Tidak ada alasan bagi ASN untuk tidak Ikut pindah kalau memang negara mengharuskan, karena sesuai dengan fakta integritas yang disepakati memang sudah seperti itu adanya.
Tersiar kabar kalau 94,7% ASN menolak untuk Ikut pindah ke Ibu Kota yang baru, bahkan kabarnya ingin mengajukan pensiun dini, kalau berita ini benar, ini merupakan blessing in disguise, dan patut disyukuri.
Ada baiknya Badan Kepegawaian Nasional (BKN) melakukan pendataan terhadap 94,7% ASN tersebut sejak dini. Meskipun sebenarnya mereka melanggar sumpah dan fakta integritas, yang seharusnya bersedia ditempatkan dimanapun di wilayah NKRI.
Kementerian Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) tidak perlu menghalangi keinginan mereka, karena justeru dari peristiwa ini semakin jelas kalau sebagian besar ASN tidak setia kepada negara.
Dengan melakukan pendataan sejak awal, Pemerintah akan mengetahui seberapa banyak akan merekrut ASN yang baru, sesuai dengan posisi yang dibutuhkan. Dan ini merupakan kesempatan bagi Pemerintah untuk mensortir pegawai yang lebih loyal dan setia kepada negara.
Keputusan 94,7% ASN yang ingin pensiun dini tersebut harus disambut dengan suka cita dan riang gembira. Dengan demikian anggaran untuk memindahkan mereka ke Ibu Kota pun bisa digunakan untuk menyaring ASN yang baru.
Justeru akan lebih efektif jika sebagian besar ASN yang akan menggantikan mereka direkrut dari wilayah setempat di Ibu Kota, dengan demikian Pemerintah tidak lagi perlu memikirkan perumahan bagi mereka.
Kalau hasil survey Pilpres 2019 menyatakan lebih dari 70% ASN tidak memilih Jokowi-Ma'ruf, itu artinya memang sebagian besar ASN memang tidak mendukung kebijakan Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, dan ini adalah momentum yang tepat untuk merekrut ASN yang benar-benar loyal kepada Pemerintah.
Pendataan terhadap ASN yang menolak untuk Ikut pindah ke Ibu Kota, sangatlah diperlukan segera, agar bisa diketahui berapa jumlah sebenarnya yang menolak untuk Ikut pindah. Dan Pemerintah sudah bisa Ambil ancang-ancang untuk merekrut pegawai baru.
Yang jelas tidak sulit bagi Pemerintah untuk merekrut pegawai baru, ketimbang mempertahankan pegawai yang membangkang, dan tidak patuh pada sumpah setianya kepada negara. Akan banyak yang mengantri untuk menjadi pegawai di Ibu Kota yang baru.
Memang dengan adanya pembangkangan yang dilakukan ASN tersebut, bisa dikatakan gerakan Program Revolusi Mental yang dicanangkan Presiden Jokowi gagal dalam implementasinya, karena kenyataannya Revolusi Mental tidak bisa mengubah mindset para Aparatur Sipil Negara.
Kementerian koordinator Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan, dibawah kepemimpinan Puan Maharani, sebagai penerima Mandat untuk mensukseskan program Revolusi Mental, gagal dalam menjalankan Amanah tersebut. Itu terbukti dari adanya pembangkangan 94,7% ASN yang menolak untuk Ikut Pindah ke Ibu Kota baru.
Sebagai Aparatur Sipil Negara sudah seharusnya Taat dan patuh terhadap Pemerintah, meskipun secara konstitusional disaat Pemilu tidak memilih Jokowi-Ma'ruf, namun tidak berarti harus mengingkari tugas yang diamanahkan sesuai dengan sumpah setia terhadap negara.
Tidak ada alasan sebetulnya bagi ASN untuk tidak Ikut pindah kalau memang negara mengharuskan, karena sesuai dengan fakta integritas yang disepakati memang sudah seperti itu adanya. Bersedia ditempatkan dimana saja jika negara menghendaki.
Pembangkangan yang dilakukan oleh 94,7% ASN tersebut harus disikapi Pemerintah dengan tegas, segera lakukan pendataan ulang, dan penasaran, siapa saja yang tidak bersedia Ikut pindah, dan segera disiapkan penggantinya jauh-jauh hari.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews