Netizen terlanjut heboh dengan informasi yang beredar terkait adanya tenaga kerja asing asal China yang memiliki kartu identitas mirip dengan KTP elektronik atau e-KTP. Pihak Dinas Tenaga Kerja terkait angkat bicara mengenai hal ini.
Dalam foto yang tersebar di jejaring sosial, identitas mirip e-KTP itu memang nyaris identik dengan e-KTP penduduk Indonesia yang kebanyakan memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK). Yang membedakan adalah adanya kolom kewarganegaraan dan masa berlaku yang tidak seumur hidup.
Di kolom alamat, diketahui TKA berinisial GC tersebut tinggal di Kelurahan Muka, Kecamatan Cianjur. Identitas mirip e-KTP itu sendiri dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur.
Dimintai konfirmasi melalui sambungan telepon, Sekretaris Dinas (Sekdis) Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) membenarkan foto yang beredar di media sosial itu adalah identitas e-KTP yang dikeluarkan untuk TKA.
“Beberapa waktu lalu, kepala dinas melakukan sidak ke sejumlah perusahaan sesuai dengan tupoksinya. Didampingi Kasatpol PP dan petugas PPNS, sidak dilakukan di Desa Cibokor, Kecamatan Cibeber,” kata Heri Suparjo, Sekretaris Disnakertrans.
Heri menjelaskan saat itu hanya ada satu TKA yang menunjukkan identitas e-KTP tersebut. Menurutnya, pihaknya hanya melihat dari sisi ketenagakerjaannya.
Bupati Cianjur Herman Suherman membenarkan informasi tersebut. Menurutnya, kepemilikan e-KTP bagi TKA sudah tercantum dalam undang – undang tentang administrasi kependudukan.
Kepemilikan e-KTP bagi TKA tentu tidak sembarangan didapat dan memiliki surat tinggal tetap. UU yang dimaksud Herman terdapat pada Undang – Undang Nomor 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan, pasal 63.
“Ada aturan dan ada undang – undangnya, tapi yang membedakan adalah adanya kolom kewarganegaraan. Saya juga belum mendapat informasi lengkapnya dari kadis, sifatnya juga sementara,” singkat Herman.
Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh angkat bicara mengenai polemik e-KTP yang dimiliki oleh warga negara asing. Dia memberikan tips cepat mengenai cara membedakan dua jenis KTP elektronik itu.
Zudan mengatakan tampilan e-KTP untuk warga Indonesia dan warga asing kurang lebih sama persis. Hal yang membedakan ada di detail data identitas.
Seorang WNA memang bisa memiliki e-KTP tapi dengan syarat yang ketat. Hal itu diatur dalam UU nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Pasal 63
Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP-el (dihapus).
KTP elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berlaku secara nasional.
Orang asing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku atau mengganti KTP – el kepada instansi Pelaksana paling lambat 30 hari sebelum tanggal masa berlaku izin Tinggal tetap berakhir.
Penduduk yang telah memiliki KTP – el wajib membawanya pada saat bepergian.
Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya memiliki satu KTP – el.
Dalam kesempatan yang lain, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan bahwa warga negara asing (WNA) tidak bisa ikut mencoblos di Pemilu 2019 meski memiliki e-KTP.
“WNA tak bisa memilih,” ujar Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri.
Penegasan bahwa WNA dengan e-KTP tak bisa mencoblos di Pemilu 2019 muncul terkait kasus salah input nomor Induk kependudukan (NIK) TKA China dalam e-KTP WNI bernama Bahar. Sedangkan salah satu syarat untuk bisa ikut pemilu adalah berkewarganegaraan Indonesia.
Zudan juga menambahkan, bahwasanya e-KTP untuk orang asing dibatasi hak – haknya, antara lain, tidak bisa memilih dan dipilih dalam pemilu.
Sehingga tentu tidak dibenarkan jika isu adanya kebijakan KTP elektronik secara terstruktur dirancang untuk memudahkan orang asing atau WNA asal Tiongkok masuk dan menyusup di Indonesia.
Atas riuhnya pemberitaan ini, masyarakat tentu tak perlu berspekulasi terlalu jauh, karena Kemendagri telah memutuskan untuk menunda percetakan e – KTP bagi warga negara asing WNA. Penundaan tersebut dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kegaduhan menjelang Pemilu 17 April mendatang.
Pihaknya juga telah memberikan arahan ke daerah agar daerah berhati – hati, alangkah baiknya e-KTP WNA dicetak setelah nanti Pemilu 2019. Hal ini tentu dalam rangka menjaga agar tidak terjadi kegaduhan.
Banyak masyarakat yang perlu sosialisasi lebih lanjut, bahwa pencetakan KTP elektronik WNA itu sudah sesuai dengan undang – undang. Namun kondisi di lapangan memang sedang memanas menjelang pertarungan pada kontes politik pemilu 2019. Agar semuanya kondusif, maka pencetakan KTP untuk WNA ditunda sampai 50 hari kedepan atau pada tanggal 18 April nanti.
Sosialisasi ini memang akan beradu dengan santernya berita hoax tentang WNA yang terdaftar pada DPT. Namun segala macam berita kebohongan memang sudah sepatutnya untuk difilter sehingga tidak membuat keadaan menjelang pemilu bertambah runyam.
Tim kampanye nasional (TKN) Jokowi – Ma’ruf meminta masyarakat agar tidak panik terkait warga negara asing yang mempunyai KTP elektronik, yang penting masyarakat tetap bisa mendapatkan hak pilihnya untu 17 April nanti.
Pihaknya berharap masyarakat tidak perlu resah karena informasi seperti ini. Apalagi kasus ini hanya terjadi pada 1 KTP saja, kita bisa berkaca pada isu hoax 7 kontainer surat suara yang sempat viral, tapi nyatanya hal itu dapat terselesaikan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews