Masih tersisa kesempatan satu kali lagi Prabowo debat ke-5, 13 April. Semoga beliau tidak nyaman "dikerjain" untuk ke sekian kalinya.
Ibarat seorang prajurit yang tidak membawa senjata ketika berhadapan dengan musuh di medan perang, seperti itulah yang dialami Prabowo setiap kali tampil di panggung debat.
Padahal Prabowo tahu siapa yang menjadi lawan debatnya, Jokowi, capres petahana yang sudah lama malang melintang di bidang pemerintahan. Jokowi adalah lawan berat karena pernah menjadi walikota dua periode, gubernur setengah periode, dan presiden yang sebentar lagi akan genap satu periode.
Seperti tidak jera dan mengambil hikmah dari pengalamannya sebelumnya, Prabowo kelihatan terlalu percaya diri sehingga tidak mempersiapkan senjata pamungkasnya yang sebenarnya. Namun benarkah ada senjata pamungkas itu? Hanya beliau yang tahu. Seharusnya Prabowo juga mengingat kisah debat Pilpres 2014 silam.
Sebagai mantan prajurit, mestinya Prabowo sadar bahwa agar siap berperang, minimal sangkur, pistol, granat dan sebagainya perlu dibawa serta. Tetapi lagi-lagi, bekal sederhana tersebut saja tidak tersedia, yang diandalkan hanya rudal jinjing (keuangan negara bocor) dan bendera putih (mengaku punya prinsip sama dengan lawannya).
Saya tidak perlu membahas rangkaian proses dan hasil debat Pilpres lima tahun lalu, itu sudah menjadi kenangan yang akan terus membekas di hati Prabowo dan Jokowi.
Mengapa saya menyebut bahwa Prabowo selalu "dikerjain" Jokowi? Ya, setiap kali debat, status "KO" konsisten dibawa pulang oleh Prabowo. Bendera putih gemar dikibar.
Minimal ada tiga hal yang hingga debat ke-4 (30/3/2019) Prabowo dibuat "babak belur" oleh Jokowi, yakni:
Pertama, sebanyak 6 caleg Partai Gerindra yang merupakan mantan koruptor (Debat 1, 17/01/2019). Jokowi mengaku informasi tentang ini diperoleh dari data Indonesia Corruption Watch (ICW). Jokowi mempersoalkan Prabowo, karena sebagai ketua umum dinilai tidak selektif dan seolah tidak pro terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Saat menjawab, Prabowo mengatakan bahwa data ICW subjektif, kader-kader yang diusungnya sudah diseleksi dengan baik, dan jumlah uang yang dikorupsi tidak seberapa.
Kedua, Prabowo menguasai lahan setidaknya 340 ribu hektar, di antaranya 220 ribu hektar di Kalimantan Timur dan 120 ribu hektar di Aceh Tengah (Debat 2, 17/2/2019). Jokowi mengungkap hal ini karena Prabowo mengatakan hampir semua lahan di Indonesia dikuasai oleh konglomerat atau pengusaha.
Prabowo pun mengafirmasi, beliau betul punya lahan seluas itu. Prabowo juga mengaku akan mengembalikan lahan itu kepada negara jika memang dibutuhkan.
Ketiga, Prabowo ditanya tentang Mal Pelayanan Publik/ MPP (Debat 4, 30/3/2019). Prabowo menjawab sepakat dengan adanya MPP namun beliau tidak menyebutkan apa kepanjangan dan bagaimana manfaatnya bagi masyarakat. Bahkan Prabowo lari ke masalah korupsi dan jual-beli jabatan.
Ketika mendengar jawaban yang disampaikan Prabowo tidak nyambung, Jokowi meluruskan. Jokowi menjelaskan, MPP itu terkait pelayanan yang dibutuhkan masyarakat, entah mengenai izin usaha, investasi, serta izin-izin dan non izin lainnya. MMP dibuat dan diterapkan agar pelayanan publik berlangsung cepat, tepat, dan murah. Hingga saat ini MPP sudah ada di 13 kota di Indonesia.
Salah satu contoh konkrit penerapan MPP di bidang izin usaha yaitu diluncurkannya Online Single Submission (OSS) atau perizinan usaha terintegrasi secara elektronik. Dengan OSS, izin usaha bisa selesai dalam waktu dua sampai tiga jam, di mana sebelumnya memakan waktu bertahun-tahun.
Sebenarnya masih ada beberapa lagi, tapi saya hanya mencatat hal-hal yang menurut saya cukup menohok.
Jika ada yang minat, sila ditambah. Masih tersisa kesempatan satu kali lagi kepada Prabowo pada debat ke-5, 13 April mendatang. Semoga beliau tidak nyaman "dikerjain" untuk ke sekian kalinya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews