Democracy dan Mullahcracy

Mullahcracy memainkan kelemahan perasaan para followernya soal agama dengan terus membuai mereka dengan ayat atau hadits demi mencapai tujuan mereka.

Senin, 10 Februari 2020 | 07:14 WIB
0
322
Democracy dan Mullahcracy
Para Mullah di Iran (Foto: frontpagemag.com)

Kalau sebuah partai politik dipimpin oleh pemimpin agama yang menolak dikritik.

Merasa benar sendiri, tidak mau dikoreksi, menjadikan diri lebih kuat daripada negara, dan terus menerus anti kritik. Ini namanya diktator, totaliter, dan feodal.

Partai adalah wadah merekrut pemimpin, karena itu kalau sebuah partai rusak maka akan rusak sistem kepemimpinan di indonesia.

Kalau ada partai yang tertutup, eksklusif, merasa paling benar, paling suci, menolak disalahkan, selalu merasa sangat tersinggung setiap ada kritik, maka ini bukan demokrasi.

Partai yang dipimpin oleh tokoh agama lalu menjadikan agama sebagai dagangan utama untuk menipu rakyat atau menipu pengikutnya, ini namanya Mullahcracy bukan demokrasi.

Mullahcracy merujuk kepada sistem pemerintahan Iran dibawah ideologi syiah dan kepemimpinan para ayatullah dan para mullah.

Mullahcracy tidak menerima kritik, tidak menerima koreksi, aktivitas mereka adalah jualan agama demi kepentingan para elit negara padahal rakyat Iran sengsara.

Mullahcracy adalah sistem politik feodal yang kaku, saat manusia didewakan, pimpinan partai yang menuntut terus dipuja puji atas nama kesolidan.

Mullahcracy adalah sistem politik dimana para tokoh agama memimpin partai dengan menuntut taat total, patuh total, dan tidak mau diprotes oleh pengikutnya.

Mullahcracy adalah sistem kepemimpinan satu arah, one dimensional show, sistem dimana agama dijual demi shahwat kekuasaan para elit.

Mullahcracy adalah sistem tertutup dan tokoh partai berdiri diatas hukum negara, dia memperkuat dirinya bahkan dengan cara melawan hukum negara.

Mullahcracy adalah sistem partai dimana ustadz, habib, atau tokoh agama menjadikan agama sebagai tameng untuk menutupi kebobrokan moralnya.

Mullahcracy membunuh perbedaan pendapat, membunuh demokrasi, menolak adu gagasan, menyingkirkan lawan dengan cara cara makar, dan memiliki persepsi sendiri soal soal negara dan politik.

Sistem mullahcracy banyak bersarang di partai partai di indonesia terutama partai islam, dimana tokoh agama terus jualan ayat atau hadist bahkan saat tokoh tersebut sedang berada dalam tahanan.

Mullahcracy anti demokrasi, mullahcracy adalah ideologi paralel, mullahcracy adalah sistem eklektik yang usang dan merusak demokrasi.

Tokoh dalam sistem Mullahcracy tidak malu terus menerus meminta pengikutnya taat total bahkan saat sang tokoh dihukum penjara oleh negara karena korupsi dan kerusakan moral lainnya.

Mullahcracy tidak malu memamerkan sistem foedalisme yang akut dan terus menerus merasa paling benar diatas semua golongan.

Mullahcracy ala Iran atau mullahcracy ala indonesia masih terus tumbuh karena kebodohan pengikutnya dan akibat buta demokrasi para follower nya.

Baca Juga: Sensasi Pecatur "Negeri Para Mullah" Alireza Firouzja di Moskow

Mullahcracy tidak punya batasan dalam bermanuver, mereka memiliki syahwat kekuasaan tapi menutup diri dibalik jubah kemunafikan.

Demokrasi dengan mullahcracy ibarat air dan minyak yang tidak akan pernah menyatu sampai kapanpun. Demokrasi jualan gagasan dalam keterbukaan, sedangkan mullahcracy jualan ayat atau hadits untuk terus membodohi umat.

Demokrasi dan mullahcracy adalah dua kutub magnet yang berlawanan, selama sistem mullahcracy hidup di sebuah partai, maka disana demokrasi akan mati.

Selama mindset mullahcracy masih terus tumbuh di sebuah partai atau institusi, disana demokrasi akan terus dipinggirkan dan dibunuh.

Mullahcracy memainkan kelemahan perasaan para followernya soal agama dengan terus membuai mereka dengan ayat atau hadits demi mencapai tujuan mereka.

Tengku Zulkifli Usman

***