Nasdem dan Golkar Kuda Hitam bagi PDIP di 2024

Besar dugaan Gerindra akan menjadi Mitra PDIP dalam pertarungan politik di 2020 dan 2024. Hanya Gerindra yang mempunyai kapasitas menandingi kelihaian Golkar, NasDem dan PKS.

Sabtu, 10 Agustus 2019 | 17:44 WIB
0
561
Nasdem dan Golkar Kuda Hitam bagi PDIP di 2024
Megawati dan Prabowo (Foto: Koran Jakarta)

MAK BANTENG

PDIP adalah Mega. Mega adalah Soekarno. Jika Mega tidak ada lagi. Mau jadi apa PDIP? Jelas arahnya. Tidak sejengkalpun lahan kepemimpinan puncak dibagi oleh orang di luar trah Sukarno. Puan mungkin menggantikan. Namun apakah "pulung" Sukarno akan jatuh ke dia? Jika jatuh ke tangan dia, adakah itu di 2024?

LEBIH GANAS

Eyang Mega akan berbuat sedaya upaya agar trahnya moncer kemudian matang hingga dia yakin dan lega menyerahkan tongkat kepemimpinan PDIP.

Eyang Mega tahu persis bahwa gelombang pemilu 2024 sangatlah ganas. Lebih ganas ketimbang 2019. Nanti, seluruh gubernur, bupati, walikota, DPR, DPRD, DPRD II dan DPD dipilih serentak bersamaan waktunya dengan pemilihan Presiden.

Hiruk pikuk politik ini pemanasannya ada di 2020. Akan ada 270 daerah yang melangsungkan Pilkada untuk memilih 9 Gubernur, 224 Bupati dan 37 Walikota.

Mesin politik dipanaskan mulai bulan Juli hingga September saat Pilkada dilaksanakan di tahun depan.

PEMILU 2024

Seluruh pemimpin daerah yang menang di 2020 akan bertanding lagi di 2024. Sebanyak 270 pemimpin daerah itu akan bergabung dengan 101 pemimpin daerah : 7 Gubernur, 76 Bupati dan 18 Walikota hasil Pilkada 2017 untuk kembali bertarung.

Jadi totalnya ada di 2024 akan ada pemilihan 16 Gubernur, 300 Bupati dan 55 walikota bersamaan dengan Pilpres dan pileg.

Untuk diketahui, sesuai Undang-Undang, kepala daerah yang habis masa jabatannya di 2022 harus nyalon di 2024, termasuk Anies Baswedan. Selama dua tahun DKI dan banyak wilayah di Indonesia akan dipimpin oleh pejabat sementara yang ditunjuk Kementerian Dalam Negeri.

Melihat sedemikian gigantiknya Pemilu 2024, PDIP harus memanfaatkan momentum kemenangan di 2019 bisa lebih keras bergaung di 2024. Kolaborasi politik sangat penting mengingat prestasi PDI P yang tidak memuaskan di Pilkada 2017 dan 2018.

GOLKAR NASDEM KUDA HITAM

Dalam dua Pilkada itu Golkar dan NasDem merajalela. Di 2017, Golkar berhasil mengusung 54 kepala daerah disusul NasDem 47. PDIP cuma dapat 45.

Di 2018 citra PDIP rontok karena hanya bisa menempatkan 4 gubernur dari 11 calonnya. NasDem lagi lagi menjulang karena berhasil meloloskan 10 gubenur yang didukung bersama partai lain.

Nampak jelas bahwa Golkar dan NasDem bakal menjadi kuda hitam di Pilkada 2020 dan 2024 yang juga bakal menentukan siapa yang jadi Presiden di 2024. Belum lagi ditambah dengan kuda liar PKS yang sejak dahulu lincah disana sini dalam soal mengambil keuntungan.

Hanya figur Megawati yang dapat menahan PDIP dipermalukan di Pilkada 2020. Partai banteng ini berambisi memenangkan 50 persen posisi pemimpin daerah.

ALIANSI

Karena itu , besar dugaan Gerindra akan menjadi Mitra PDIP dalam pertarungan politik di 2020 dan 2024. Hanya Gerindra yang mempunyai kapasitas menandingi kelihaian Golkar, NasDem dan PKS.

Pastinya, Gerindra akan memaksimalkan hasil kemenangan Prabowo di 13 propinsi. Juga kantong-kantong asrama militer yang di Pilpres kemarin sebagian besar mencoblos no 2.

PDIP tidak akan bisa menarik gerbong Gerindra untuk satu jalan tanpa ada Eyang Mega. Dia satu - satunya tokoh kharismatik yang masih aktif di dunia perpolitikan Indonesia dengan kredential yang tinggi. Pemenang Pemilu dan kadernya jadi Presiden.

Kredential ini membuat Eyang Prabowo tidak bisa menolak uluran Megawati untuk berkolaborasi. Dia sudah kalah banyak dan menyaksikan penghianatan partai pendukungnya yang semuanya balik badan, kecuali PKS. Namun PKS hanya sebuah dokar. Tidak bisa menarik gerbong Gerindra. Jadi Eyang Prabowo ingin PDI P sebagai lokomotifnya.

"PULUNG" SUKARNO

Dan nampaknya keinginan itu tercapai. Eyang Mega tetap memimpin PDIP. Eyang Prabowo kemudian boleh berharap jadi Presiden di 2024 setelah tentunya melalui perundingan panjang mengenai harga yang pantas bagi dukungan PDIP.

Dan harga itu mungkin mentok di jabatan wakil Presiden. Di situ akan terlihat apakah "pulung" Sukarno jatuh ke trahnya.

Yakni, ke Puan Maharani

Yang tetap dalam pengawasan teliti Eyang Megawati.

***