Indonesia kerap bisa memelopori dan memulainya dengan baik, namun sering tak mampu merawat dan mengembangkan warisan-warisan terbaiknya.
Dalam hal jejak langkah perempuan di ruang publik, Indonesia sesungguhnya berada di garis perintis, bahkan mendahului negara-negara termaju sekalipun.
Sejak zaman prakolonial, telah tampil tokoh-tokoh perempuan sebagai pemimpin politik. Sebutlah, Ratu Sinuhun di Palembang, Dayang Lela di Kalimantan Barat, Daeng Pasuli, Adi Matanang, Siti Aisya, dan I Madina Daeng Bau dari Sulawesi Selatan, We Tanri Ole dari Ternate, Ratu Nur Ilah, Ratu Nahrasiyah, Laksamana Malahayati, dan Sultanah Tajul Alam Safiatuddin Syah.
Kemudian, Sultanah Nurul Alam, Inayat Syah, Kamalat Syah dari Aceh, Ratu Shima (Kalingga), Pramodhawardhani (Mataram Kuno), Tribhuwanattunggadewi (Majapahit), Ratu Kalinyamat (Jepara) dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, Ratu Dewata, Ratu Sakti dan Ratu Nilakendra (Pakuan) dari Jawa Barat.
Dalam gerakan “archaic nationalism”, tokoh perempuan juga tampil. Sebutlah nama Cut Nyak Dhien dan Cut Meutia dari Aceh, Martha Christina Tiahahu dari Maluku, Nyi Ageng Serang dari Jawa Tengah.
Dalam gerakan "proto-nationalism" tokoh perempuan juga hadir. Sebutlah nama Raden Ajeng Kartini di Jawa Tengah, Raden Dewi Sartika di Jawa Barat, Maria Walanda Maramis dari Sulawesi Utara, Hajjah Rangkayo Rasuna Said dari Sumatra Barat.
Dalam gerakan “nasionalisme modern”, tokoh perempuan juga berkiprah. Salah satu tokoh terpenting dari Sumpah Pemuda adalah Siti Soendari, perwakilan dari Poeteri Indonesia.
Akhirnya, dalam membincangkan dasar negara (Pancasila) dan rancangan konstitusi (Undang-Undang Dasar 1945) di BPUPK setidaknya ada dua wakil perempuan; Ny Maria Ulfa Santoso dan Ny. Sukaptinah Soenarjo Mangoenpoespito.
Dengan bukti-bukti yang begitu meyakinkan tentang peran publik perempuan dalam lintasan panjang sejarah Indonesia, istilah founding fathers tidaklah tepat digunakan dalam kosa kata politik Indonesia. Lebih tepat disebut sebagai founding fathers and mothers (parents).
Masalahnya, Indonesia kerap kali bisa memelopori dan memulai dengan baik, namun sering tak mampu merawat dan mengembangkan warisan-warisan terbaiknya. Akibatnya, sesuatu yang semua kita rintis dalam perkembangan lebih lanjut justru dipandang asing.
Yudi Latif
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews