Oleh: Sjaichul Anwari
Ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM selama ini bukan hanya membebani anggaran negara, tetapi juga membuat ketahanan energi rentan terhadap gejolak global. Dalam konteks inilah energi terbarukan hadir bukan sekadar alternatif ramah lingkungan, tetapi peluang strategis untuk memangkas impor dan mempercepat swasembada energi.
Pemerintah sendiri terus memperkuat langkah untuk menekan ketergantungan terhadap energi impor yang selama ini dinilai membebani devisa negara. Salah satu strategi utama yang kini dipercepat implementasinya adalah kebijakan blending BBM atau pencampuran antara bahan bakar fosil dengan sumber energi nabati seperti biodiesel dan etanol.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa impor energi Indonesia saat ini mencapai Rp520 triliun per tahun, nilai yang sangat besar dan berpotensi menggerus devisa. Oleh sebab itu, pemerintah menilai kebijakan blending menjadi langkat paling konkret untuk mengurangi ketergantungan impor sekaligus memperkuat kemandirian energi nasional.
Bahlil mengungkapkan, dengan anggaran sebesar Rp520 triliun per tahun untuk memberli bahan baku energi dari luar negeri justru malah memperkaya negara lain. Namun pemerintah tidak tinggal diam, kebijakan energi harus berpihak pada rakyat, bukan pada pihak yang menikmati margin besar dari kegiatan impor.
Menurut Bahlil, sebagian kalangan pengusaha masih ingin mempertahankan praktik impor energi karena mendapatkan keuntungan dari sistem kuota impor yang berlaku selama ini. Pihak-pihak tersebut sudah terlalu nyaman dengan sistemnya.
Namun, lanjut Bahlil, pemerintahan Presiden Prabowo sudah berkomitmen untuk menekan ketergantungan terhadap impor energi. Hal itu sejalan dengan arah kebijakan kemandirian energi dan hilirisasi nasional.
Bahlil menjelaskan, sebelum ada program biodiesel, Indonesia mengimpor sekitar 34 juta ton solar per tahun. Saat ini, impor turun drastic menjadi 4,9 juta barel per tahun setelah penerapan B10-40.
Bahkan, pemerintah sudah mencanangkan untuk menghentikan impor solar mulai tahun 2026. Pemerintah menerapkan mandatori penggunaan bahan bakar solar dengan campuran 50 persen bahan nabati atau Biodiesel B50 untuk menghentikan impor tersebut.
Bahlil menegaskan pemerintah berkomitmen untuk mencapai kedaulatan energi nasional dengan menghentikan impor minyak solar mulai 2026. Program B50 akan menggantikan seluruh kebutuhan solar impor yang selama ini masih menekan devisa negara.
Kementerian ESDM mencatat pemanfaatan biodiesel selama periode 2020-2025 telah menghemat devisa hingga USD 40,71 miliar. Dengan penerapan B50 pada 2026, potensi penghematan tambahan diproyeksikan mencapai USD 10,84 miliar hanya dalam satu tahun.
Sementara itu, selain membebani anggaran negara, ketergantungan terhadap impor energi membuat negara kita rentan terhadap dampak gejolak di pasar global. Selama setahun terakhir, pemerintah sudah mempercepat pengembangan energi baru terbarukan (EBT) sebagai langkah strategis menuju kemandirian energi nasional.
Dengan penggunaan biodiesel yang sudah cukup signifikan di dalam negeri, menjadi bukti bahwa pengembangan proyek EBT menunjukkan peningkatan yang patut diapresiasi. Namun selain bioenergi, pemerintah juga mempercepat Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan menggencarkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di berbagai daerah.
Sepanjang 2025, Kementerian ESDM mencatat dua momentum penting dalam peresmian proyek pembangkit listrik oleh Presiden Prabowo. Pertama, pada 20 Januari 2025, sebanyak 26 pembangkit Listrik diresmikan dengan total kapasitas 3,2 gigawatt (GW), dan 89 persen di antaranya berbasis EBT. Kedua, pada 26 Juni 2025, pemerintah Kembali meresmikan 55 pembangkit listrik yang terdiri dari delapan PLTP dan sisanya PLTS di 15 provinsi, dengan total kapasitas mencapai 379,7 megawatt (MW).
Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PT PLN, Suroso Isnandar menyoroti pentingnya pembangunan yang adaptif terhadap kebutuhan energi masa depan. Ia menyebut PT PLN saat ini bukan hanya penyedia listrik, tetapi motor penggerak ekosistem energi hijau nasional.
Suroso memaparkan bahwa PT PLN telah menyiapkan peta jalan transformasi energi untuk memperkuat bauran energi baru terbarukan secara bertahap dalam beberapa tahun mendatang. Pemerintah sendiri telah menetapkan target bauran EBT nasional sebesar 19-23 persen pada tahun 2030 sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Langkah itu dilakukan melalui pembangunan smart grid, pengembangan pembangkit tenaga surya di kawasan industri, serta sistem penyimpanan energi berbasis baterai yang dapat memperluas jangkauan pasokan hijau.
Suroso menambahkan, investasi di sektor EBT harus dipandang sebagai peluang jangka Panjang, bukan beban. Ia meyakini EBT memiliki efek berganda, antara lain menumbuhkan industri baru, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Dengan demikian, percepatan pengembangan energi terbarukan bukan hanya soal menambah kapasitas listrik atau mengganti sumber energi fosil, tetapi membangun ekosistem baru yang memperkuat kedaulatan nasional. Dengan dukungan regulasi yang berpihak, sinergi lintas sektor, hingga keterlibatan masyarakat, Indonesia memiliki modal besar untuk keluar dari jebakan impor BBM yang berkepanjangan.
Pada akhirnya, pilihan untuk beralih ke energi bersih adalah keputusan politik dan moral yang menentukan masa depan bangsa. Jika langkah ini diambil secara serius, bukan tidak mungkin Indonesia bukan hanya mampu memenuhi kebutuhan energinya sendiri, tetapi juga menjadi pemain utama energi hijau di kawasan.
)* Pengamat Energi Terbarukan
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews