Jakarta — Suasana khidmat dan penuh rasa hormat menyelimuti berbagai daerah di Indonesia. Pemerintah menetapkan Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, sebagai Pahlawan Nasional dan menuai apresiasi luas dari berbagai kalangan yang menilai langkah tersebut mencerminkan kedewasaan bangsa dan kematangan pemerintah dalam membaca sejarah secara objektif, sekaligus menjadi simbol rekonsiliasi nasional.
Direktur Eksekutif ToBe Institute, Mochamad Imamudinussalam, menilai pemberian gelar ini sebagai bentuk penghargaan terhadap jasa nyata Soeharto dalam membangun fondasi bangsa.
“Soeharto hadir melalui program seperti swasembada pangan, pembangunan infrastruktur desa, teknologi, peningkatan kesejahteraan petani, hingga kebijakan ekonomi yang pro-rakyat. Soeharto adalah bagian penting dari perjalanan republik ini, dengan jasa yang nyata dan kontribusi besar terhadap menjaga kedaulatan bangsa dari agresi militer asing dan juga terhadap pembangunan nasional,” ujarnya.
Dari kalangan akademisi, Sahmin Madina dari IAIN Gorontalo menyebut penetapan Soeharto sebagai simbol persatuan bangsa.
“Pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto dapat menjadi simbol rekonsiliasi nasional dan kedewasaan politik bangsa,” katanya.
Ia menilai langkah pemerintah ini menjadi contoh nyata bahwa bangsa Indonesia semakin dewasa dalam mengelola perbedaan pandangan dan siap menatap masa depan dengan semangat persatuan.
Dukungan juga datang dari kalangan partai politik. Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, mengajak publik melihat sisi positif dari perjalanan panjang kepemimpinan Soeharto.
“Sukar juga kita menghilangkan objektivitas bahwasanya sosok Presiden Soeharto telah memberikan posisi dan peran,” tutur Surya.
Menurutnya, pembangunan ekonomi, stabilitas politik, serta kemajuan infrastruktur di era Soeharto menjadi tonggak penting bagi perjalanan Indonesia menuju modernisasi.
Pandangan senada disampaikan Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Abdul Haris Fatgehipon, yang menilai pemberian gelar tersebut adalah bentuk penghormatan negara terhadap para pemimpin bangsa.
“Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada para mantan presiden Republik Indonesia bentuk penghormatan negara kepada para pemimpin bangsa,” ucap Abdul Haris.
Ia menekankan bahwa penghargaan ini bukan sekadar seremoni, melainkan refleksi kebijakan bernegara yang menghormati jasa pemimpin tanpa memandang perbedaan politik di masa lalu.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Veritas Institut, Aldi Tahir, menilai keputusan pemerintah ini menunjukkan kematangan demokrasi dan sikap objektif bangsa Indonesia.
“Gelar pahlawan nasional bukan soal suka atau tidak. Ini soal menilai jasa seseorang secara objektif. Kalau setiap luka pribadi dijadikan alasan, maka bangsa ini akan kehilangan kemampuan untuk mengakui jasa tokohnya,” tegasnya.
Menurut Aldi, penetapan ini membuktikan bahwa bangsa Indonesia telah meninggalkan dendam politik masa lalu dan memilih jalan penghormatan sejarah.
Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto dinilai menjadi momentum penting bagi bangsa Indonesia untuk kembali menegaskan jati dirinya sebagai bangsa yang besar — bangsa yang tidak melupakan sejarah, menghargai jasa pemimpin, dan terus menjaga suasana persatuan serta kondusivitas nasional.
Dengan semangat Hari Pahlawan, masyarakat di berbagai daerah pun menyambut keputusan ini dengan tenang dan penuh penghormatan. Di tengah suasana yang semakin harmonis, langkah pemerintah ini dianggap sebagai bentuk kematangan berdemokrasi dan bukti bahwa bangsa Indonesia mampu belajar dari masa lalu untuk membangun masa depan yang lebih kuat dan bersatu.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews