Rizieq yang Brisik

Minggu, 11 November 2018 | 07:15 WIB
0
306
Rizieq yang Brisik
Prabowo dan Rizieq (Foto: Ngopibareng.id)

Siapa sebenarnya dia? Sebutan habib di depan namanya, konon penanda ahlul bait, keturunan Kanjeng Nabi Muhammad shallallahu’ alaihi wassallam. Mungkin saja. Habib atau Sayid, adalah darah biru, ningrat Arab. Bukan rakyat jelata.

Itu sesuatu yang membuat Abdurrahman Baswedan, kakek Anies R. Baswedan yang baru saja mendapat gelar Pahlawan Nasional, waktu itu protes dan mendirikan PAI (Partai Arab Indonesia). Kelas-kelas sosial etnis Arab di Indonesia, menurut AR Baswedan, salah kaprah, dan tak sesuai tuntunan nabi. Tapi entah kenapa justeru cucu AR Baswedan kemudian nempel pada habib dalam Pilgub 2017.

Kalau kita percaya Nabi Adam manusia pertama yang turun ke dunia, dan menurunkan umat manusia di permukaan bumi ini, bukankah semua berhak mengklaim keturunan Nabi Adam, di mana Muhammad salah satu turunannya? Jadi, kita masih basodara dong?

Klaim-klaim elitisme, juga legitimasi kesucian, hanya dilakukan mereka yang tak pede. Dalam sebuah kampanye di depan para ulama blok GNPF, Prabowo menjanjikan jika menang pilpres, akan menjemput Rizieq Shihab pulang ke Indonesia.

Aneh. Kalau mau pulang, pulang saja. Toh KTP Rizieq Shihab menunjukkan dia warga negara Indonesia? Lantas, kenapa mesti dijemput pulang, itu pun dengan janji kalau menang pilpres? Kalau kalah?

Di Indonesia Rizieq Shihab tak ada yang ngusir. Jadi DPO (Daftar Pencarian Orang) pernah. Tapi bukankah dia sendiri yang kabur ke Arab, dengan alasan mau umroh? Tapi bahkan sudah dua kali bulan haji, Rizieq tak juga pulang-pulang. Kayak Bang Thoyib.

Alasannya, kalau pulang masuk jebakan betmen, bakal ditangkap, atau dikerjain polisi. Lha ngapain takut? Dengan ancaman apapun, kalau meyakini kebenarannya, ngapain jiper? Buktikan di pengadilan, bukannya justeru kabur. Alasan sistem pengadilan Indonesia sesat (karena bukan pengadilan tuhan), ya adukan saja ke tuhan. Biar tuhan ikutan marah, dan manusia Indonesia dikutuk jadi cendol. Bukankah Tengku Zulkarnaen percaya, karena menista Rizieq maka tuhan marah, kemudian membuat Palu serta Donggala ambyar diterjang tsunami?

Ngikuti logika para pengikut Rizieq, bisa pusing. Soal diinterograsinya oleh askar Arab Saudi, Rizieq cum suis menyebut itu ulah atau konspirasi pemerintah Indonesia. Lha, ngapain pemerintah Indonesia melakukan pendampingan hukum untuknya? Sementara dalam kasus Tuti Tursilawati, para pemuja Rizieq yang beragama itu, tak ada yang memberikan perhatian. Apa bedanya Tursilawati dengan Rizieq? Bukankah sama-sama makhluk tuhan?

Yang paling tragis, soal bendera yang nempel di tembok rumah kontrakan Rizieq di Mekkah. Para pengagumnya bilang Rizieq dijebak. Ada yang usil 'buang tai' ke jidat Rizieq. Dan mereka menuding pemerintah Indonesia berkomplot, menghilangkan CCTV yang merekam siapa pemasang bendera. Padahal, hilangnya CCTV tak menguntungkan pemerintahan Kerajaan Arab Saudi dan Republik Indonesia. Yang untung pihak Rizieq Shihab, karena tak ketahuan siapa pemasang bendera. Intel Indonesia atau kawanan Rizieq sendiri?

