Syahwat Kekuasaan Melunturkan Politik Adiluhung Amien Rais!

Selasa, 15 Januari 2019 | 17:24 WIB
0
470
Syahwat Kekuasaan Melunturkan Politik Adiluhung Amien Rais!
Amien Rais/LamanBerita.co


Amien Rais, siapa yang tak mengenalnya. Semua orang di Indonesia ini tentu saja mengenal 'politikus gaek' yang tak lagi punya wibawa ini. Wibawa Amien Rais semakin lama semakin memudar karena 'kebenciannya' pada sosok Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Entahlah mengapa Amien begitu membenci Jokowi. Padahal, kalau ditelusuri asal usul Amien yang juga berasal dari Solo, seharusnya dia bangga karena Jokowi yang juga putra Solo ini dipercaya menjadi orang nomor satu di negeri ini.

Jika ditarik ke belakang sebelum runtuhnya Orde Baru (Orba), Amien Rais ini adalah seorang dosen Univeristas Gadjah Mada (UGM) yang juga berpolitik. Amien kerap melontarkan secara latang kritik-kritik tajamnya pada penguasa Orba. Bahka ketika menjabat sebagai Ketua Umum Muhamaddiyah, kritiknya pada penguasa tak menjadi landai.

Keberanian Amien akhirnya mencuatkan namanya di pentas nasional. Dalam berpolitik, Amien mengaku dirinya menggunakan pendekatan high politic atau politik adiluhung, yaitu politik yang didasarkan pada konsep Tauhid sebagai prinsip utamanya. Begitu ideal sepertinya politik adiluhung yang digagas Amien Rais saat itu.

Namun, ketika dirinya sudah berada pada tataran elite politik di negeri ini, cara politik adiluhung  yang begitu luhur itu, tak lagi digunakan Amien. Sepertinya, syawat kekuasaan telah menggodanya.

Mungkin bagi awam, Amien Rais tetap dianggap menjalankan politik adiluhung, politik yang bersumber dari ajaran Islam yang rahmatan lil alamin. Namun, tidak menurut Sri Bintang Pamungkas, tokoh politik yang  berani melawan Soeharto saat itu. Sri Bintang justru menganggap Amien Rais itu penghianat reformasi. Alasannya, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut dinilai tidak konsisten dalam memperjuangankan reformasi.

Lain halnya menurut Aktivis 98, Wahab Talaohu. Dia menilai Amien Rais tidak konsisten dalam sikap politiknya. Bahkan, sejak tahun 1998 para aktivis telah menolak Amien Rais.

"Amien Rais brutus reformasi, kami menolak karena sikapnya tidak konsisten. Amien Rais tidak bersikap saat teman-teman kami dipukul dan dipenjara," katanya.

Begitu juga kata Faizal Assegaf. Aktivis 98 ini menilai Amien Rais tak layak sebagai Bapak Reformasi. Yang justru pantas menyandang sebutan Bapak Reformasi adalah Sri Bintang Pamungkas, karena telah memperjuangkan reformasi dan selalu konsisten, tak tergoda kekuasaan.

Ketika rezim orba sudah berhasil tumbang, Amien memasuki tataran politik praktis sebagai Ketua Umum Partai Amanat Asuoan (PAN) dan berhasil menduduki kursi Ketua MPR.

Pemilu 1999 pun digelar. Sebagai peraih suara tertinggi di Pemilu pertama pasca lengsernya Soeharto, sebenarnya PDI Perjuangan bisa mengantarkan sang Ketua Umum menjadi Presiden. 

Namun, akrobat politik yang dilakukan Amien Rais mengubah konstelasi politik yang ada. Poros Tengah yang digagas Amien, mengantarkan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur jadi Presiden, dan Megawati 'terpaksa' menjadi wakilnya. 

Beberapa tahun kemudian, syahwat politik Amien kembali kambuh. Dia memanfaatkan gaduh politik yang ada untukmelengserkan Gus Dur, dan secara otomatis mengatarkan Megawati sebagai Presiden ke-5. Peristiwa inilah yang hingga saat ini masih meyisahkan rasa sakit di hati pendukung Gus Dur kepada Amien Rais.

Itulah mengapa saya menyebut wibawa Amien Rais sudah tak lagi berharga, apalagi setelah segala kritik asal bunyinya (asbun) yg ditujukan kepada Jokowi. Dan, sepertinya, apa yang dilakukan kepada Jokowi adalah juga apa yang dahulu dilakukannya kepada Mega. Ya, Amien sangat terobsesi untuk merebut kursi Presiden yang saat ini diduduki Jokowi. 

Jika dahulu Amien begitu keras mengkritik dan menentang kekuasaan Soeharto dengan Orba-nya, yang terjadi kini sebaliknya. Saat ini, Amien justru berkoalisi dan mendukung Prabowo Subianto, orang yang dahulu akan dibawanya ke mahkamah militer.

Politik adiluhung  atau high politic yang digagas Amien Rais sudah lama hilang. Kini yang ada politik adu domba, politik identitas, politik yang tak lagi memiliki tata krama dan adab, seperti halnya adab ketimuran yang dimiliki masyarakat Indonesia.

Coba Anda bayangkan, bagaimana orang seperti Amien Rais bisa-bisanya mendukung kubu Prabowo-Sandi yang selama ini begitu kentalnya dengan politik kebohongan, penyebaran hoax, dan lain sebagainya.

Bukankah berpolitik haruslah yang menyatukan, bukan memecah belah? Jadi buat apa lagi kita percaya Amien Rais!

Salam dan Merdeka!

***