Untuk mempunyai sifat ksatria tidak harus berlatar belakang militer. Tidak sedikit orang yang berlatar militer yang tidak ksatria dan malah menjadi pecundang.
Dalam pilkada atau pilpres terkadang pihak yang kalah tidak bisa menerima kekalahannya. Ada yang secara ksatria mengakui kekalahannya dan ada juga yang menjadi pecundang. Tidak mau mengakui kekalahannya, apalagi mengucapkan selamat kepada pemenang. Sekalipun hanya berdasarkan hitung cepat atau versi quik count.
Tetapi ada pelajaran yang patut diapresiasi dan mendapat acungan jempol, ia kalah dalam putaran kedua pilkada DKI pada tahun 2012 sebagai petahana. Namanya Fauzi Bowo yang saat ini menjabat sebagai duta besar Indonesia untuk Jerman.
Pada waktu itu gubernur petahana Fauzi Bowo menurut hasil quick count atau hitung cepat dari rilis lembaga-lembaga survei dinyatakan kalah melawan Joko Widodo yang saat ini sebagai presiden.
Apa yang dilakukan Fauzi Bowo dalam menyikapi hasil quick count atau hitung cepat yang menyatakan dirinya kalah dalam pilkada DKI Jakarta?
Dengan ksatria dan jantan pada sore harinya langsung melakukan konferensi pers hanya sekali dan tidak berkali-kali seperti capres, mengatakan bahwa dirinya kalah dan mengucapkan kepada pasangan Jokowi sebagai pemenang gubernur DKI Jakarta. Bukan hanya itu. Fauzi Bowo juga tidak membawa masalah atau sengketa pilkada DKI ke MK atau Mahkamah Konstitusi.
Fauzi Bowo yang notabene dari sipil berani secara ksatria mengakui kekalahnnya dan mengucapkan kepada lawan tandingnya dalam perebutan jabatan gubernur DKI Jakarta.
Setelah tidak menjadi gubernur, Fauzi Bowo diberi jabatan sebagai duta besar untuk Jerman oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Karena Fauzi Bowo adalah kader partai Demokrat waktu itu.
Dan Joko Widodo naik menjadi gubenur DKI Jakarta. Menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta kurang lebih dua tahun, Joko Widodo mencalonkan sebagai presiden dan terlipih sebagai presiden Republik Indonesia pada 2014.
Biasanya di negeri ini kalau berganti pimpinan pemerintahan misal berganti kepala daerah atau presiden biasanya akan mengganti pejabat sebelumnya atau loyalis-loyalis pejabat sebelumnya.
Tetapi, setelah Joko Widodo menjadi presiden -ia tidak menerapkan atau mengikuti tradisi seperti itu. Tidak mengganti pejabat-pejabat sebelumnya. Karena presiden Joko Widodo menganut faham untuk meluluhkan seseorang lebih baik dipangku. Ntar juga mikir sendiri atau tahu diri.
Dan itu juga diterapkan kepada mantan gubernur DKI Fauzi Bowo yang menjabat sebagai duta besar Jerman sampai sekarang. Presiden Jokowi tidak mengganti atau menarik Fauzi Bowo sebagai duta besar di Jerman. Justru hubungan keduanya semakin baik dan mesra.
Sepertinya Fauzi Bowo juga nyaman dengan sikap presiden Jokowi ini. Buktinya, Fauzi Bowo tidak mengundurkan diri sebagai duta besar untuk Jerman. Padahal dulu rival dalam perebutan jabatan gubernur DKI Jakarta.
Inilah sikap dua mantan kepala daerah yang harus ditiru dan diapresiasi. Sekalipun pernah menjadi rival tapi tetap saling menghargai dan tetap menjaga hubungan baik.
Untuk mempunyai sifat ksatria tidak harus berlatar belakang militer. Tidak sedikit orang yang berlatar militer yang tidak ksatria dan malah menjadi pecundang. Tidak siap kalah tapi mau menang sendiri, ngumumin sendiri sebagai presiden entah berantah.
Tirulah putra Betawi Fauzi Bowo yang secara ksatria dan jantan mau mengakui kekalahannya dan tidak memperpanjang masalah.
Jangan mengaku ksatria apalagi patriot kalau kalah dalam perebutan kekuasaan langsung deklarasi berkali-kali.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews