Papua dan Operasi Intelijen Lima Mata

Kita tidak ingin Presiden Jokowi yang secara konstitusional terpilih di-"delete" negara lain karena kepentingan nasional mereka.

Rabu, 25 September 2019 | 10:08 WIB
0
567
Papua dan Operasi Intelijen Lima Mata
Ilustrasi Intelijen (Foto: Mediariau.com)

Masyarakat Papua secara umum sangat rentan, mudah dipengaruhi dan terbakar emosinya cukup dengan hoax. Detonator awal dipicu di Malang dan Surabaya menyentuh mahasiswa Papua pada 24 Agustus 2019. Mahasiswa Papua yang tergabung dalam aksi 'Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme, dan Militerisme', mengibarkan bendera bintang kejora di seberang Istana Negara, Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2019.

Setelah aksi demo reda, percikan konflik dimunculkan di Wamena, Jayawijaya. Menurut Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, tersebar hoax seorang guru mengeluarkan kata berbau rasis. Hoax dimanfaatkan kelompok Komite Nasional Papua Barat (KNPB), menggunakan seragam SMA PGRI dan menggerakkan 200 siswa untuk menyebarkan rasisme tersebut dengan demo.

Insiden memicu kerusuhan yang menelan korban 26 meninggal, 66 luka, perusakan fasilitas publik, kantor bupati, ruko serta kerugian materiel lain. Tito mengungkapkan sebagian besar warga meninggal karena mengalami luka bacok, kena panah dan terbakar dalam ruko.

Banyak yang mengeritik mengapa tidak ditangani dengan senjata? Karena ada anggota TNI tewas saat kerusuhan sebelumnya. Persoalan HAM benar-benar harus diwaspadai TNI dan Polri di sana. Ada konsep yang dikaitkan dengan SU PBB bulan September ini yang coba dimunculkan. Penulis pernah menganalisis, ini murni gerakan dari Papua atau pengaruh luar. Kesimpulannya dari luar.

Setiap aksi di Papua yang terkait dengan PBB (HAM dan Referendum) pasti dikendalikan oleh handler
yang dikontrol principle LN. Penulis sejalan dengan yang disampaikan oleh Jenderal Purn Hendropriyono, mantan Kepala BIN, menanggapi kerusuhan di Papua, ada Vanuatu dan Inggris yang bermain katanya. Hanya tidak dijelaskan lebih detail.

Penulis pada tahun 2013 pernah membuat artikel tentang operasi penyadapan intelijen Barat, "five eyes",
hasil bocoran dari Edward Snowden. Lantas apa hubungannya Inggris, Vanuatu dengan Papua? Mari kita bahas.

Five Eyes, Organisasi Intelijen Lima Negara

Five Eyes adalah badan kerjasama intelijen yang terdiri dari intelijen AS, Inggris, Canada, Australia dan Selandia Baru. Badan ini sudah diungkapkan pada tahun 2013 oleh wistleblower Edward Snowden (agen intel AS). Tanpa Snowden, Five Eyes tetap menjadi misteri.

Demikian juga organisasi penyadapan dari negara lain seperti Rusia, China, serta persekutuan yang ada, mereka juga umumnya melakukan penyadapan tetapi tidak pernah terungkap. Paling mudah melakukan pulbaket selama teknologi si penyadap lebih unggul nilai informasi A-1.

Menurut bocoran Snowden yang mantan anggota CIA (Central Intelligence Agency) dan NSA (National Security Agency) AS, dalam komposisi jaringan "lima mata", target Australia adalah kawasan Asia, khususnya Asia Tenggara (stasiun Australian Signal Directorate) diantaranya berada di Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Hanoi, Timor Leste. Dikatakannya, hanya Australia (dan mungkin NSA/AS) yang menyadap pejabat Indonesia.

Dari dokumen NSA yang bocor pada Oktober 2013, terungkap bahwa tercatat ada empat lokasi penting di Australia yang berkontribusi memberikan data ke program NSA dengan sandi X -Keyscore , yang memisahkan data ke dalam aliran nomor telepon, alamat email , log-in dan aktivitas pengguna untuk penyimpanan di bank data besar.

Stasiun pengumpul tsb adalah US-Australian Joint Defence Facility di Pine Gap dekat Alice Springs , dan tiga fasilitas ASD lainnya, yaitu, the Shoal Bay Receiving Stationdekat Darwin , the Australian Defence Satellite Communications Station di Geraldton di Australia Barat , dan the Naval Communications Station HMAS Harman di luar kota Canbera.

Menurut Hager, seorang jurnalis investigasi dari New Zealand, intelijen Australia menyadap percakapan telepon selular dan data publik serta pejabat Indonesia melalui jaringan telepon selular terbesarnya, Telkomsel. Hal itu disebutkannya terungkap dari bocoran dokumen rahasia milik Snowden yang menyebut Telkomsel target utama ASD, karena melayani 122 juta pelanggan. Salah satu hasil sadap yang dibuka oleh WikiLeaks adalah percakapan Jokowi dengan beberapa pihak saat pilpres 2014.

Menurut dokumen rahasia Snowden, badan spionase elektronik Australia, yakni Australian Signals Directorate (ASD) telah bekerjasama dengan Biro Keamanan dan Komunikasi Selandia Baru (GCSB) untuk menyadap jaringan telekomunikasi di seluruh Indonesia dan Pasifik Selatan. Selain Indonesia, ASD dan GCSB juga melakukan spionase elektronik terhadap negara-negara kecil di kawasan Pasifik seperti Fiji, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Nauru, Samoa, Vanuatu, Kiribati, Kaledonia Baru, Tonga, dan Polinesia.

Dia juga menyebutkan bahwa dari dokumen Snowden, Selandia Baru dan Australia menyadap komunikasi satelit dan kabel telekomunikasi bawah laut. Mereka berbagi data panggilan telepon, email, pesan media sosial dan metadata. Data-data sadapan itu lantas dibagi bersama jaringan "Five Eyes" atau jaringan spionase "Lima Mata". Snowden juga pernah menyebutkan bahwa NSA menyadap 35 kepala negara dan semua kegiatan medsos seperti google, email, WhatsApp, instagram, linkelid, SMS.

Five Eyes Terlibat di Papua?

Sebuah operasi intelijen klandestin selalu tertutup dan dibuat kompartmentasi. Tetapi analis intelijen senior yang memiliki beberapa info indikasi bisa saja merabanya selama basic descriptive-nya kuat. Saat ini sikon geopolitik dan geostrategi wilayah disekitar Indonesia dinilai hangat. Terjadi persaingan pengaruh antara AS versus China.

Papua kini menjadi bagian NKRI paling rawan, mudah digoreng sebagai bargaining power AS dan sekutunya. Pada intinya AS ingin agar Indonesia menjadi mitranya menghadapi ambisi hegemoni China melalui OBOR. AS mengembangkan konsep Indo Pacific dan Higher Road. Indonesia dinilainya terlalu dekat dengan China, siapa decesion maker yang disalahkan? Jelas Presiden Jokowi walaupun konsep dan pelaksana dilakukan para pembantunya.

Oleh karena itu penulis menilai psyops mengarahkan ancaman konflik akan berlanjut plus HAM dan referendum. Sebaiknya (sekali lagi penulis sarankan) perlu memberangkatkan Menhan Ryamizard ke AS untuk menetralisir dan menjelaskan posisi politik dan diplomatik Indonesia dengan China. Signal jawaban pemerintah Indonesia harus lebih jelas.

Proxy yang tercium di Papua, dilakukan oleh intelijen Inggris serta Australia yang menjadi handler, serta Vanuatu. Dari informasi tertutup, proxy lokal ex pejuang Timor Timur dibina semacam Black Water menjadi action agent. Kontraktor intelijen itu bekerja senyap, dan mampu membaur dan melakukan desepsi dari ancaman kontra intel pihak Indonesia.

Momentum awal serta skenario yang dimainkan adalah isu Papua untuk diangkat pada agenda rapat komisi HAM PBB di Jenewa yang digelar pada 9 September 2019. Juga di Sidang Umum PBB di New York pada 23-24 September 2019. Hasil yang diharapkan adanya jatuhnya martir akibat tindakan aparat Polri atau TNI agar timbul pelanggaran HAM. Inilah bagian penting tetapi sudah diwaspadai Panglima TNI dan Kapolri sehingga dapat dihindari, aksi gagal. Presiden Jokowi juga memerintahkan penanganan demo serta kerusuhan jangan represif.

Kesimpulan dan Saran

Walau sulit membuktikan secara langsung keterlibatan intelijen lima mata dalam kasus kemelut Papua, ulah Vanuatu serta Benny Wenda yang kini bermukim di Inggris memberikan indikasi Papua memang dimainkan. The Principle Agent (penulis ulang) hanya memberikan signal semakin keras kepada pemerintah RI (Pak Jokowi) agar membaca dan mengevaluasi ulang perkembangan kawasan serta meninjau ulang hubungan bilateral antar negara (dengan China khususnya).

Walau aksi penyadapan five eyes di Jakarta pernah bocor, operasi itu tidak akan berhenti, Indonesia adalah negara pusat grafitasi konflik China dengan AS. Dengan semakin majunya teknologi dipastikan mereka semakin mampu menyadap para pejabat Indonesia khususnya para pengambil keputusan dan kebijakan pemerintah. Semua semakin transparan dan tidak ada yang dapat disembunyikan.

Pejabat di Indonesia tidak terkecuali presiden serta para menteri, termasuk ajudan, spri, keluarga disarankan lebih alert, waspada dalam menggunakan peralatan komunikasi. Apakah alat yang sudah di enkripsi/di sandi aman? Belum tentu juga, karena peralatan yang ada juga buatan luar. Internet kini menjadi kekuatan bagi mereka yang menguasai teknologi IT sekaligus kerawanan bagi yang lemah teknologi dan yang awam.

Penutup

Menurut persepsi intelijen bagian yang terpenting adalah "kesadaran sekuriti pejabat negara." Dari bocoran Snowden tentang spionase badan intel lima negara tersebut operasi pulbaket clandestine dilakukan sebelum dan pada tahun 2013, dengan black budget yang spektakuler lima organisasi intelijen AS sebesar US$26,2 miliar.

Intelijen strategis sebuah negara dengan kemajuan teknologi saat ini akan mampu mengharu birukan negara sasaran, terlebih apabila target hanya mampu melindungi negaranya dengan pola pikir intelijen taktis, tidak menyadari kemungkinan konspirasi ancaman.

Intelijen kita perlu mencermati beberapa kejadian menonjol selain Papua, seperti aksi demo ke badan legislatif (DPR/DPRD), aksi ke KPK, apakah ada korelasinya. Pelaksana lapangan dan massa yang dimainkan bisa siapa saja, penulis lihat inti kekuatannya mahasiswa. Perlu dan penting diketahui siapa
handler dan the Principle. Apabila alurnya sama, mengerucut, ancaman jelas dinilai sangat serius terhadap presiden, hanya menunggu satu atau dua momentum atau kasus lainnya sebagai detonator, diperkirakan dapat mengganjal Pak Jokowi.

Kita tidak ingin Presiden Jokowi yang secara konstitusional terpilih di-"delete" negara lain karena kepentingan nasional mereka. Karena itu intelijen serta aparat keamanan lainnya disarankan lebih fokus, jangan sampai kalah cerdas dan cerdik, ini menyangkut simbol negara, ketenteraman, keamanan dan gengsi Indonesia, kira-kira begitu. Semoga bermanfaat.

Jakarta, 25 September 2019

Marsda Pur Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen

***