Wahai pembaca yang budiman.
Seperti dimaklumi, Amerika Serikat (AS) adalah sebuah negara besar, yang sangat berpengaruh di dunia, baik secara politik maupun ekonomi. Ada dua kekuatan politik di Amerika Serikat yang ikut mempengaruhi kebijakan negara itu, yaitu Partai Republik dan Partai Demokrat. Perbedaan keduanya terletak pada perbedaan ideologis.
Artinya, ideologi Partai Republik lebih memihak kepada pasar dan kecilnya peran pemerintah atau negara. Sedangkan, Partai Demokrat lebih memperbesar peran Pemerintah atau negara untuk lebih mensejahterakan rakyatnya.
Kebijakan luar negeri dari dua partai tersebut juga berbeda, dimana Partai Republik lebih mengedepankan konfrontasi dengan negara lain, sedangkan Demokrat yang cenderung menjunjung perdamaian. Kita bisa melihat perang yang terjadi sebagian besar negara-negara Arab dan Teluk terjadi ketika Amerika dipimpin oleh Presiden yang berasal dari Partai Republik.
Itulah yang dilakukan Donald Trump saat ini, dimana kebijakannya yang lebih menguntungkan pengusaha. Termasuk kebijakan Trump yang menghapus Obama Care, yaitu jaminan kesehatan bagi warga AS yang dikeluarkan di masa pemerintahan Presiden Barack Obama, sehingga jumlah warga AS yang tak terlindungi asuransi semakin banyak.
Donald Trump yang Kontroversial?
Siapa yang tidak pernah mendengar nama Donald Trump? Mayoritas penduduk di dunia ini pastinya pernah mendengar dan juga bahkan pernah melihatnya melalui berbagai jenis media. Dialah sosok Presiden ke-45 negara adidaya Amerika Serikat.
Sebelum menjadi Presiden Amerika, Donald Trump adalah pengusaha sukses. Sosok Donald Trump memang dikenal dengan sosok yang kontroversial. Tak sedikit orang mengatakan Presiden Amerika ini sangat berani berbicara, tanpa memperdulikan pro dan kontra yang disampaikannya kepada masyarakat dunia.
Misalnya, ketika Trump menyatakan dukungan dan menganggap bahwa Yerusalem adalah Ibu Kota Israel. Apa yang disampaikan Trump itu menuai kritik pedas, bahkan beberapa negara mengecam pernyataan Trump tersebut.
Pernyataan kontroversial Trump lainnya soal imigran, telah memancing reaksi keras dunia. Trump menanyakan kepada anggota Legislatif Amerika, perihal negaranya yang dimasuki orang-orang dari negara-negara yang disebutnya 'lobang kotoran', yaitu merujuk pada negara-negara Haiti, ElSavador, dan negara-negara Afrika.
Sikap yang ditunjukkan Donald Trump, seperti membenarkan hasil jajak pendapat yang dilakukan Quinnipiac University baru-baru ini. Menurut jajak pendapat tersebut, 49 persen responden mengatakan Presiden Donald Trump menjadi rasis, sementara 47 persen percaya sebaliknya. Dari hasil itu, menunjukkan bahwa presiden Amerika Serikat ke-45 itu memiliki pandangan rasis, adalah suatu temuan yang luar bisa memprihatinkan.
Kalau kita menengok ke belakang dalam sajarah Perang Dunia ke-2, orang-orang yang memiliki watak seperti Trump ini sudah ada sejak dahulu. Bahkan, mereka dicatat dalam sejarah dunia sebagai sosok yang kejam dan berbahaya, seperti Adolf Hitler dengan NAZI-nya di Jerman dan Benito Mussolini dengan degan Fasis-nya di Italia, serta beberapa nama lainnya. Mereka tentu saja mempunyai pengikut yang tidak sedikit. Orang semacam ini tentu akan berbahaya jika memegang kekuasaan, karena akan "melabarak" siapa pun yang menentangnya.
Indonesia Lebih Takut Prabowo daripada Donald Trump?
Lantas, apa yang harus ditakuti oleh rakyat Indonesia dari sosok Donald Trump? Bagi Indonesia, yang ditakuti bukan sosok Trump-nya, melainkan pola, perilaku, gaya dan pemikiran ala Trump yang ikut mempengaruhi beberapa politisi di Tanah Air. Salah satuya, Prabowo Subianto, sebagai calon presiden nomor urut 02.
Seperti yang diketahui, di masa kampanye Pilpres 2019 ini, Prabowo jelas-jelas meng-copy paste jargon kampanye Trump pada Pemilu AS 2016 lalu, 'Make America Great Again' diganti 'Make Indonesia Great Again'.
Apa yang dilakukan Prabowo adalah meniru gaya politik orang lain. Menurut Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding seorang pemimpin yang baik harus memiliki prinsip sendiri dan tidak meniru gaya orang lain. Dengan meniru gaya kampanye Donald Trump, dikhawatirkan Prabowo kemudian akan mencontoh kebijakan Trump yang hobi bikin kontroversi, yang justru membuat Indonesia semakin gaduh.
Pola copy paste semacam ini juga kita temukan di kampanye Anies-Sandi di Pilkada DKI Jakarta 2017, dimana beberapa program unggulan Anies Sandi justru meniru apa yang telah dilakukan pendahulunya, seperti Kartu Jakarta Pintar (dijadikan KJP+), dan sebagainya. Tidak mengherankan, karena Anies-Sandi memang didukung oleh Prabowo Subianto.
Kembali ke Prabowo,..
Kembali ke Prabowo yang menggunakan gaya Donald Trump. Dengan meniru gaya Donald Trump, artinya mantan Danjen Kopassus ini, sedikitpun tidak tergerak jiwa nasionalismenya sebagai mantan prajurit TNI. Pasalnya, Donald Trump memiliki jiwa dan perangai yang jauh berbeda dengan kultur atau adat istiadat masyarakat Indonesia.
Donald Trump kerap memproduksi hoaks, fitnah di sana sini dan melempar isu bombastis. Jika Prabowo menggunakan cara tersebut, maka sangat jauh berbeda dengan kultur yang berlaku di Indonesia, yang mengutamakan nilai-nilai kejujuran, tenggang rasa, dan tepo seliro. Donald Trump yang berada jauh di Amerika Serikat saja kita takuti, apalagi jika Trump hadir di Indonesia, yang ada di dalam sosok Prabowo.
Bukankah kita sedikit menyesali kebebasan berpendapat yang kebablasan dan cenderung fitnah/hoaks sebagai akibat reformasi yang tak terjaga. Lantas, mengapa kita justru kembali ingin mencontoh perilaku Trump yang jauh dari adab ketimuran masyarakat kita. Bukankah itu makin membuat bangsa kita terpecah belah?
Semoga Tuhan terus menjaga kita dalam Kebhinekaan dengan tetap bernaung dalam bigkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Merdeka!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews