Indonesian Public Institut sempat menyayangkan sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang batal memfasilitasi penyampaian visi dan misi pasangan Capres–Cawapres 2019. Menurutnya, penyampaian visi–misi calon presiden yang seharusnya di kedepankan, agar masyarakat mengetahui arah pembangunan yang akan dilaksanakan pada 5 tahun ke depan.
KPU membatalkan sosialisasi visi–misi serta program Capres–Cawapres pada 9 Januari 2018, karena tidak adanya kesepakatan antara pihak Jokowi-Ma’ruf Amin dan Prabowo–Sandi. Ketua KPU Arief Budiman juga mempersilakan para pasangan calon untuk melakukan sosialisasi sebanyak–banyaknya, sebelum pelaksanaan debat Capres–Cawapres pada 17 Januari 2019.
Undang-undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyebutkan bahwa pemaparan visi misi Capres merupakan bentuk kampanye sekaligus materi kampanye itu sendiri. Meskipun sosialisasi visi misi batal, KPU tetap akan menyosialisasikan visi misi Capres–Cawapres, salah satunya dengan mengiklankan visi misi tersebut melalui stasiun televisi.
Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), KPU memang wajib menyebarluaskan materi kampanye meliputi visi, misi, dan program pasangan calon melalui laman resmi KPU dan lembaga penyiaran publik.
Ketua KPU Arief Budiman sebelumnya mengatakan bahwa penyampaian visi misi tidak difasilitasi, karena adanya keinginan yang berbeda dari tim pasangan Capres Jokowi dan Prabowo. Apabila ada anggapan bahwa KPU melanggar undang–undang atau tidak, jelas hal ini tentu tidak dapat dibenarkan.
Sebelumnya KPU telah mempersilakan tim kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden, untuk melakukan sosialisasi visi dan misinya, mengingat tidak adanya kesepakatan antara kedua paslon tentang kegiatan sosialisasi yang akan diadakan pada Januari 2019.
KPU cukup kerepotan dalam memfasilitasi sosialisasi tersebut apabila kedua tim pasangan Capres memiliki keinginan berbeda–beda. Sehingga, lembahanya memutuskan, bahwasanya sosialisasi visi misi bisa dilakukan oleh masing – masing pasangan calon.
Keputusan KPU untuk tidak memfasilitasi tentang sosialisasi visi misi juga bukan berarti tanpa alasan, hal ini dilakukan karena kedua tim paslon tidak menemukan titik kesepakatan terkait dengan sosok yang akan membacakan visi misi tersebut.
Sebelumnya Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi – Ma’ruf meminta agar pembacaan visi-misi bisa diwakilkan kepada Timses agar efektif. Sementara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo–Sandi berkukuh agar pembacaan dilakukan oleh kedua pasangan Capres dan Cawapres.
Selain KPU kesulitan untuk memfasilitasi keinginan kedua tim kampanye yang berbeda, KPU juga telah menjalankan rapat beberapa kali, pembahasan mengenai rencana sosialisasi visi-misi Capres–Cawapres tak kunjung menemui titik terang.
Dalam hal ini KPU sah sah saja tidak memfasilitasi penyampaian visi misi, karena di era serba modern ini tentu Timses dari masing – masing calon akan lebih mudah untuk menyosialisasikan program kerja maupun visi dan misi di berbagai media.
Dengan adanya hal ini tentu kita tak dapat men-judge bahwa KPU-lah yang mengintervensi pembatalan penyampaian visi misi, dalam hal ini KPU memiliki cara tersendiri agar kinerja KPU tetap fokus pada program kerja, bukan terus–menerus meladeni perbedaan yang mencolok antara Pendukung Prabowo dan Pendukung Jokowi terkait dengan tata cara penyampaian visi misi capres dan cawapres.
Sekretaris TKN Jokowi–Ma’ruf menegaskan bahwa TKN akan melakukan sosialisasi setiap hari dengan caranya sendiri. Dirinya juga menjelaskan bahwa nantinya, Jokowi–Ma’ruf juga akan menyampaikan visi misi saat debat perdana.
Calon Wakil Presiden No 2, Sandiaga Uno mengakui bahwa pembatalan acara pemaparan visi misi yang difasilitasi KPU merupakan keputusan bersama sehingga tidak tepat apabila dikatakan KPU melakukan pelanggaran.
Meskipun begitu, belum terlambat pastinya untuk mengetengahkannya. Jokowi dielu–elukan pemaparannya terkait nawacita. Sedangkan Prabowo yang mengkritisi secara konstruktif program kerja yang kurang maksimal dari pemerintah dan mengusulkan solusi konkret.
Masih ada waktu sekitar 2,5 bulan bagi masyarakat untuk mencermati dan meniliai visi, misi dan program kerja dari setiap pasangan calon. Dengan berbagai sumber informasi yang ada, masyarakat tentu bisa mengaksesnya.
Meski demikian, ada anggota Timses Prabowo yang melaporkan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) lantaran dianggap melanggar undang – undang dan menurut mereka KPU gagal.
Hal tersebut tentu menjadi sesuatu yang menggelikan, karena KPU tidak mengambil keputusan pembatalan tersebut sendiri. Namun, dengan perwakilan dari TKN–Jokowi dan BNP–Prabowo Subianto.
Atas dasar kesepakatan dari kedua belah pihak itulah sebenarnya KPU tidak patut untuk disalahkan, apalagi sampai mendapatkan hujatan. Namun kita juga mesti membayangkan apabila ada dua keinginan yang harus difasilitasi, apa yang terjadi? Hal ini tentu akan memunculkan statement bahwa KPU tidak tegas.
Sedangkan sudah jelas dalam undang–undang, bahwasanya KPU tidak wajib memfasilitasi penyampaian visi misi pada acara debat, karena sebenarnya masyarakat semestinya sudah bisa mengakses dari berbagai sumber dan tentunya bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan pilihannya.
Masing masing tim sukses tentu hanya akan membuang–buang waktu saja apabila terus melancarkan protes kepada KPU. Daripada protes alangkah lebih baik apabila kedua Timses terus mengampanyekan sesuatu yang baik, tanpa hoax atau hasutan yang menyalahkan kaum tertentu.
Pihak penyelenggara sudah bekerja ekstra keras demi berhasilnya hajatan demokrasi lima tahunan ini. Jam terus berputar tanpa mampu mengembalikan waktu di masa lalu. Pada hari H, semua mata dari penjuru nusantara hingga dunia tertuju pada perhelatan politik yang ada di negeri ini.
Mari bersama kita jaga agar dapat terlaksana dengan aman dan damai.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews