China Nekad, Penerus Raden Wijaya Siap Lawan!

Pasukan Raden Wijaya berhasil membunuh banyak prajurit Yuan, sedangkan sisanya berlari kembali ke kapal mereka yang berada di pantai.

Rabu, 8 Januari 2020 | 13:44 WIB
0
240
China Nekad, Penerus Raden Wijaya Siap Lawan!
Presiden Joko Widodo (Foto: CNN Indonesia)

Ambisi teritorial China jelas terencana dengan rapi. Mereka tak akan berhenti di Kepulauan Spratly yang berposisi lebih dekat ke Filipina. China mulai mengganggu Kepulauan Natuna milik Indonesia. China mulai provokasi Indonesia!

Tercatat, pada 10 Desember 2019, Coast Guard China muncul di perbatasan laut di perairan bagian utara Natuna. Kapal itu dihadang oleh kapal Bakamla Indonesia. Karena dihalau, tak jadi menerobos ke dalam perairan Indonesia.

Pada 23 Desember 2019, dua Coast Guard China masuk lagi. Kali ini, kedua kapal bersenjata itu mengawal sejumlah kapal penangkap ikan China yang sedang melakukan pencurian ikan di perairan ZEE Indonesia di utara Natuna. ZEE Indonesia itu diakui PBB.

Kali ini China unjuk kekuatan. Dua kapal penjaga pantai yang bersenjata itu dibekingin oleh satu kapal frigat (kapal perang) dari kejauhan. Artinya, angkatan laut China siap melakukan tindak kekerasan.

China sekarang ini memang menjadi kekuatan militer dunia. Pada November 2019, Global Firepower merilis data peringkat negara dengan kekuatan militer terbaik peringka ketiga di dunia. Sementara Indonesia menempati peringkat 16.

Power Index Rating China: 0.0673; Total populasi rakyat: 1,384,688,986 jiwa; Total personel militer: estimasi 2,693,000 personel; Total Aset Angkatan Laut: 714; Total kekuatan pesawat: 3,187 (peringkat 3 dari 137 negara);

Pesawat Tempur: 1,222 (peringkat 2 dari 137 negara); Tank Tempur: 13,050 (peringkat 2 dari 137 negara); Anggaran Pertahanan: US$ 224 miliar atau Rp 3,152 triliun.

Power Index Rating Indonesia: 0.2804; Total populasi rakyat: 262,787,403 jiwa; Total personel militer: estimasi 800,000 personel; Total Aset Angkatan Laut: 221; Total kekuatan pesawat: 451 (peringkat 30 dari 137 negara);

Pesawat Tempur: 41 (peringkat 43 dari 137 negara); Tank Tempur: 315 (peringkat 52 dari 137 negara); Anggaran Pertahanan: US$ 6,9 miliar atau Rp 97 triliun.

Jika melihat dari peringkat kekuatan militer antara China dan Indonesia, Menhan Prabowo Subianto menahan agar TNI tidak berbenturan dengan Tentara China saat ini. Mantan Danjen Kopassus ini harus susun strategi “cerdas dan cerdik”.

Apalagi, kabarnya, kekuatan Tentara Merah itu sebenarnya mencapai 6 juta personil. Plus peralatan canggih. Sedangkan TNI cuma sekitar 400 ribu personil dengan peralatan kalah canggih. Meski begitu, TNI dan rakyat Indonesia tidak akan ciut!

Sebab, sejarah sudah membuktikan dan diketahui dunia. Perang gerilya yang dilakukan oleh Jenderal Soedirman saat agresi militer II Belanda membuat kalang kabut Tentara Belanda di Jogjakarta dan Jawa Tengah. Tak hanya itu.

Perlawanan rakyat Surabaya yang dipimpin Bung Tomo terhadap Tentara Sekutu yang ingin menguasai Surabaya pada 10 November 1945 membuat Tentara Sekutu harus kehilangan Jenderal Mallaby dari Inggris di tangan rakyat.

Teranyar, saat Kapal Tentara Laut Diraja Malaysia manuver dan provokasi di laut Ambalat, mereka akhirnya meninggalkan Ambalat setelah “ditaklukkan” oleh seorang anggota Denjaka TNI AL yang berhasil menyerbu tanpa senjata!

China harus belajar dari sejarah bahwa rakyat Indonesia ini sulit ditaklukkan. Karena, bangsa Indonesia ini pada dasarnya adalah bangsa pejuang! Bagaimana Belanda harus membayar mahal Perang Diponegoro di Jawa (1825-1830).

Apalagi, ternyata Belanda telah dipecundangi Pangeran Diponegoro saat Belanda mencoba menjebaknya dalam perundingan di Magelang. Yang ditangkap (dan kini dimakamkan di Makassar) itu bernama Mohammad Jiko Matturi.

Peristiwaitu tercatat dalam prasasti “batu tulis” yang ditemukan di Asta Tinggi, komplek  pemakaman para Raja Sumenep. Jadi, yang datang ke perundingan itu bukanlah Pangeran Diponegoro, tetapi salah seorang panglimanya.

Saat itu Pangeran Diponegoro minta bantuan ke Raja Sumenep Sultan Abdurrahman untuk menyiapkan Perang Diponegoro II. Namun, rencana tersebut tak berlanjut karena Pangeran Diponegoro meninggal setelah tinggal lebih dari 5 tahun.

Peristiwa tersebut memang tidak dicatat dalam sejarah. Namun, bukti prasasti bercerita soal strategi Pangeran Diponegoro dalam menghadapi Belanda. Perlawanan serupa juga dilakukan Tuanku Imam Bonjol di Tanah Minang terhadap Belanda.

Raden Wijaya

Kalau mau menengok sejarah, seharusnya China jangan memaksakan diri untuk manuver dan mengklaim perairan Natuna masuk ke dalam wilayahnya. Sejarah sudah mencatat, setidaknya leluhur Tentara China pernah dua kali kalah di Tanah Jawa.

Mongol (China) di masa kejayaannya Jeghis Khan hingga Kubilai Khan menaklukkan dunia, semua kerajaan begitu mendapat surat dari Mongol langsung takluk tanpa perang dan setor upeti daripada hancur lebur dan rakyatnya dipenggal oleh kebiadaban Mongol.

Tentara Mongol itu dikenal bengis dan barbar. Tapi, tidak dengan Prabu Kertanegara di Tanah Jawa. Mengzi utusan Kubilai Khan dipotong telinganya dan menyatakan menolak tunduk apalagi membayar upeti kepada Mongol.

Catatan Dinasti Yuan mengisahkan, pada 1293 pasukan Mongol sebanyak 20.000-30.000 orang (300 kapal) orang dipimpin Ike Mese, Shi bi, dan Gaoxing mendarat di Jawa untuk menghukum Kertanagara, karena pada 1289 Kertanagara telah melukai utusan yang dikirim Kubilai Khan, Raja Mongol.

Sementara itu, setelah mengalahkan Kerajaan Sriwijaya di Sumatera pada 1290, Kerajaan Singhasari menjadi kerajaan terkuat di daerah itu. Tetapi Jayakatwang, Adipati di Kediri, negara asal Singhasari, memberontak dan berhasil membunuh Kertanagara.

Menantu Kertanegara, Raden Wijaya, diampuni oleh Jayakatwang dengan bantuan wali dari Madura, Arya Wiraraja. Raden Wijaya kemudian diberi tanah hutan di Tarik. Dia membuka hutan itu dan mendirikan sebuah desa di sana. Desa itu diberi nama Majapahit, Raden Wijaya menyimpan dendam pada Jayakatwang

Kubilai Khan sangat terkejut setelah Mengzi pulang dan melaporkan kejadian penolakan Raja Jawa tersebut. Pada 1292, dia memerintahkan dan mengirimkan ekspedisi untuk menghukum Kertanegara, yang dia sebut orang barbar.

Raden Wijaya memanfaatkan kedatangan pasukan Mongol tersebut untuk menghancurkan Jayakatwang. Ia pun mengajak Ike Mese untuk bekerjasama. Raden Wijaya meminta bantuan untuk merebut kembali kekuasaan Pulau Jawa dari tangan Jayakatwang.

Dan setelah itu baru ia bersedia menyatakan tunduk kepada bangsa Mongol dan menyerahkan upeti. Tentara Mongol dengan seluruh kekuatannya bertempur dengan pasukan Jawakatwang.

Sementara pasukan Mongol bertempur melawan Jayakatwang, Raden Wijaya menyerang kota dari arah lain dan dengan cepat mengalahkan penjaganya. Istana Jayakatwang dijarah dan dibakar.

Beberapa ribu pasukan Kadiri mencoba menyeberangi sungai Brantas yang membelah Kota Kadiri dan tenggelam, sementara 5.000 tewas dalam pertempuran.

Raja Jayakatwang mundur ke bentengnya, dan menemukan bahwa istananya telah terbakar. Pasukan Mongol  mengepung Kota Daha dan meminta Jayakatwang menyerah. Pada sore hari, Jayakatwang menyatakan takluk kepada bangsa Mongol.

Setelah Jayakatwang dikalahkan oleh pasukan Mongol, Raden Wijaya kembali ke Majapahit, berpura-pura hendak menyiapkan pembayaran upeti untuk Mongol, dan meninggalkan sekutu Mongolnya berpesta merayakan kemenangan mereka.

Shi-bi dan Ike Mese mengizinkan Raden Wijaya kembali ke daerahnya untuk menyiapkan upeti serta surat penyerahan diri, Raden Wijaya meminta kapal-kapal besar Mongol masuk ke Kalimas (Brantas) dengan alasan untuk memudahkan memuat upeti yang banyak.

Kapal-kapal besar Mongol yang masuk sungai tidak bisa bermanuver, hanya bisa maju atau mundur saja, maju masuk semakin ke dalam mundur terhalang kapal di belakangnya.

Kesempatan tersebut digunakan Raden Wijaya dengan cepat memobilisasi pasukannya dan menyerang dengan panah ber-api ke arah kapal-kapal yang terjebak di Brantas, sementara pasukan di dalamnya sedang mabuk.

Pasukan Raden Wijaya berhasil membunuh banyak prajurit Yuan, sedangkan sisanya berlari kembali ke kapal mereka yang berada di pantai. Di pantai, armada pasukan Jawa pimpinan mantri Aria Adikara juga menghancurkan sejumlah kapal Mongol.

Pasukan Yuan mundur, kacau karena angin muson yang dapat membawa mereka pulang akan segera berakhir, sehingga mereka terancam terjebak di pulau Jawa untuk 6 bulan berikutnya. Setelah semua pasukan naik ke kapal di pesisir, mereka bertarung di laut melawan armada Jawa dan mengalami kekalahan yang fatal, dengan total 12.000-18.000 terbunuh.

Kabarnya, menurut catatan, Dinasti Yuan Mongol mengalami kemunduran setelah kekalahan di Jawa ini.

Akankah peristiwa serupa bakal terjadi ketika Tentara China menghadapi perlawanan pasukan “Raden Wijaya” (baca: TNI dan rakyat) jika terjadi perang terbuka? China harus ingat, “sejarah pasti berulang”!

Apalagi, Presiden Joko Widodo sudah menyatakan, "Tidak ada kompromi!" Jika China tidak ingin dipermalukan untuk ketiga kalinya, sebaiknya China tak memaksakan diri kuasai laut Natuna!

***