Hindari Mudik Cegah Penularan Covid-19

Sabtu, 16 Mei 2020 | 15:02 WIB
0
73
Hindari Mudik Cegah Penularan Covid-19
Foto: grid-oto.com

Usaha memutus rantai penularan Covid-19 mustahil dilakukan sendirian oleh Pemerintah. Masyarakat pun perlu mengambil bagian dalam mencegah Covid-19, salah satunya dengan tidak mudik pada Hari Raya Idul Fitri 1440 H karena guna menghindari potensi penyebaran Covid-19 kepada keluarga di kampung halaman. 


Setelah kampanye dirumah saja, kampanye untuk jangan mudik semakin santer disuarakan oleh berbagai kalangan, bahkan alm Didi Kempot juga sempat membuat rekaman lagu dengan ajakan ojo mudik.


Kampanye tersebut tentu bukan tanpa alasan, kegiatan mudik tentu saja akan banyak orang-orang di daerah merah (red-zone) seperti Jakarta dan sekitarnya yang terinfeksi Covid-19 tidak menunjukkan gejala atau asimtomatik.
Mereka yang mudik ke kampung tidak tahu kalau dirinya menjadi carier atau pembawa virus karena tidak di tes terlebih dahulu. Lalu mereka pulang bertemu keluarga, tetangga dan bahkan belanja di pasar, maka penularan covid-19 sangatlah mungkin terjadi.
Guru Besar Ilmu Mikrobiologi Klinik dari Universitas Indonesia Amin Soebandrio mengatakan, mudik akan meningkatkan secara tajam orang yang terpapar virus corona.


Kalau kita coba hitung secara kasar, apabila satu orang menularkan virus kepada 2 hingga 4 orang, maka jika ada 100 orang yang mudik, tentu saja dalam 2 minggu kedepan akan meningkatkan jumlah ODP, PDP serta positif covid-19.
Amin juga mengatakan, bahwa mudik merupakan cara ampuh dan cepat dalam menularkan virus corona hingga ke desa dan kampung di daerah.
Padahal fasilitas kesehatan di daerah bisa jadi terbatas karena tiadanya ruang isolasi dan laboratorium klinik yang dapat melakukan uji swab ataupun PCR.
Sementara itu, pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai larangan mudik dapat mencegah terjadinya gelombang kedua penularan virus corona di Indonesia.
Penyebaran virus tentu akan semakin tidak terkendali bila mudik masih diizinkan. Sebab para pemudik tidak hanya berpotensi menyebarkan virus ke kampung halaman, tetapi juga bisa menyebarkan virus ketika ia kembali ke tempat perantauan.


Humas PB IDI Halik Malik mengatakan mudik sangatlah rentan menyebabkan melonjaknya kasus penularan di daerah-daerah. Apalagi, mereka yang dikunjungi di kampung halaman rata-rata adalah orang yang sudah berusia lanjut, sehingga bagi para lansia yang memiliki penyakit bawaan, tentu saja sangat rentan menjadikan penyakit tersebut semakin parah jika dirinya tertular covid-19.
Pihak IDI juga menghimbau, bagi yang sudah terlanjur mudik, untuk senantiasa melakukan karantina mandiri selama 14 hari di kampung halaman. Hal ini juga bukan tanpa alasan karena karantina mandiri sangatlah penting untuk mencegah penularan.


Pada kesempatan berbeda, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memastikan tidak ada perbedaan mudik dan pulang kampung yang perlu diperdebatkan. Sebab, menurutnya, keduanya sama-sama dilarang oleh pemerintah di masa panemi covid-19 ini.
Budi mengatakan, kebijakan larangan mudik telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 tahun 2020.
Pelarangan Mudik juga didukung oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, ia menilai keputusan larangan mudik sangat tepat untuk mengantisipasi penyebaran virus corona.


Ganjar juga meminta agar pendaftaran penerima bantuan sosial di Jakarta yang ditutup pada tanggal 23 April ini diperpanjang. Sebab, masih banyak warganya yang belum terdaftar dan belum mendapatkan bantuan apa-apa.
Gubernur Jawa Tengah 2 periode tersebut juga meminta agar masyarakat Jawa Tengah yang ada di Jakarta untuk bergotong-royong memberikan bantuan. Mereka yang mampu, diharapkan dapat membantu warga yang tidak mampu selama pandemi ini berlangsung.
Meski demikian, Ganjar juga meminta agar pemerintah di Jakarta juga dapat menjamin masyarakat yang masih merantau disana bisa mendapatkan jaminan hidup yang layak. Karena jika tidak, maka bukan tidak mungkin gelombang mudik akan tetap terjadi.
Menunda mudik tentu saja sama dengan menghindarkan penularan virus corona. Sebaliknya, justru dengan mudik maka angka penularan covid-19 akan meningkat, dan pandemi ini pun akan sulit untuk berakhir.


Sikap konsisten ini tentu harus dipertahankan sampai pemerintah mencabut status bencana covid-19 hingga 29 mei. Pelarangan mudik ditengah status kedaruratan covid-19 tentu bukanlah pelanggaran hak asasi manusia.
Tentu saja silaturahmi di era seperti ini bisa dilakukan dengan banyak hal, melalui video call misalnya, atau dengan saling bertatap muka melalui aplikasi zoom. Sehingga masyarakat tidak perlu merogoh kocek terlalu dalam untuk membayar biaya travel yang naik hingga 2 kali lipat.