Seluruh kekuatan pro Iran di Timur Tengah juga sedang bersiap bangkit. Medan akan terbuka banyak sekali. Kepentingan AS akan sangat terganggu di Timteng. Mungkin juga di Amerika Selatan.
Penganut Syiah memang memuja kesyahidan. Salah satu perayaan besar umat Syiah adalah Asyura, memperingati wafatnya Imam Husain yang dibantai di Karbala. Cucu Nabi itu dibunuh secara keji, juga oleh pasukan yang mengaku beragama Islam.
Perjuangan menegakkan keadilan yang dicontohkan Imam Husain sehingga mengorbankan dirinya, merupakan inspirasi yang tiada habisnya direguk para pemuda di sana. Semangat itu tidak pernah luntur. Bahkan menjadi semacam kekuatan yang mengaliri darah mereka.
Keluarga-keluarga yang anggota keluarganya gugur di medan tempur, akan mendapat hormat dari publik. Biasanya jika ada yang gugur, sebagian orang meminta pada keluarga itu pakaian bekas atau barang apa saja dari mereka yang gugur. Kata teman saya, pakaian itu digunakan untuk tabaruk. Semacam berdoa. Sebab mereka meyakini, gugur di medan perang melawan ISIS merupakan perwujudan dari perjuangan melawan kelaliman. Dan surga adalah balasannya.
Bangsa yang delapan tahun di kepung seluruh negera Timur Tengah dalam perang Irak Iran. Lalu sekian lama ditekan oleh embargo AS. Tapi masih tetap berdiri kokoh, bahkan semakin menunjukan pengaruhnya di Tumur Tengah.
Di tengah-tengah semangat melawan kekejian ISIS, Alqaedah dan gerombolan srigala lain yang memanipulasi agama, Jenderal Qassem Sulaimani adalah tokoh sentral. Panglima pasukan Al Quds --pasukan elit Iran-- adalah tokoh penting dalam memerangi kedegilan orang barbar yang mengaku Islam. Sulaimani berjuang untuk memberihkan wajah agama dari kebuasan para penganut Wahabi ini
Gerombolan ISIS, Alqaedah, Jabhat Nusra dan para monster haus darah berslogan agama, minggu-minggu belakangan ini sedang bersorak gembira. Semangat mereka tumbuh lagi untuk menggorok leher rakyat di wilayah yang dikuasainya. Pasalnya, orang yang paling mereka takuti sudah wafat terbunuh.
Gerombolan manusia haus darah itu memang tidak tenang jika Jenderal Qassem Sulaimani hadir menghadapinya. Tangan dingin komandan Pasukan Al Quds Iran itu terbukti telah berhasil mengusir mereka dari Irak dan Suriah.
Saat ISIS menguasai Irak, Sulaimani membangun kekuatan perlawanan rakyat. Faksi-faksi militer yang tadinya terpecah-pecah dipersatukan.
Milisi Syiah, milisi Sunni, milisi Kristen bersatu di bawah The People's Mobilization Forces (PMF). Bersama angkatan bersenjata Irak mereka berhasil membendung ekspansi ISIS dari negeri itu. Secara resmi, Irak juga meminta bantuan Iran untuk mengirimkan kekuatannya.
Sebelumnya, militer AS yang ada di Irak, membiarkan saja ISIS merajalela. Mereka hanya pura-pura sibuk. Baru setelah tanda-tanda ISIS mulai keok, pasukan AS belagak jadi pahlawan kesiangan. Khawatir kehilangan muka.
Di Suriah, kehadiran Sulaimi juga berhasil menghalau ekspansi kekejian ISIS dan gerombolan sejenis. Ia berhasil meyakinkan Rusia dan China untuk membantu Suriah. Sialnya AS justru menunjukan wajah aslinya di Suriah. Mereka lebih suka membantu ISIS dan para pemberontak itu. Israel juga berkelakuan sama.
Sementara Turki justru bermain mata dengan mengijinkan para teroris memasuki Suriah lewat perbatasanya. Bayarannya adalah minyak hasil jarahan ISIS dijual murah ke Turki. Putra Erdogan, kabarnya, menjadi salah satu yang memetik keuntungan dari minyak berlumur darah itu.
Pada sisi yang lain, Sulaimani mendukung perjuangan Hezbullah di Lebanon untuk menghalau keserakahan Israel yang terus menerus hendak merampas tanah rakyat, dengan alasan sebagai tanah yang dijanjikan.
Hubungan Sulaimani dengan negara-negara Amerika Latin juga terjalin baik. Bisa dikatakan, peran dan pengaruh Sulaimani jauh lebih besar ketimbang Menteri Luar Negeri Iran sendiri.
Sialnya, justru Qassem Sulaimani yang hidupnya didedikasikan untuk memerangi para teroris biadab itu, yang justru dimusuhi AS dan israel.
Untuk menangkis isu impeachment, Trump mengambil langkah gila : membunuh Sulaimani. Saat itu, Sulaimani sedang menjadi tamu resmi pemerintahan Irak. Sebuah drone udara AS meluncurkan roket, menghantam rombongan Sulaimani di dekat bandara Bagdad. Jasad Sulaimani ditemukan hancur. Tubuhnya dikenali dari cicin yang biasa ia gunakan.
Bayangkan AS menyerang tamu kehormatan sebuah negara berdaulat, secara keji. Lalu Trump bertepuk tangan dalam cuitan Twitternya. Bahkan Trump juga mengancam akan menghancurkan situs-situs umat Islam lain, yang diyakini sebagai tempat suci bagi kaum Syiah.
Apa yang diancamkan Trump, persis sama dengan kelakuan ISIS. Menghancurkan tempat-tenpat bersejarah yang akan membuat ketersinggungan beragama. Dampaknya mungkin bisa lebih dasyat dari sekadar memenangkan Pemilu AS tahun depan. Trump seperti menyulut sumbu peledak yang pasti meledak, tetapi tidak akan terduga kapan dan bagaimana bentuk meladakannya.
Meski, Iran juga sadar bahwa provokasi ini diharapkan akan memancing huru-hara yang lebh besar. Misalnya Iran gegabah menyerang kepentingan AS secara terbuka. Sehingga Trump bisa meniru George Bush yang memenangkan Pemilu kedua dengan mengorbankan Irak.
Tampaknya, Iran cukup rasional. Mereka lebih memilih medan yang panjang dan senyap. Ketimbang harus berkoar-koar. Sebab perang terbuka akan memungkinkan memicu Perang Dunia III yang sangat dasyat dampaknya.
Sebagai langkah awal, para hacker pro Iran kini mulai menyerang situs-situs pemerintahan AS.
Seluruh kekuatan pro Iran di Timur Tengah juga sedang bersiap bangkit. Medan akan terbuka banyak sekali. Kepentingan AS akan sangat terganggu di Timteng. Mungkin juga di Amerika Selatan.
Kekonyolan sedang dimainkan AS secara telanjang. Mereka lebih menyukai ISIS yang haus darah, asal bisa dimanfaatkan untuk kepentingannya. Seraya membunuh musuh utama yang ditakuti ISIS dan gerombolannya.
Dan di Indonesia sebentar lagi akan terkena dampaknya. Isu Sunni-Syiah akan semarak lagi.
Eko Kuntadhi
***
Tulisan sebelumnya: Iran [1] Bangsa yang Memuja Kesyahidan
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews