Inilah Pemilu Terumit dan Termahal di Dunia!

Sudah waktunya pemerintah, DPR, dan KPU untuk mulai memikirkan atau membahas kembali sistem pemilu kita untuk 2024 supaya lebih efisien.

Senin, 8 April 2019 | 23:08 WIB
0
141
Inilah Pemilu Terumit dan Termahal di Dunia!
Surat suara (Foto: Detik.com)

Pemilu serentak, baik itu pilpres, pileg (DPR,DPRD I,DPRD II) dan DPD tinggal sepuluh hari lagi. Ini pemilu terumit dan termahal di dunia. Masa kampanye juga terlama di dunia, yaitu kurang lebih enam bulan atau setengah tahun. Tahapan pemilu dari masa pendaftaran sampai dilantiknya presiden dan wakil presiden memakan waktu 18 bulan. Awalnya 22 bulan.

Kenapa pemilu di Indonesia termasuk terumit dan termahal di dunia?

Karena dalam pemilu serentak nanti-masyarakat akan diberikan lima kertas suara yang ukuran kertasnya sangat lebar dan panjang. Masyarakat akan memilih atau mencoblos untuk pilpres, DPR, DPRD I, DPRD II dan DPD.

Apalagi sistem pileg atau pemilihan legislatif dengan sistem terbuka atau memilih dan mencoblos gambar atau foto sang caleg. Tentu ini akan membuat masyarakat bingung karena tidak mengenal sang calon. Jangankan untuk masyarakat awam, untuk yang berpendidikan tinggi saja juga dibuat bingung. Bahkan daftar urutan calon DPD ada yang mencapai nomor urut 50. Oalah...

Dan pemilu 2019 bisa dikatakan pemilu termahal di dunia, karena anggarannya mencapai Rp26 trilyun. Anggaran sebesar itu untuk satu putaran pilpres. Bagaimana kalau capres dan cawapres lebih dari dua pasang dan harus dua putaran seperti pilkada DKI Jakarta?

Tentu dibutuhkan anggaran yang sangat besar. Belum kalau angka golput mencapai 30%, tentu anggaran itu akan menjadi mubadzir dan terbuang percuma.Karena banyak yang tidak menggunakan hak pilihnya. Jadi tidak efisien.

Masa kampanye yang terlalu panjang juga menjenuhkan dan membosankan. Masa kampanye enam bulan lebih adalah masa kampanye yang amat panjang. Bahkan kampanye yang terlalu panjang bisa memicu konflik sosial diakar rumput atau konflik antar pendukung capres dan cawapres.

Apalagi kampanye terbuka membuka peluang untuk terjadinya konflik sosial atau konflik antar pendukung. Hanya karena lihat pendukung memakai baju atau kaos dari capres dan cawapres lain bisa terjadi tindak kekerasan.

Kampanye terbuka dengan melibatkan massa yang sangat besar seperti sebelum era reformasi  sangat rentan terjadinya gesekan antar pendukung. Masak hari gini masih kampanye dengan sepeda motor yang memekakkan telinga dan mengganggu lalu lintas.

Bahkan negara tetangga Malaysia sekalipun dengan sistem yang berbeda, tetapi setelah Perdana Menteri terpilih tidak membutuhkan waktu yang lama untuk melantik sang Perdana Menteri terpilih tersebut. Hanya kurang lebih waktu sebulan sudah dilantik.

Berbeda dengan negara kita, pilpres tangal 17 April dan pelantikan presiden dan wakil presiden baru bulan Oktober. Dan ini juga butuh biaya yang besar. Ujungnya, birokrasi kita memang panjang dan melelahkan.Kalau tidak hati-hati bisa memicu konflik yang tidak diharapkan.

Sudah waktunya pemerintah, DPR, dan KPU untuk mulai memikirkan atau membahas kembali sistem pemilu kita untuk 2024 supaya lebih efisien dan tidak rumit atau bertele-tele dan membosankan. Harus berani membuat terobosan-terobosan supaya pemilu lebih sederhana dan pastisipasi masyarakat juga tinggi.Sekarang era digital.

Bisa saja menerapkan sistem digital untuk wilayah perkotaan dan dengan sistem manual dengan mencoblos untuk wilayah pedesaan yang susah untuk dijangkau. Karena wilayah Indonesia sangat luas dan tidak sama antara pulau Jawa dengan luar Jawa.

Gunakan hak pilih anda sesuai pilihan.

***