Senyampang itu, dalam jawaban pada askar Arab Saudi, Rizieq mencerminkan karakternya. Penakut dan tak berani bertanggungjawab. Padahal, dari kejauhan nun di Arab sana, ia menghimbau agar kita di seluruh Nusantara mengibarkan bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid. Itu sebagai simbol perjuangan umat Islam yang terhuna. Tapi ketika ditanya askar Arab soal bendera item itu, dia mengaku tidak tahu. Dia menyalahkan pihak lain. Di mana integritas moralnya sebagai penegak bendera tauhid? Ia buang badan.

Memang beda jauh karakternya dengan Ahok. Ahok seorang ksatria, bertanggungjawab. Bukan seorang pecundang yang suka lempar isyu sembunyi tangan. Ahok juga bukan type yang suka fitnah tapi tak mau difitnah.

Darimana mesti ngadepin makhluk kek gituan? Hukum negara ditegakkan. Tak perlu takut siapapun yang mengaku-aku sebagai apa. Hukum adalah hukum. Aneh jika di luar hukum, alasan agama dipaksa-paksakan. Itu pun hanya satu agama yang dibenarkan, dan agama yang dibenarkan pun hanya yang bermazhab tertentu pula. Di mana rahmattan lil alamien itu? Berkah semesta kok cuma untuk sebagiannya.

Agama menjadi bagian dari persoalan kita, ketika hukum negara tak berani ditegakkan. Atau pun jika ditegakkan, hanya untuk si orang-orang lemah. Ngambil kayu kering dari area hutan PT Perhutani, bisa dijatuhi hukuman di atas 5 tahun.

Rasanya masih lebih mulia jaelangkung. Dia datang karena diundang, tapi pulang tak minta dianter atau dijemput. Itu karena jaelangkung nggak doyan duit. Manusia yang doyan duit, menurut Ali bin Abi Thalib, adalah manusia yang berbahaya.

Memposisikan sebagai korban, dengan harapan mendapat simpati dari masyarakat, sering dilakukan para pecundang. Dan pecundang bukan pahlawan. Tapi pemuja pecundang, juga ada. Mereka minoritas sesungguhnya, tapi berisiknya luar biasa.

Rizieq Shihab saya kira hanya memanfaatkan kelemahan sistem hukum kita. Senyampang itu ia memanfaatkan kedigdayaan politik kekuasaan, yang tak canggung melakukan eksploitasi manusia atas manusia. Padahal masyarakat pendukungnya, juga bukan kelompok militan. Kalau diadu dengan Banser NU mereka kalah banyak dan kalah pede.

Mereka takut pelor dari pestol Polisi, belum jika tentara diterjunkan. Sebagaimana Rizieq sendiri, yang merasa jadi pahlawan dan sok penting. Nyalinya juga sak-upil. Jika saja pihak KBRI tak melakukan pendampingan, Rizieq sudah dihukum pancung karena kasus bendera itu.

Setelah insiden penangkapan Rizieq, apakah para pemujanya akan melakukan demonstrasi membela bendera tauhid? Di Kedutaan Besar Arab Saudi Jakarta, atau jalan kaki Petamburan - Mekkah? Di depan istana Raja Saud, karena menangkap imam besar mereka dengan tudingan memajang bendera item itu?

Palingan beraninya cuma teriak-teriak di medsos. Boikot naik haji! Atau kalau tidak, nyebar hoax, berdalih, lempar tanggung-jawab, ngadu domba. Atau ternak akun medsos, bikin media online abal-abal, tapi kelihatan be'eng bo'ongnya.

Lantas, apakah askar Indonesia seberani askar Arab, dalam menegakkan hukum negara? Itu yang akan menjadi ukuran, negara serius atau tidak.

***