Agar Jokowi selalu menjadi target serangan, belum selesai Karhutla, kasus Revisi UU KPK, juga pembahasan RKUHP, sekarang dimunculkan lagi pemberian gelar Putra Reformasi pada Jokowi.
Ada-ada aja hal yang bisa memancing agar Presiden Jokowi di-bully, entah prakarsa siapa, dan apa perlu memberikan Jokowi gelar Putra Reformasi.
Awalnya Minggu (22/9/2019), beredar surat berkop Universitas Trisakti bernomor 339/AK.15/USAKTI/R/IX/2019. Surat itu ditujukan kepada Menteri Sekretaris Kabinet terkait rencana pemberian penghargaan kepada Presiden Jokowi.
Dalam surat itu tertulis, dalam rangka peringatan Dies Natalis Universitas Trisakti ke-54, Presiden Jokowi akan diberi penghargaan sebagai Putera Reformasi.
Disebut, penghargaan dipersembahkan kepada Jokowi atas karya dan keberhasilan dalam mendukung cita-cita gerakan reformasi yang diawali dari peristiwa 12 Mei 1998 di kampus Trisakti.
Surat itu tampak ditandatangani Rektor Universitas Trisakti Prof Dr Ali Ghufron Mukti, 12 September 2019. Di surat tersebut juga ada stempel rektor. Sumber
Dengan beredarnya Surat tersebut, maka hebohlah jagat media sosial. Berbagai tanggapan pun bermunculan, namun setelah Surat itu viral, dari pihak Trisakti pun membantah kalau Surat tersebut dari Trisakti.
Lagian juga tidak jelas konteksnya memberikan gelar Putra Reformasi kepada Jokowi, akhirya bermunculan berbagai tanggapan negatif, seakan-akan hal tersebut memang sengaja direncanakan.
Kalau melihat dari konteks peristiwa ini, ada kesan ingin menciptakan situasi seolah-olah Jokowi memang ingin membawa rezimnya kesituasi dijaman orde baru, seperti yang selama ini dikesankan pada Pemerintahan Jokowi.
Tujuan lain dari menciptakan kegaduhan terkait pemberian gelar pada Jokowi, agar Jokowi kembali menjadi titik fokus serangan kelompok yang tidak mendukung pemerintahannya, yang pada akhirnya akan mem-bully Jokowi habis-habisan.
Yang anehnya lagi kenapa Surat yang beredar tersebut mengatasnamakan Trisakti, kenapa bukan universitas lainnya.
Akibatnya yang bereaksi duluan politisi Gerindra, yang juga Alumni Trisakti, Andre Rosiade mengkritik rencana bekas almamaternya itu.
"Saya menolak rencana pihak Universitas Trisakti memberikan penghargaan 'Putra Reformasi' kepada Pak Jokowi," katanya di Jakarta, Minggu (22/9/2019). Baca disini
Alumni Universitas Trisakti (Ika Usakti) menegaskan usulan penghargaan Putera Reformasi kepada Jokowi bukan dari mereka. Mereka juga mengingatkan Rektor Trisakti bahwa Universitas Trisakti adalah lembaga pendidikan, bukan lembaga politik.
Ika Usakti memberi tanggapan karena dalam surat yang beredar disebut bahwa pemberian gelar Putera Reformasi kepada Jokowi adalah realisasi dari amanah 'Deklarasi Alumni Trisakti untuk Jokowi' pada 9 Februari 2019.
Sepertinya Pak Jokowi tak putus dirundung Malang, selalu saja dijadikan objek serangan. Sudah bisa diduga pihak-pihak yang merencanakan pemberian gelar Putra Reformasi pada Jokowi, untuk memancing kegaduhan politik.
Agar Jokowi selalu menjadi target serangan. Belum selesai kasus Karhutla, kasus Revisi UU KPK, juga pembahasan RKUHP, sekarang dimunculkan lagi pemberian gelar Putra Reformasi pada Jokowi.
Secara politis tujuannya adalah untuk menciptakan kegaduhan dimasyarakat, agar Jokowi menjadi sasaran masyarakat untuk di-bully. Inikan keji sekali, bisa merusak imej seorang kepala negara.
Kalau memang Trisakti tidak mengakui sebagai pihak yang mengirim surat tersebut, sebaiknya aparat kepolisian harus menyelidiki siapa pihak yang dengan sengaja mengedarkannya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews