SARA itu Indah

Janganlah kita tabu berbicara masalah SARA apalagi bila menyangkut politisasi oleh golongan tertentu dan menimbulkan ketidakadilan dan bahkan penindasan.

Rabu, 18 September 2019 | 12:02 WIB
0
228
SARA itu Indah
ilustr: Nusantara Kaya

Suku Agama Ras dan Antar Golongan (SARA) adalah suatu fakta sosial yang tak bisa kita hindari. Tuhan, Sang Pencipta kita, sungguh dahsyat. Ia menciptakan alam semesta dengan isinya ini penuh dengan keberagaman.  Terlebih adalah manusia. Keberagaman manusia setara dengan jumlah individunya. Tak ada sepasang pun manusia yang benar-benar persis sama.

Inilah bukti kebesaran maha karya Tuhan. Maka keberagaman  Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan harus kita maknai sebagai karunia-Nya yang luar biasa.

Membicarakan keberagaman atau kebinekaan tersebut janganlah dianggap sebagai hal yang tabu. Namun ini suatu keniscayaan yang tidak harus kita hindari. Engkau, kalian atau mereka adalah pribadi-pribadi yang berbeda yang harus kita terima. Menolaknya berarti kita menolak Sang Pencipta.

Perbedaan apabila dimaknai secara wajar dan positif selalu menjadi sesuatu yang indah. Ibaratnya sebuah lukisan atau mozaik pasti akan tidak menarik apabila hanya terdiri dari satu atau dua warna saja.

Memaknai perbedaan sebagai hal yang wajar bisa kita cermati dalam pergaulan para siswa-siswi di sekolah-sekolah swasta Katolik. Ini hanya sekadar contoh nyata yang masih terjadi dari dulu sampai sekarang. Di sekolah-sekolah tersebut, yang siswa-siswinya dari berbagai suku,agama, ras dan golongan, bukan hal yang tabu memanggil  temannya dengan  penyebutan rasnya.

Misalnya, hai Cina, hai Encik/Arab (walau sekolah Katolik tapi sekolah tersebut ada siswa keturunan Arabnya), hei Ambon dan sebagainya; tidak pernah terjadi percekcokan akibat tersinggung dengan panggilan itu. Karena mereka diajarkan tentang perbedaan dan sudah memahami pluralitas sebagai keniscayaan.

Sebaliknya kita lihat di dalam masyarakat umum, sering terjadi masalah apabila menyangkut hal seperti di sekolah tadi. Mengapa bisa terjadi begitu?

Karena perbedaan telah dipolitisasi sedemikian rupa sehingga hanya menguntungkan agama dan golongan tertentu. Berbicara atau menuliskan tentang SARA di batasi dan dicurigai. Tentu saja yang terjadi ketegangan terus menerus. Banyak orang mengaku ber-Tuhan tetapi tidak mengakui  keberagaman.

Yang semestinya dipersoalkan adalah manakala terjadi ketidakadilan dengan dalih perbedaan SARA. Seseorang dipersulit mengurus KTP hanya karena keturunan Cina. Di suatu perusahaan milik keturunan Cina, karyawan dengan jabatan, tugas dan masa kerja yang sama, digaji lebih rendah hanya karena dia bukan Cina.  Penerimaan siswa-siswi di sekolah-sekolah negeri dibatasi untuk siswa-siswi non-muslim dan Cina.

Hal-hal menyangkut SARA seperti inilah yang mestinya diselesaikan. Negeri ini belum mereformasi masalah-masalah seperti ini.

Sekali lagi SARA adalah suatu keniscayaan yang indah.  Janganlah kita tabu berbicara masalah SARA apalagi bila menyangkut politisasi oleh golongan tertentu dan menimbulkan ketidakadilan dan bahkan penindasan.

Negeri ini dilahirkan berdasarkan keberagaman maka marilah kita hargai perbedaan dan kita tegakkan keadilan. Semoga tulisan refleksi ini bisa menjadi renungan kita bersama.

***
Solo, Rabu, 18 September 2019. 11:56 am
'salam damai penuh cinta'
Suko Waspodo
suka idea
antologi puisi suko