“Apakah Mas Bro ikut mengikuti keriuhan debat pilpres kali ini?”
“Ya aku ikuti dan membaca komentar-komentar di media sosial.”
“Lalu apakah sebaiknya tidak ada lagi debat selanjutnya?”
“Debat kapanpun bisa diselenggarakan toh sudah terlanjur terbelah. Mereka yang fanatik mendukung calon Presiden dan oposisinya tetap saja berdebat.”
“Lalu apa untungnya debat.”
“Tentu ingin mengetahui visi dan misi calon pemimpin”
“Bukankah sudah telanjur muncul skenario bahwa yang satu bertahan dan mencoba menahan gempuran hoaks dan suara kebencian yang dilancarkan lawan. Sang lawan juga tidak peduli mau datanya hoaks atau ngibul yang penting menyerang dulu, Kata orang pertahanan terbaik adalah dengan menyerang.”
“Walaupun harus mengorbankan nurani?”
“Bukanlah nurani sudah tergadai dari awal… Untuk dunia politik hanya kemenangan yang dipikirkan mau bagaimana caranya embuh ra ruh!”
**
Betul juga masyarakat media sosial memang sudah terbelah. Keriuhan dukung mendukung itu menjadi warna komentar yang hadir dari pagi hingga malam, dari malam hingga siang. Kalau aku ikut diskusi dan terseret dalam kesengitan dukung mendukung bukanlah hanya kegeraman yang muncul.
Padahal, yang aku ajak diskusi itu teman sendiri. Jika aku geram lalu ngabur dan ketika ketemu teman itu lantas diam- diaman wah gawat nih, hanya gara- gara politik harus kehilangan teman?Ah gak lah.
Di kantor aku sudah melihat pola bahwa sebagian pilihan sudah mengerucut ke satu tokoh dan mereka akan selalu melihat kekurangan tokoh lain untuk menjadi bahan bullyan. Aku sendiri pasti pula sudah mantap dengan satu pilihan apapun kata orang, tetapi memperkeruh suasana dengan ikut diskusi di media sosial, eits nanti dulu.
Aku memang kadang geregetan melihat komentar yang ngawur. Tetapi aku harus menahan diri, sabar- sabar kamu mesti bisa mengendalikan emosi. Kalau tidak darah tinggi kumat, detak jantung cepat berdetak dan kejernihan pikiran menjadi terganggu. Mending ikuti saja diskusinya, tidak usah ikut ikutan menyerang atau bertahan.
“Tapi jika lama–lama membaca komentar komentar bisa gila aku.”“Ah kunci utama meredam emosi ya dengan membaca artikel di koran mainstream. Di halaman opini. Membaca runut pemikiran para pakar, membuka buku buku rujukan politik dan membedahnya dari berbagai sudut pandang.”
“Yakin bisa meredam emosi?”
“Kalau tidak ya ambil nafas dalam–dalam, atur nafas pelan pelan, sedikit bermeditasi lalu mengeluarkan segala emosi itu dengan bernafas teratur dan mengembalikan detak jantung senormal mungkin.”
“Tapi sebenarnya kau suka tidak sih dengan dunia politik?”
“Aku suka tetapi mengapa arah politik sekarang itu begitu mengerikan. Geregetan rasanya sih dengan trik- trik para politisi yang menghalalkan segala cara untuk menang.”
“Yah, itulah perkembangan zaman menuntut orang untuk membuka akses lebar-lebar. Sepertinya tidak ada rahasia yang bisa disembunyikan. Komunikasi demikian terbuka sehingga privasi orang susah terlindungi. Seperti hidup di pulau dengan 1.000 CCTV di segala sudut. Bahkan bernafaspun dipantau oleh media sosial.”
“Nah, untuk itulah bijak-bijak menggunakan media sosial. Harus pandai memilih dan memilah media sosial yang mampu memberikan efek pergaulan yang positif.”
“Mas bro, sudahlah tidak perlu tengsin kalau mau bicara politik ya bicara saja jangan takut.”
“Bukannya takut. Aku tidak ingin larut dalam suara kebencian yang berdengung terus di sekitar media sosial.Aku tidak ingin terlibat dalam diskusi seru tentang politik, capek dah. Lelah jadinya pikiran ini.”
“Okelah mas bro…jika tidak ingin bicara politik bagaimana kalau kita sepedaan saja… menyusuri kompleks…”
“Kompleks apa?! Rumah kita memang kompleks tapi perkampungan padat penduduk.”
“Sssst, pura- pura saja mas Bro… pura- pura menjadi penghuni rumah elite begicu.”
“Nah pura- pura itu juga bagian dari politik, bohong itu bagian dari strategi.”
“Ah, Luweh…. serahkan saja pada kampret dan kecebong yang berdebat.”
“Hehehe…. Iya juga…Yuk sepedaan.”
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews