Sebut 99 Persen Rakyat Hidup Miskin, tapi Prabowo "Mengemis" pada Rakyat

Selasa, 25 Desember 2018 | 06:19 WIB
0
150
Sebut 99 Persen Rakyat Hidup Miskin, tapi Prabowo "Mengemis" pada Rakyat
Prabowo Subianto (Foto: Merdeka.com)

"Terpaksa aku minta bantuan dari kalian semua. Karena kita kekurangan dana perjuangan. Kami minta kerelaan yang mau bantu Rp2 ribu, Rp5 ribu, Rp10 ribu, Rp20 ribu. Kami nanti akan umumkan nama-nama rekening. Kita hanya bergantung kepada rakyat," ucap Prabowo di hadapan relawannya di Istora Senayan, Jakarta, Kamis, 22 November 2018.

Sungguh Ironis, seorang jenderal, mantan menantu penguasa Orde Baru, pengusaha sekaligus anak keluarga pembesar melontarkan kata-kata seperti itu. Padahal, kiprahnya menjadi calon presiden disokong adik yang adalah seorang taipan. Padahal juga, Prabowo telah mendapuk calon wakil presiden dari pengusaha yang juga tajir melintir, yang uang 500 milyar baginya tak ubahnya uang jajan gorengan.

Ini bukan soal sekedar jenderal kaya yang terpaksa meminta bantuan, yang biaya pemeliharaan kudanya saja bisa menghidupi dua puluh orang dalam sebulan. Masih teringat di tahun 2014 lalu pasangan capres dan cawapres Jokowi-Jusuf Kalla juga menggalang donasi dari rakyat yang akhirnya mampu mengumpul dana 35 milyar. Bagaimanapun, penggalangan donasi untuk ongkos politik adalah hal yang wajar dan legal.

Yang membuat janggal adalah ucapan Prabowo di depan emak-emak relawan di Bali beberapa waktu lalu yang menyebutkan 99 persen rakyat Indonesia hidup pas-pasan bahkan miskin. Menurut Prabowo, angka tersebut didapat dari data Bank Dunia. Padahal, data berupa kurva dari Bank Dunia menunjukkan bahwa rasio jumlah masyarakat miskin pada garis kemiskinan nasional di tahun 2017  adalah 10,6% dari PDB.

Ternyata, menurut Bank Dunia rasio jumlah masyarakat miskin di Indonesia itu paling tinggi di tahun 1999 yaitu mencalai 23,4% terhadap PDB. Cinderamata dari sang mertuakah? Sungguh ucapan yang mempersulit dirinya sendiri, ucapan demi menjatuhkan pihak lawan.

Entah kesulitan yang Prabowo alami itu fakta atau kamuflase belaka. Prabowo bahkan sempat mengaku sulit mendapatkan pinjaman dari Bank Indonesia untuk melengkapi logistik pilpresnya.

Pada Juni-Juli 2018 Prabowo pun sempat melakukan penggalangan donasi untuk ongkos politik perjuangan Gerindra. Sebuah video pidato Prabowo yang duduk di samping bendera Gerindra dengan gagah bak seorang presiden melengkapi upaya penggalangan dana tersebut. Tak ayal, dana donasi yang disebut Waketum Gerindra , Arief Poyuono, ditarget akan dapat 10 trilyun hanya menghasilkan dana 700 juta rupiah saja.

Prabowo dengan ambisi capresnya, sejak 2004 sudah merintis jalan menuju kursi RI 1 melalui konvensi capres partai Golkar dan gagal karena dikalahkan Wiranto. Pada 2009 Prabowo pun berduet dengan Megawati dan harus menerima dirinya hanya di posisi cawapres, itu pun kalah telak dengan SBY.

Prabowo yang mendirikan partai Gerindra pun mencoba peruntungan capres melawan Jokowi di 2014. Apa daya, upaya ke tiga kalinya itu pun kandas. 2019 ini dipastikan Prabowo maju lagi dengan siasat yang tak main-main tentunya. Bukan sedikit modal yang telah ia keluarkan untuk duduk di kursi RI1, triliunan rupiah.

Seorang pengamat mengatakan, biaya logistik Pilpres seorang Capres sebesar 7 triliun rupiah. Prabowo sudah mengikuti Pilpres dua kali, yaitu tahun 2009 dan 2014. Belum lagi dana lobi saat konvensi Capres Golkar di 2004 lalu. Membayangkan jumlah yang dihabiskan Prabowo demi ambisinya saja saya jadi pusing sendiri. Tentu itu jumlah yang layak untuk membantu kesulitan ekonomi jutaan rakyat di Indonesia. Ah, mimpi saja saya!

Prabowo yang memilih Sandiaga Uno sebagai cawapresnya pun tak bisa berbuat banyak ketika glonggongan mahar sudah lebih dulu Sandiaga gelindingkan ke dua partai di koalisinya. Secara pamor di kalangan pengusaha, Sandiaga Uno pun kalah dengan Erick Thohir yang kini memimpin koalisi Jokowi sekaligus magnet bagi turut sertanya kalangan pengusaha dalam mendukung Jokowi.

Terjepit! Itu ungkapan yang pas dari Saya untuk seorang Prabowo saat ini. Kepanikan beliau membuatnya blunder dalam banyak hal apalagi mengenai data jumlah masyarakat miskin di Indonesia. Realitas yang dicoba untuk dibolak-baliknya demi ambisi menyingkirkan lawan. Masyarakat disebut miskin, berwajah miskin dan profesi tertentu pun ia anggap rendah demi meraup simpati seolah ada jalan keluar kelak ia terpilih nanti.

Pada saat sudah terjepit begini, mengemis dan menjual kesusahan pun jadi pilihan. Apa boleh buat ucapan sudah terlontar... Rakyat Indonesia yang katanya hanya 1 persen yang sejahtera kini ia mintakan bantuan. Kalaupun diaminkan, berarti hanya 1 persen rakyat Indonesia yang bisa membantunya... itupun kalau semuanya rela dan mau membantu maksimal.

Semoga 99 persen rakyat miskin ini masih ada yang mau menyumbangkan seribu atau dua ribu rupiahnya buat perjuangan ke sekian kalinya Prabowo ini dengan konsekuensi keraguan mereka bahwa Prabowo bisa mengangkat kesejahteraan mereka kelak. Atau, mimpi itu butuh waktu sangat panjang menunggu sang capres balik modal? Mau tertawa saya takut dosa rasanya...

***