Memasuki debat kedua Capres-Cawapres pada 17 Februari mendatang, ternyata masih banyak blunder yang dilakukan oleh tim pemenangan masing-masing kandidat. Dalam hal ini, saya ingin menyoroti sikap Fadli Zon yang belakangan kian santer dibicarakan publik lantaran sejumlah kontroversi yang dibuatnya, mulai dari puisi "doa yang tertukar" hingga pernyataan menohok yang menolak penganugerahan Medali Kemerdekaan Pers untuk Jokowi.
Mengapa sikap Fadli yang saya sorot, sebab sampai saat ini banyak pernyataan dia di media yang kontraproduktif dan tidak menonjolkan apa kelebihan Prabowo dibanding Jokowi. Jujur saja, saya tidak ingin debat kedua dan seterusnya antiklimaks karena pertarungan Pilpres hanya membahas hal-hal remeh-temeh yang jauh dari substansi kandidasi yaitu adu gagasan akan perubahan bangsa ini ke depannya.
Sebagian kecil teman saya malah terjangkit letupan-letupan retorika Fadli hingga mereka jadi senang mengumbar pesimisme, getol menebar postingan propaganda dan rajin beragitasi atas perkara baik yang dicapai bangsa ini.
Padahal, kalau Fadli mengiring pendukung Prabowo untuk fokus pada keunggulan Prabowo dan Sandi, maka bisa jadi mampu menjadi sumbangsih yang cukup baik bagi elektabilitas paslon 02. Ya, walaupun, kadang dengan verbal aggressiveness bisa juga membaca keberuntungan seperti yang dialami Trump dalam Pilpres Amerika.
Intinya, disadari atau pun tidak, kalau Fadli masih "cerewet" dengan kinerja pemerintah semata (dalam kapasitasnya sebagai Wakil Ketua DPRRI), tapi lupa mengimbanginya dengan menjaga citra Prabowo yang selama ini terkesan "sering menjadi korban" atas salah strategi para timsesnya, maka ini jelas bisa merugikan Prabowo.
Ada tiga hal yang saya pikir kurang diperhatikan Fadli, demi menjaga citra Prabowo: Pertama, kampanye yang dilayangkan Fadli dkk masih sebatas "artificial message", ya seperti hanya membahas program di permukaan atau rebut-ribut perkara unsubstantial. Kedua, seharusnya Fadli Zon berani menjajakan program-program Prabowo yang punya nilai keberbedaan yang menonjol (contracting) dari Jokowi. Ketiga, terlalu sering bermain di arena dialektika relasional yang akhirnya membiaskan kampanye itu sendiri.
Meminjam pandangan Leslie Baxter (1988) bahwa inti dari dialektika relasional adalah simpul kontradiksi dalam hubungan antarpribadi (baca: Heryanto, 2019). Pola komunikasi dicirikan oleh ketegangan-ketegangan atau konflik antar individu. Konflik muncul ketika seseorang mencoba memaksakan keinginannya kepada yang lain.
Maksudnya, setiap orang lebih condong mencari pembenaran, bukan kebenaran. Sehingga, narasi yang dibangun terkadang amat subjektif dan tidak jelas. Pokoknya, pemerintah salah, selalau salah, namun lupa menyuguhkan solusi yang bisa mendatangkan positioning yang tepat.
Oleh akrena itu, di kubu oposisi,jika ingin manuver sebelum debat kedua ini, maka alangkah baiknya menghindari ucapan dan sikap yang merugikan Prabowo seperti yang dilakukan Fadli Zon. Sadar maupun tidak, faktor "cerewet" dan ganjen media dari Fadli ini, bisa menjadi boomerang bagi Prabowo.
Kalau sudah begini, Jokowi bakal kian sulit ditumbangkan, bahkan boleh jadi makin menguat karena orang-orang tidak menemukan kampanye substansial dari kubu Prabowo, ditambah lagi sikap Fadli yang bikin mumet.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews