Debat capres pertama pada tanggal 17 Januari 2019 menunjukkan bahwa 50 persen pengguna media sosial yang tadinya apatis menjadi tertarik untuk menyaksikan dan juga ikut terlibat dalam perbincangan debat. Data tersebut diperoleh dari ulasan KompasTV dengan menggunakan Drone Emprit sesaat setelah debat usai.
Artinya selama ini para swing voters memang menunggu dan tertarik untuk mengetahui visi misi para capres yang akan bertarung April mendatang. Kesempatan debat capres pertama itu benar-benar dimanfaatkan dengan baik oleh petahana.
Ibarat pertarungan dalam sebuah ring tinju, jab-jab Jokowi sudah cukup untuk membuat pertahanan Prabowo goyah. Terbukti dalam beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan tema hukum, HAM, Korupsi den Terorisme.
Prabowo anggap hukum sekarang tebang pilih
Prabowo menganggap bahwa hukum saat ini berat sebelah dan hanya mendukung petahana. Prabowo mencontohkan seorang kepala desa di Jawa Timur yang ditahan karena dianggap mendukung paslon 02.
Apa jawaban Jokowi?
Jokowi meminta agar Prabowo tidak main tuduh. Dalam negara hukum siapapun tidak ada yang kebal di mata hukum. Semua orang diperlakukan sama. Olah karena itu Jokowi meminta agar Prabowo mengikuti prosedur hukum yang berlaku. Jokowi meminta Prabowo untuk melaporkan sesuai dengan mekanisme hukum yang ada, bukan dengan asal main tuduh bahwa hukum berat sebelah.
Di momen inilah Jokowi melesakkan jab pertamanya yang cukup membungkam Prabowo-Sandi. Bahkan sekilas dalam layar kaca Prabowo tersenyum kecut saat Jokowi melesakkan jab pertamanya. Pertahanan Prabowo sudah mulai oleng.
"Jangan kita ini, sering grusak-grusuk menyampaikan sesuatu misalnya apa jurkamnya Pak Prabowo misalnya ini, Katanya dianiaya mukanya babak belur, kemudian konferensi pers bersama-sama, akhirnya apa yang terjadi ternyata operasi plastik, kalau ada. Lho ini negara hukum, kalo ada bukti bukti, silakan lewat mekanisme hukum. Laporan dengan bukti-bukti yang ada gampang sekali kok gampang sekali hukum ini kenapa harus menuduh nuduh seperti itu"
Jab pertama Jokowi ini memang akhirnya membuka tabir bahwa Jokowi juga tidak senang selama ini diserang dengan hoax yang menyudutkan pemerintah. Artinya, Jokowi sudah mulai melawan fitnah-fitnah yang ditebar oleh rivalnya.
Skandal hoax terbesar pada 2018 tersebut nyatanya memang menurunkan elektabilitas Prabowo-Sandiaga Uno. Tapi, apalah daya. Prabowo tetap memercayai konsultan asingnya untuk terus menerus melancarkan serangan hoax. Setelah Jokowi tak mempan diserang, giliran KPU yang diserang hoax 7 kontainer surat suara yang sudah tercoblos.
Baca juga 5 Blunder Prabowo yang Berpotensi Menurunkan Elektabilitasnya
Keterwakilan perempuan dalam Partai Gerindra
Jab ini boleh dikatakan telak juga karena Jokowi memberikan contoh konkret. Bisa dikatakan ini bukan jab lagi tapi serangan uppercut yang mematikan lawan hingga tak bisa berkutik. Serangan ini bahkan membuat lidah Prabowo jadi kelu.
Jokowi mempertanyakan ketidak sinkronan antara visi misi partai Gerindra yang menyatakan pemberdayaan dan prioritas perempuan tetapi justru ironisnya tak satupun ada sosok perempuan yang duduk dalam jabatan strategis di tubuh partai Gerindra.
Saat Prabowo kesulitan untuk menjawab justru Sandiaga Uno juga mati kutu dengan jawaban ini. Sikap Sandiaga Uno ini justru menjadi potret bagaimana keduanya nanti memimpin bangsa. Potret ini menunjukkan bahwa Sandiaga Uno tidak mau disalahkan dan tidak mau ikut bertanggung jawab ketika ada masalah.
"Saya bukan Gerindra lagi pak, gak bisa jawab Pak" tutur Sandiaga Uno saat Prabowo meminta bantuannya.
Padahal, Sandiaga Uno bisa menjawab dengan cara yang diplomatis. Apalagi saat ini Sandiaga bekerja dalam sebuah tim dengan Prabowo. Sebagai wakil seharusnya Sandiaga menjadi backup saat Prabowo kesulitan mengutarakan argumennya. Posisi Prabowo jelas sangat terjepit ketika dilontarkan pertanyaan seperti itu. Prabowo juga sepertinya baru nyadar kalau kepengurusan partainya belum mencerminkan keterwakilan perempuan.
Wacana keterwakilan perempuan dalam visi misi partai Gerindra jelas jadi bahan pertanyaan oleh publik luas. Ini juga menunjukkan bahwa tim riset petahana cukup unggul dalam memahami masalah dan mematikan lawan. Hal seperti ini mungkin tidak dipikirkan oleh BPN (Badan Pemenangan Nasional) Prabowo-Sandiaga Uno.
Prabowo boleh saja berkilah bahwa mereka didukung oleh emak-emak di seluruh Indonesia. Tapi, emak-emak ini hanya dijadikan pion bukan dijadikan bagian dari pemangku dan pemutus kebijakan. Inilah urgensinya bagaimana menilai antara visi misi dengan relalita yang sudah dilaksanakan.
Pertanyaan dalam segmen debat ke 4 ini benar-benar mematikan langkah Prabowo. Pertanyaan tersebut sebetulnya sederhana saja bukan?
Bagaimana dengan Jokowi? Apa yang sudah dilakukan Jokowi untuk memprioritaskan pemberdayaan perempuan?
Jokowi sudah menyatakan bahwa ada 9 perempuan yang menduduki posisi sebagai menteri dengan jabatan yang strategis.
"Saat saya membentuk kabinet ada 9 menteri perempuan yang menempati tempat-tempat strategis. Misalnya Menlu itu adalah Menteri Luar Negeri pertama, kemudian Menteri BUMN, Menteri Keuangan, kemudian Menteri LHK, kemudian Menteri yang berani dan nekat Menteri Kelautan dan Perikanan..." jawab Jokowi.
Dari dua segmen debat ini saya rasa menjadi titik berat "serangan" Jokowi pada Prabowo.
Tapi, TKN jangan senang dulu. Ini yang sedang dimainkan oleh BPN. BPN kini mengembuskan bahwa Jokowi terkesan agresif dan selalu menyerang Prabowo. Isu ini sebetulnya untuk mengcounter kekalahan Prabowo dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan Jokowi. BPN merasa tidak ada yang bisa diangkat untuk menyembunyikan kekalahan Prabowo dalam menjawab beberapa pertanyaan yang mematikan.
Kini personal branding Prabowo dipoles seolah-olah santai dan santun. Citra yang sebetulnya sudah melekat lama pada Jokowi. Apakah ini bukti bahwa Prabowo ingin menyontek personal branding Jokowi yang sukses dalam Pilpres 2014? Kita tunggu saja debat putaran kedua nanti pada 17 Februari 2019.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews