Mengapa Pilpres 2019 Bukan Cuma Pertarungan Prabowo vs Jokowi?

Rabu, 16 Januari 2019 | 07:16 WIB
0
452
Mengapa Pilpres 2019 Bukan Cuma Pertarungan Prabowo vs Jokowi?
Foto :Tribunews.com

Ketika dalam pesta demokrasi ada yang memanfaatkan sebagai momentum masuknya tujuan lain, maka harus dicurigai bahwa Pemilu 2019 bukan sekedar Kontestasi Pilpres. Itu artinya dalam Pilpres 2019 bukan cuma hanya ada 2 kubu.

Kubu ketiga yang menyusup dengan memanfaatkan momentum Pilpres, haruslah diwaspadai oleh 2 kubu yang akan bertarung.

Kita tidak bisa menutup mata, bahwa memang ada kelompok yang mempunyai kepentingan lain dalam Kontestasi Pilpres 2019. Bisa jadi dugaan saya salah, namun mewaspadi masuknya kepentingan lain dengan membonceng momentum Pilpres harus diwaspadai bersama.

Kelompok pengusung khilafah jelas tidak berpuas diri kalau ruang gerak mereka semakin dipersempit, namun gerakan mereka secara bergrilya memasuki sendi-sendi Politik, untuk menghancurkan demokrasi yang mereka anggap sebagi Thogut, tidak bisa dianggap remeh.

Seperti yang dilansir Tribunews.com, bahwa Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Pemuda (GP) Anshor Yaqut Cholil menyatakan beberapa Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pejabat perusahaan BUMN, mendukung didirikannya NKRI bersyariat.

Informasi tersebut pun disampaikan Yaqut kepada Presiden Joko Widodo, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko saat bertemu di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/1/2019).

"Di ASN sudah banyak kelompok pengusung khilafah yang ingin negara lain, selain Indonesia masuk ke sana, pejabat teras di BUMN juga banyak," ujar Yaqut.

Saya sangat yakin baik kubu Prabowo maupun kubu Jokowi sangat menyadari hal ini. Prabowo secara jelas pernah menyatakan Tidak mendukung khilafah, begitu juga Jokowi. Kita semua tahu, kemana kubu ketiga ini merapat, dengan segala misi dan tujuannya.

Bahwa Pilpres 2019 bukanlah cuma pertarungan 2 kubu, itu adalah sesuatu yang kasat Mata, dan sangat nyata. Sebagai kelompok pengusung khilafah, jelas mereka tidak mendapat tempat dalam sebuah pertarungan yang jelas dan terbuka, tapi mereka memanfaatkan momentum pertarungan tersebut untuk memasukkan kepentingan mereka.

Kita bisa saja bilang secara De jure HTI memang sudah tidak ada, tapi secara De facto HTI masih ada. Akar Organisasi ini sangat kuat, karena pembiaran terhadap tumbuh kembangnya selama puluhan tahun, membuat populasi pengikut Organisasi ini semakin berkembang dinegara ini.

Mereka masuk pada ruang-ruang kosong yang tidak diisi oleh NU dan Muhamadyah. Sama perkembangannya PKS dengan Ikhwanul Musliminnya, mereka juga mengakar dalam lahan-lahan kosong yang tidak tersentuh oleh NU dan Muhamadyah.

Setiap ada pergesekan diantara keduanya kubu yang akan bertarung pada Pilpres 2019, sangat menguntungkan kubu ketiga untuk mengambil kesempatan. Bisa saja gesekan pertarungan tersebut menjadi besar akibat dimanfaatkan kubu ketiga.

Tentunya hal seperti ini tidaklah kita harapkan. Sejarah perpecahan di Timur Tengah haruslah menjadi pelajaran bagi kita bersama. Bagaimana kelompok penyusup mengambil kesempatan untuk memecah belah, hanya demi kepentingan pendirian negara khilafah.

Kelompok ini tidak bisa dipandang remeh, mereka tetap ada, dan jumlahnya Juga besar. Yang jelas mereka nyaman membonceng kubu 02, karena saling membutuhkan.

Kubu 02 membutuhkan kaum radikalis tersebut, karena jumlah massanya sangat bisa dimanfaatkan untuk membangun Politik pengerahan Massa, begitu juga sebaliknya, kelompok tersebut memanfaatkan kubu 02 sebagai tempat naungan.

***