Melihat Debat Capres 2019 pertama antara capres 01 dan 02, dan beberapa menonton ulangannya, yang terasa (pada saya, tentunya); Ini debat (para) calon Presiden, atau ruang evaluasi Presiden yang sedang memerintah (yang kebetulan menjadi capres pertahana) oleh capres penantang?
Beberapa yang diperdebatkan lebih berkait hal yang dilakukan oleh Jokowi selaku Presiden. Sedikit sekali pedebatan mengenai visi dan misi keduanya, kecuali yang disampaikan dalam pengantar masing-masing capres. Bandingkan dengan Debat Capres 2014, dengan pelakon sama, dan juga dengan posisi sesama capres.
Namun apa manfaat debat ini? Beberapa pengamat politik dan lembaga survei meyakini, debat menjadi momen penting menaikkan elektabilitas. Sementara, dalam berbagai analisis mereka, tingkat elektabilitas kedua capres stagnan (Jokowi di atas 50% dan kompetitornya mendapatkan sekitar 30-an persen), masih tersisa sekitar 20% belum menentukan pilihan, yang menjadi bagian penting untuk diperebutkan.
Sementara itu masing-masing pihak hanya berbekal pemilih konvensional mereka yang fanatik? Jadi, pilpres ini hanya memperebutkan sekitar 20% swing-voter dari 180 juta pemilik kartu suara? Lantas kenapa mesti dirayakan sedemikian rupa, dengan biaya mencapai puluhan milyar?
Sementara secara teknis, penyelenggaraan debat tak memberikan ruang eksplorasi. Pembagian segmentasi untuk jeda iklan (saya kurang tahu bagaimana bentuk kerja sama antara KPU dengan media yang menyiarkan acara itu secara live), menjadi sesuatu yang mengganggu. Memberi kesan acara memilih presiden ini, dengan level kepentingan bangsa dan negara, ditunggangi kepentingan komersial yang tak seberapa nilainya (dari segi keuntungan finansial).
Belum pula kehadiran host (sesenior apapun Imam Priyono dan Ira Kusno), juga tak memberi bobot apapun. Bisa jadi framing ‘sakralitas’ acara menjadi kendala keduanya. Kedua host yang disebut sebagai senior itu, tak lebih sebagai ‘master of ceremony’ sebagaimana biasa. Hanya tampak dalam konteks mereka bisa mengatasi faktor tekanan bobot acara, tapi tidak dalam konteks menambah bobot acara.
Dibandingkan model Debat Pilkada, Debat Capres sama sekali tak memberi ruang penajaman masing-masing kandidat, baik dalam bertanya maupun menjawab. Lantas, apakah hanya mereka yang beruntung saja, yang dalam waktu dua jam bisa mendapatkan loop-hole, bola muntah, kemudian mendadak elektabilitasnya naik?
Apakah dengan hal itu maka reputasi kandidat, dengan segala rekam jejaknya, bisa dihapus begitu saja? Dihapuskan oleh hasil pelatihan singkat menghadapi acara debat, sekalipun masing-masing kandidat dilatih, dimentori, disimulasi para ahlinya, bahkan dari luar negeri segala?
Kita lihat apakah teori komunikasi bisa dicabut dari aspek-aspek humanitasnya. Hingga kemenangan Donald Trump pun seolah bisa dijadikan role model di mana-mana? Hingga seorang capres yang sok anti asing bisa mensubya-subya konsultan asing?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews