Jokowi Justru Dilawan Rakyat!

Militansi pendukung inilah yang akan menentukan seperti apa jalannya kampanye terbuka.

Selasa, 26 Maret 2019 | 07:57 WIB
0
702
Jokowi Justru Dilawan Rakyat!
Capres nomor urut 01 Joko Widodo saat Berkampanye di Stadion Jember Sport. (Foto: Kompas.com).

Pilpres 2019 yang akan diselenggarakan Rabu, 17 April 2019, tidak hanya sekadar proses pemilihan Kepala Negara saja, tapi juga proses perjuangan sosial rakyat semesta melawan kebohongan, tidak amanah, ingkar janji, pencitraan, dan lain-lain.

Karena itu, rakyat pun membuat spanduk perlawanan karya sendiri, meski sekadar selembar karung dan cat seadanya. Itulah semangat rakyat yang ingin melawan tanpa kekerasan, tanpa ancaman, tanpa pula berlindung di balik aparat.

Realitas itulah yang terjadi belakangan ini menjelang hari pencoblosan Pilpres 2019. Rakyat rupanya sudah bosan merasakan kondisi ekonomi yang serba sulit. Mereka ingin perubahan. Rakyat pun berharap pada Prabowo Subianto.

Lihat saja antusiasme rakyat saat paslon Prabowo Subianto–Sandiaga Uno turun ke bawah menyapa rakyat. Luar biasa! Seakan gelaran Pilpres 2019 sudah selesai dengan kemenangan paslon nomor urut 2 Prabowo – Sandi tersebut.

Karakter capres petahana Joko Widodo yang berpasangan dengan cawapres Ma’ruf Amin, tampak sekali warna “aslinya” saat pidato di Jogjakarta, Jum’at (22/3/2019). Pemarah dan “pendendam”. “Saya akan lawan,” tegas Jokowi.  

Rupanya, Jokowi selama 4,5 tahun itu ngempet dan diam meski dihujat, dihina, direndahkan, difitnah, dan lain sebagainya. Jokowi tidak seperti Susilo Bambang Yudhoyono saat menjabat Presiden mengalami hal yang nyaris serupa.

SBY pernah pula didemo, difitnah negara auto pilot, dan bahkan, dihina disamakan dengan kerbau. Apakah pada kampanye periode kedua SBY bicara akan lawan? Tidak seorangpun ditangkap ketika demo dan menghina Presiden SBY.

Yang terjadi pada saat Pemerintahan SBY, pasal penghinaan presiden malahan dianulir MK. Meski dihina, oleh SBY dibawa nyante saja, sambil nyanyi. Itulah mengapa SBY menang telak sampai 61% suara pemilih pada Pilpres 2009.

Jokowi tampaknya panik takut kalah. Saking takutnya sehingga dia menyatakan, “akan saya lawan” tersebut. Melalui Menkominfo Rudiantara, suara rakyat melalui medsos pun mulai coba diberangus di masa tenang Pilpres 2019.

Rakyat pun curiga, hal ini dilakukan supaya wajah rivalnya tak muncul lagi. Sementara dia dan Ma’ruf dengan bebasnya bisa setiap saat muncul di televisi, media, dan medsos dengan dalih, “Ini bukan kampanye, Jokowi sedang tugas sebagai Presiden”.    

Siapa yang akan menjadi pemenang pilpres? Benarkah Jokowi akan kalah dan Prabowo unggul? Tanda-tandanya sudah bisa kita baca sejak hari ini. Kalau tak mau ketinggalan kereta, sampai 21 hari ke depan jangan luput untuk terus mengamati jalannya kampanye.

Minggu (24/3/2019) kampanye terbuka dimulai. Paslon 01 Jokowi – Ma`ruf melakukan start kampanye bersama di Serang, Banten. Kabarnya, massa dikerahkan oleh Kades dan Lurah dari luar Serang dengan bayaran kisaran Rp 25 – 50 ribu/orang.

Paslon 02 Prabowo – Sandi melakukan kampanye secara terpisah. Prabowo mulai kampanye di Kota Manado dan dilanjutkan ke Kota Makassar. Sandiaga Uno bertemu para pengusaha pemula dalam forum Young Entrepreneur Summit (YES) 2019 di Sragen.

Kampanye terbuka berlangsung hingga 13 April 2019 akan sangat menentukan, siapa yang akan menjadi pemenang kontestasi Pilpres 2019. Masihkah Jokowi bisa bertahan menjadi Presiden Periode Kedua?

Litbang Harian Kompas menyatakan, mengingat selisih elektabilitas kedua paslon yang sangat tipis, kampanye terbuka akan menjadi penentu. Siapa yang lebih berhasil melakukan konsolidasi dan mobilisasi massa, akan menentukan siapa yang menjadi pemenang pilpres.

Dari beberapa indikator yang disurvei dan jalannya kampanye kedua paslon, Litbang Kompas sesungguhnya sudah memberi gambaran yang cukup jelas. Siapa yang akan muncul menjadi pemenang? Jokowi – Ma`ruf sedang berada di ambang kekalahan, kendati elektabilitasnya masih unggul.

Mengapa? Seperti apa jalannya kampanye sesungguhnya sudah bisa diprediksi. Litbang Kompas mendapati pendukung Prabowo – Sandi jauh lebih militan dibandingkan pendukung Jokowi – Ma`ruf.

Militansi pendukung inilah yang akan menentukan seperti apa jalannya kampanye terbuka. Karena itu hampir dapat dipastikan kampanye Prabowo – Sandi akan selalu pecah. Sementara kampanye terbuka Jokowi – Ma’ruf masih menjadi tanda tanya.

Mengutip wartawan senior Hersubeno Arif, ada enam indikator yang diukur sehingga Litbang Kompas sampai pada satu kesimpulan: Pendukung Prabowo-Sandi lebih militan!

Indikator pertama yang diukur adalah apakah responden selalu mengikuti informasi terkait pasangan capres – cawapres pilihan mereka. Hasilnya, pendukung Prabowo – Sandi lebih banyak dengan 61,4 persen, sementara pendukung Jokowi – Ma`ruf 57,9 persen.

Indikator kedua, apakah pendukung turut menyebarkan hal positif tentang capres-cawapres jagoan mereka. Hasilnya kembali menunjukkan keunggulan untuk pendukung Prabowo – Sandi sebesar 40,8 persen, ketimbang pendukung Jokowi – Ma`ruf 35,5 persen.

Ketiga, apakah pendukung akan membela jika ada informasi yang merugikan paslon jagoan mereka. Hasilnya, pendukung Prabowo – Sandi yang mengaku akan membela jagoan mereka berjumlah lebih banyak, yakni 36,1 persen, ketimbang Jokowi – Ma`ruf 34,3 persen.

Keempat, survei juga mengukur kesediaan pendukung untuk mengikuti kampanye paslon jagoan mereka. Hasilnya tetap sama, pendukung Prabowo – Sandi lebih banyak yang bersedia menghadiri kampanye dengan jumlah 21,7 persen, Jokowi – Ma`ruf hanya 15 persen.

Kelima, apakah pendukung bersedia untuk memberi sumbangan materi berupa uang atau barang. Pada indikator ini, pendukung yang bersedia menyumbangkan materinya mengerucut jumlahnya, namun tetap menunjukan keunggulan pada Prabowo – Sandi.

Pendukung Prabowo – Sandi sampai ada yang rela menyumbangkan materinya mencapai 8,3 persen, sementara pendukung Jokowi – Ma`ruf 5,9 persen.

Keenam, apakah para pendukung bersedia mengajak orang lain memilih paslon yang mereka dukung. Hasilnya, pendukung Prabowo – Sandi lebih besar dengan 27 persen, dan pendukung Jokowi – Ma`ruf 23,8 persen.

Dari enam indikator tadi, indikator keempat sangat menentukan seberapa besar pendukung yang akan hadir pada kampanye terbuka. Perbedaannya sangat signifikan. Pendukung Prabowo – Sandi jauh lebih antusias. Ada selisih sebesar 6,7 persen.

Survei ini menjelaskan mengapa dalam setiap kampanye Prabowo, massa pendukung yang hadir selalu membludag, tumpah ruah. Sebaliknya massa pendukung Jokowi sering sepi. Sampai-sampai harus melakukan pengerahan massa menggunakan ASN.

Perbandingan massa kampanye antara Sandiaga versus Ma`ruf malah lebih njomplang. Sandi selalu disambut eforia. Sedangkan Ma`ruf beberapa kali terpaksa membatalkan kampanye karena pengunjung sangat sepi.

Perpaduan antara rendahnya militansi dan hilangnya pesona Jokowi menjadi penyebab mengapa publik enggan menghadiri kampanye. Sementara Ma`ruf sama sekali tak punya daya tarik yang bisa menyedot pendukung.

Untuk kampanye pertama yang berlangsung di kampung halaman Ma`ruf, Ketua TKN Erick Thohir sampai harus bersusah payah turun tangan. Erick terlihat hadir dalam kampanye PDIP yang digelar di alun-alun Kota Tangerang, Minggu, 24 Maret 2019.

Dia kemudian meminta massa pendukung PDIP untuk bergeser ke lapangan Ciceri, Serang tempat Jokowi – Ma`ruf menggelar kampanye.

Selain Tangerang, TKN juga mengerahkan massa dari Cilegon. Mayoritas adalah pendukung PDIP. Kampanye perdana ini menjadi pertaruhan bagi TKN seberapa besar mereka berhasil memobilisasi massa. Mereka juga tidak ingin dipermalukan di kampung halaman Ma’ruf.

Prabowo memulai kampanyenya di Manado yang ternyata dikejutkan dengan antusiasme warga. Di kampung halaman ibunda Prabowo ini BPN tidak terlalu memasang target tinggi. Mereka menyadari Manado adalah basis pendukung PDIP dan Jokowi.

Pada Pilpres 2014, Jokowi – Jusuf Kalla memperoleh 58,77 persen. Sedangkan paslon Prabowo – Hatta Rajasa 41,23 persen. Namun sepanjang jalan menuju lapangan Ternate Baru, Manado massa menyambutnya dengan antusias.

Sambutan yang jauh lebih meriah terjadi ketika Prabowo menggelar kampanye terbuka di lapangan Karebosi Makassar. Massa tumpah ruah. Dia didampingi oleh pengusaha Erwin Aksa, keponakan Wapres Jusuf Kalla.

Makassar sebelumnya bukan kota yang ramah bagi Prabowo. Pada Pilpres 2014 Prabowo – Hatta kalah telak dari paslon Jokowi-JK. Di kota Makassar Prabowo hanya mendulang 29, 43 persen. Jokowi memperoleh 70, 53 persen.

Militansi pendukung ini juga menjelaskan mengapa elektabilitas Jokowi turun, sedangkan elektabilitas Prabowo naik. Dibandingkan dengan survei bulan Oktober 2018, Jokowi turun 3,4 persen, Prabowo naik 4,7 persen.

Faktor lain yang juga sangat berpengaruh adalah angka mereka yang memutuskan tidak memilih alias golongan putih (Golput). Kubu Jokowi dihantui banyaknya pendukung yang tidak akan memilihnya kembali.

Semua fakta yang terjadi di lapangan tersebut adalah bentuk “perlawanan” rakyat terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi selama ini. Slogan di baliho, “Rakyat Jokowi Ma’ruf”, di berbagai kota ternyata cuma sebatas tulisan saja.

Karena, realitas yang terjadi di lapangan, ternyata saat Jokowi – Ma’ruf kampanye terbuka sepi pendukung, seperti yang terjadi di Jember, Senin (25/3/2019).

Itulah perlawanan rakyat!

***