Setelah Demokrat, PKS dan PAN Bakal Ambil Langkah Serupa?

Besar kemungkinan dalam deklarasi-deklarasi pemenangan berikutnya, baik SBY, Sohibul maupun Zulkifli tidak akan terlihat mendampingi Prabowo Subianto

Jumat, 19 April 2019 | 09:45 WIB
1
475
Setelah Demokrat, PKS dan PAN Bakal Ambil Langkah Serupa?
Sohibul, Prabowo dan Zulkifli (Foto: Repelita Online)

Surat Perintah Susilo Bambang Yudhoyono kepada para kadernya, dari kader ujung rambut sampai kader ujung kaki Demokrat, yang menarik diri dari Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, diperkirakan akan memicu langkah serupa PKS dan PAN sebagai rekan koalisi Prabowo.

Kalaupun tidak frontal dan drastis seperti SBY, masing-masing ketua umum PKS dan PAN perlahan-lahan akan menarik diri dari euforia pengumuman "kemenangan" yang dideklarasikan Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan.

Hal ini sudah terlihat dari ketidakhadiran Sohibul Iman dan Zulkifli Hasan pada tiga kali deklarasi "kemenangan" yang disampaikan Prabowo di kediamannya Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan. Sandiaga Uno selaku calon wakil presiden, baru hadir di deklarasi yang ketiga. Di dua deklarasi "kemenangan" sebelumnya Sandiaga Uno absen alias tidak menampakkan batang hidung.

Ada sejumlah pertimbangan mengapa para ketua umum partai dari ketiga teman sekoalisi itu menahan diri dan bahkan cenderung menghindar dari euforia Prabowo.

Pertama, sebagaimana dinyatakan SBY, para kader Demokrat harus menaati hasil pemilu secara konstitusional dan melarang terlibat dalam kegiatan yang inkonstitusional alias di luar jalur hukum.

Tentu Sohibul dan Zulkifli bakal mengamini kehendak SBY ini. Mereka tidak ingin terlibat urusan hukum karena siapapun yang bertindak inskonstitusional akan berhadapan dengan aparat hukum itu sendiri bahkan berhadapan dengan aparat keamanan. Terlibat dalam urusan hukum -apalagi sampai terjadi chaos- akan berdampak pada elektabilitas masing-masing partai di masa mendatang.

Kedua, tiga partai teman koalisi Prabowo sudah melenggang aman ke Senayan. PKS misalnya, bahkan happy karena perolehan suaranya di luar ekspektasi. Soalnya ada yang memperkirakan PKS tidak akan lolos ke senayan karena tidak akan meraih suara sampai batas "Parliamentary Threshold" 4 persen. Nyatanya suara PKS mencapai 8,56 persen hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei.

Idem dito PAN yang lolos ke Senayan dengan perolehan suara 6,57 persen. Sama seperti PKS, semula PAN diprediksi tidak akan lolos ke Senayan. Sedangakan Demokrat meraih suara 8,09 suara, lebih dari aman mengingat "limbungnya" Demokrat dalam melangkah di titian politik Indonesia mutakhir. Keragu-raguan SBY menjadi "momok" yang menakutkan bagi Demokrat. Namun "momok" ini dengan sendirinya akan pulih kembali dengan deklarasi menarik diri dari BPN yang dipelopori SBY.

Ketiga, tiga rekan Koalisi Gerindra, yaitu Demokrat, PKS dan PAN sudah tidak berminat pada upaya sia-sia Prabowo Subianto mendeklarasikan "kemenangan" dan bahkan sudah terlebih dahulu mendaku sebagai Presiden untuk seluruh rakyat Indonesia.

Mengapa sia-sia? Karena mekanisme kecurangan Pemilu dan ketidakpuasan atas hasil penghitungan suara ada jalurnya tersendiri, yaitu jalur hukum yang sesuai Undang-undang dan Konstitusi. Apa yang dilakukan Prabowo sekadar memantik rasa iba sekaligus hasrat berkuasa yang meletup-letup.

Melihat tiga kecenderungan di atas, besar kemungkinan dalam deklarasi-deklarasi pemenangan berikutnya, baik SBY, Sohibul maupun Zulkifli tidak akan terlihat mendampingi Prabowo Subianto, kecuali dalam acara-acara di luar deklarasi "kemenangan".

Alhasil, Prabowo akan semakin kesepian karena ditinggal teman-teman dekat sendirian.

***