Secara Politik, Jokowi Sudah Takluk

Langkah Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang diamini Kepala KSP Moeldoko menjadi penjamin penangguhan Soenarko.

Sabtu, 22 Juni 2019 | 16:01 WIB
0
537
Secara Politik, Jokowi Sudah Takluk
Presiden Jokowi yang juga capres petahana bersama Ketum DPP PKB Muhaimin Iskandar. (Foto: Detik.com).

Rentetan peristiwa terkait penangguhan penahanan mantan Danjen Kopassus Mayor Jenderal  TNI (Purn) Soenarko, tidak terlepas dari sikap politik purnawirawan jenderal TNI-Polri yang selama ini bersama paslon 02 Prabowo Subianto–Sandiaga Uno.

Seperti halnya Soenarko, mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zein dan mantan Kapolda DKI Jakarta Irjen Polisi (Purn) Sofjan Jacob, termasuk pensiunan pati yang berada di belakang paslon 02 yang kini juga menjadi tersangka.

Pertanyaannya, mungkinkah Kivlan dan Sofjan bakal menyusul Soenarko yang mendapat jaminan dari Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, sehingga penahanannya ditangguhkan?   

Beranikah Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian memberikan jaminan serupa kepada Sofjan yang masih dalam tahanan Polda Metro Jaya itu? Di sinilah nantinya bakal terlihat jiwa korsa pada institusi Kepolisian RI. Apakah seperti jiwa korsa di TNI?

Seperti diberitakan berbagai media, Marsekal Hadi Tjahjanto dan Menko Luhut resmi menjadi penjamin terkait permohonan penangguhan penahanan Soenarko yang telah ditahan karena berstatus tersangka penyelundupan senjata api ilegal.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Sisriadi mengatakan, Marsekal Hadi Tjahjanto sudah meneken surat permohonan tersebut. Surat ini ditujukan ke Kapolri Tito Karnavian.

“Surat permintaan penangguhan penahanan kepada Kapolri ditandatangani Panglima TNI pada hari Kamis 20 Juni 2019,” ungkap Kapuspen Sisriadi kepada wartawan, pada Jumat (21/6/2019).

Penangguhan penahanan tersebut berdasarkan beberapa pertimbangan. Mulai dari rekam jejak Soenarko hingga ikatan moral sebagai TNI. “Keputusan tersebut diambil berdasarkan beberapa pertimbangan antara lain,” unghkap Sisriadi.

Pertimbangan aspek hukum, pertimbangan tentang rekam jejak Soenarko selama berdinas di lingkungan TNI maupun setelah ia berstatus purnawirawan, “serta pertimbangan ikatan moral antara prajurit TNI dengan purnawirawan,” jelasnya.

Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menilai keputusan Marsekal Hadi Tjahjanto yang menjadi penjamin penangguhan penahanan Soenarko itu telah melalui berbagai pertimbangan.

Ia mengapresiasi langkah Hadi sebagai pembina purnawirawan yang memberikan jaminan terhadap Soenarko. “Panglima TNI kan sebagai pembina bagi para purnawirawan,” ungkap mantan Panglima TNI ini.  

“Jadi dengan pertimbangan-pertimbangan tersendiri panglima melakukan itu, jadi saya kira, saya apresiasi lah panglima itu," ujar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, seperti dilansir berbagai media, Jumat (21/6/2019).

Menurutnya, langkah yang dilakukan Marsekal Hadi Tjahjanto itu sudah dipertimbangkan secara matang. Bahkan, lanjut Moeldoko, tindakan yang diambil Hadi dalam mengajukan penangguhan penahanan Soenarko bisa diterima.

“Karena kan, sekali lagi, beliau itu sebagai panglima bagi para purnawirawan. Jadi, dengan pertimbangan-pertimbangan panglima, pasti sudah dipertimbangkan masak-masak. Jadi, apa yang dilakukan panglima menurut saya sudah bisa diterima,” ucapnya.

Tak hanya itu, Moeldoko mengaku sudah mengetahui informasi dari media massa mengenai penjamin Soenarko yang dilakukan oleh Marsekal Hadi Tjahjanto dan Menko Luhut. “Saya sih baru baca di media, bagaimana sebenarnya saya belum tahu,” jelasnya.

Polri telah mengeluarkan Soenarko yang sebelumnya dititipkan di Rumah Tahanan Militer (RTM) Guntur, Jakarta Selatan. Penangguhan penahanan dikabulkan setelah polisi mendapat jaminan dari Panglima TNI dan Menko Bidang Kemaritiman.

Soenarko sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga terlibat penyelundupan senjata ilegal dari Aceh. Terkait penetapan tersangka tersebut, Soenarko telah mendekam di RTM Guntur, Jakarta Selatan.

Kasus yang menyeret Soenarko ini berawal dari laporan yang diterima Bareskrim Polri, Senin (20/5/201), pekan lalu atas nama pelapor Humisar Sahala. Dalam laporan bernomor LP/B/0489/V/2019/Bareskrim, Soenarko dituduh melakukan tindakan makar.

Kasus ini ditangani Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Soenarko diduga melanggar UU Nomor 1/1946 tentang KUHP Pasal 110 jo Pasal 108 Ayat (1), dan Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum UU Nomor 1/1946 Tentang KUHP Pasal 163 bis juncto Pasal 146.

Sinyal Kalah

Langkah Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang diamini Kepala KSP Moeldoko menjadi penjamin penangguhan Soenarko itu sebenarnya pertanda secara politik ketiga pejabat itu sudah “ngalah”.

Terutama Luhut dan Moeldoko yang selama ini menjadi pilar politik paslon 01 Joko Widodo – Ma’ruf Amin. Yang paling tampak adalah Luhut yang selalu membela berbagai kebijakan Presiden Jokowi yang juga petahana pada Pilpres 2019, 17 April lalu.

Bahkan, hingga pasca Pilpres pun, Luhut masih “mewakili” Presiden Jokowi menandatangani berbagai MoU dengan Pemerintah China. Padahal, seharusnya Luhut tak perlu melakukan itu, hingga ada ketetapan hukum dari MK siapa pemenang PHPU.

Bersama Ketum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan mantan Kepala BIN AM Hendroproyono, Luhut Cs disebut-sebut sebagai penyokong utama Jokowi sejak menjadi Walikota Solo. Pada Pilpres 2019, mereka tetap menyokongnya.

Berbagai manuver agar paslon 01 tampil sebagai pemenang Pilpres 2019 telah pula dilakukan oleh ketiga alumni Lembah Tidar tersebut. Termasuk, berbarengan dengan proses PHPU yang berlangsung di MK, bersama CSIS, mereka mengirim utusan ke AS.

Mereka mengirim “utusan khusus” ke AS untuk menemui Presiden AS Donald Trump, tapi upaya pamungkas untuk “menjegal” paslon 02 tersebut gagal. Mereka tak bertemu Presiden Trump. Kabarnya, AS telah “melepas” dukungannya ke Jokowi.

Pasalnya, Presiden Trump sudah melihat kebijakan Presiden Jokowi selama ini lebih condong ke China ketimbang AS. Apalagi, sekarang ini AS sedang perang dagang dengan China. Dan, terpenting, AS sudah tidak terprovokasi fitnah lagi atas Prabowo.

Selama ini, para pejabat AS sudah termakan isu soal Prabowo yang dikatakan sebagai orang yang didukung oleh kelompok “Islam Radikal” dan sebagainya. Namun, berkat “penjelasan” Prabowo tidak seperti yang difitnahkan, akhirnya clear and clean.

Semula AS yang masih ragu atas Prabowo, kemudian berketetapan mengalihkan dukungannya dari Jokowi ke Prabowo. Itulah fakta politik yang mewarnai berbagai manuver selama proses Pilpres 2019. Inilah yang “ditangkap” Luhut Cs.

Apalagi, di dalam negeri sendiri, desakan agar Jokowi mundur telah pula ditunjukkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X ketika Jokowi dan keluarganya silaturahmi di Kesultanan Ngayogyakarto di Jogjakarta, usai Idul Fitri 1440 Hijriah itu.      

Sebagai pejabat yang berpengalaman, semua sinyal yang ditunjukkan oleh Presiden Trump maupun “pesan khusus” yang disampaikan Sultan Jogja kepada Jokowi itu, tentunya dengan mudah “diterjemahkan” oleh Luhut Cs dengan amat cerdas!

Bahasa politisnya, “Kali ini kita kalah, Bro!” Mereka paham dan melihat bagaimana proses sidang PKPU di MK yang secara kasat mata, Kuasa Hukum Pemohon Paslon 02 yang diketuai advokat senior Bambang Widjajanto berada di atas angin.

Sinyal politik sebagai penjamin atas Soenarko yang diberikan Panglima Marsekal  Hadi Tjahjono dan Menko Luhut Binsar Pandjaitan yang diamini oleh Kepala KSP Moeldoko itu bisa “dibaca” sebagai sikap TNI dan Pemerintah.

Seharusnya, paslon 01 dan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi – Ma’ruf cerdas pula membaca sinyal politik tersebut. Bahwa, “Kita sudah kalah, jangan paksakan diri!”

Ingat, Jogja adalah “Matrik Illahi”!

***