bagaimanapun itu dana yang berasal dari publik. Semakin disembunyikan justru publik malah makin curiga.

Semudah itu kan transparansi? 

***