Inspirasi Jumat: Empat Sifat Rasulullah dalam BTP

Seharusnya kita umat Islam, alih-alih menghalangi, harusnya introspeksi. Mengapa BTP yang bukan muslim justru bisa memiliki sifat-sifat kepemimpinan Rasulullah.

Jumat, 22 November 2019 | 05:21 WIB
0
460
Inspirasi Jumat: Empat Sifat Rasulullah dalam BTP
Basuki Tjahaja Purnama (Foto: esquire.co.id)

Dalam Alquran, disebutkan bahwa sebaik-baik teladan, yang dalam bahasa Arab disebut uswatun hasanah, adalah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. QS Al-Ahzab ayat 21, kurang lebih artinya “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat, dan dia banyak menyebut nama Allah.”

Ada empat sifat yang menjadi ciri khas seorang Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Sifat yang pertama yaitu siddiq, atau artinya jujur. Jujur di sini adalah adanya kesesuaian antara pikiran dan perbuatan. Rasulullah tidak pernah berbohong, bahkan sejak sebelum beliau diangkat menjadi utusan-Nya. Ketika beliau berdagang dulu, beliau selalu mengatakan kondisi barang yang beliau jual dengan apa adanya. Apa-apa yang beliau sabdakan juga selalu beliau laksanakan terlebih dahulu. 

Sifat yang kedua adalah amanah, atau artinya dapat dipercaya. Segala urusan yang dipercayakan pada Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, selalu berjalan dengan baik. Saat kecil, beliau menggembala kambing, dan tugas itu beliau jalankan dengan sangat baik. Saat remaja, beliau menjadi pedagang, beliau tidak pernah mengutak-atik timbangan sebagaimana yang sering dilakukan oleh pedagang lainnya. Istri pertama beliau, Khadijah, dulunya adalah pedagang besar yang memercayakan Rasulullah untuk menjalankan bisnisnya.

Salah satu alasan beliau terkesima dengan Rasulullah, adalah karena Rasulullah selalu pulang dari perjalanan dagang dengan hasil yang maksimal, dan kepuasan para pembelinya. Rasulullah juga pernah dipercaya untuk menyelesaikan permasalahan terkait pembangunan Kabah setelah ada bencana, dan beliau berhasil menemukan solusi paling adil untuk keempat pihak yang bertikai.

Sifat yang ketiga adalah tabligh, atau menyampaikan. Rasulullah selalu menyampaikan apa-apa yang difirmankan oleh Allah subhanahu wa taala, tidak ada yang disembunyikan. Sekalipun firman Allah itu merupakan teguran bagi Rasulullah, yang akan ‘mempermalukan’ beliau, beliau tetap sampaikan itu. Sekalipun firman Allah itu mendatangkan ketidaksukaan dari orang-orang jahat di masa itu seperti Abu Lahab dan Abu Jahal, Rasulullah tetap menyampaikan dakwahnya. Tentu, Rasulullah berdakwah dengan cara yang baik.

Sifat yang terakhir adalah fathanah, atau cerdas. Kalau tidak cerdas, tidak mungkin Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bisa mencari strategi dagang yang jujur dan dapat mendatangkan keuntungan besar.

Kalau tidak cerdas, tidak mungkin beliau bisa memimpin umatnya untuk berhijrah dan bermasyarakat. Kalau tidak cerdas, tidak mungkin beliau bisa menjadi mediator dari kabilah-kabilah yang ada di Arab, dan mempersatukan mereka. Beliau memang tidak bisa baca tulis, namun beliau bisa menjalankan tugas-tugas yang lebih besar daripada ‘sekadar’ baca dan tulis.

Keempat sifat ini adalah tolok ukur kepemimpinan dalam Islam. Untuk menjadi seorang pemimpin, lazimnya seseorang harus menjadi seorang yang jujur, dapat dipercaya, terbuka, dan cerdas. Kalau tidak, artinya seseorang ini tidak layak menjadi pemimpin, dus tidak ahli.

Ingat, ada sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bahwa apabila urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya. 

Beberapa hari ini kita mendengar kemungkinan masuknya Basuki Tjahaja Purnama (BTP) ke direksi salah satu BUMN. Serikat karyawan di beberapa BUMN sudah keburu ‘gede rasa’ dan langsung merespons dengan spanduk-spanduk penolakan. Teriakan bahwa BTP tidak berpengalaman, mantan napi, tukang cari perkara, dan semacamnya bermunculan, baik dari pejabat-pejabat sampai dari masyarakat dunia maya. Padahal, BTP baru ‘diajak’, belum mengikuti seleksi apalagi ditunjuk sebagai anggota direksi di salah satu BUMN negara. 

Meskipun BTP adalah seorang Kristen, justru BTP memiliki keempat sifat yang tadi disebutkan. Dalam konteks kemampuan memimpin, BTP justru ‘lebih Islam’ daripada orang-orang (yang mengaku) beragama Islam yang menolak BTP. Pak Guru Doel Kamdi tidak tahu apakah keluarga angkat BTP yang beragama Islam pernah menceritakan keempat sifat ini pada BTP dulu, namun, jelas bahwa BTP memiliki keempat sifat ini pula. Apa buktinya?

Kejujuran BTP adalah hal yang selalu beliau pegang. Pernah dengar BTP mengambil sesuatu yang bukan haknya? Bahkan sesuatu yang menjadi haknya, yaitu uang operasional saat bertugas di Jakarta, beliau kembalikan ke negara apabila ada sisa. 

BTP dapat dipercaya dalam menangani berbagai urusan. Tengoklah pembenahan kota Jakarta yang beliau lakukan saat menjadi Wakil Gubernur dan kemudian Gubernur Jakarta, tahun 2012-2017. Beliau membayar kepercayaan masyarakat dengan membuat Jakarta menjadi kota yang lebih nyaman ditinggali, misalnya dengan menggerakkan ‘pasukan warna-warni’ demi menjaga kebersihan dan kenyamanan kota. BTP membayar kepercayaan masyarakat Jakarta untuk mengelola anggaran dengan menggunakannya sebaik mungkin untuk kepentingan masyarakat juga. BTP membayar kepercayaan masyarakat Jakarta untuk memajukan SDM dengan membangun RPTRA, memberikan KJS, dan KJP.

BTP, dalam menjalankan tugasnya, sangat terbuka dan transparan. BTP menampilkan apa adanya seluruh informasi yang diperlukan masyarakat Jakarta. APBD beliau buka secara transparan sehingga masyarakat bisa mengoreksi, meskipun dalam hal koreksi anggaran BTP selalu mendahului cepatnya jari netizen. BTP unggah semua video rapat dan kegiatan Pemprov Jakarta agar masyarakat bisa menilai sendiri jalannya pemerintahan. BTP tidak pernah menjanjikan ‘tidak akan menggusur’, beliau sampaikan secara apa adanya bahwa masyarakat di bantaran kali harus pindah, dan sebagai gantinya BTP sediakan tempat tinggal yang lebih layak.

BTP adalah seorang yang cerdas. Setiap pagi, ketika beliau mendengar keluhan masyarakat, BTP tidak perlu berpikir panjang untuk mencarikan solusi. Tepat setelah mendengar keluhan ini, BTP bisa langsung menawarkan pemecahan masalah, atau merujuk permasalahan ini pada staf yang tepat. Kecerdasan BTP terlihat pula dalam cara beliau membuat anggaran yang tidak membengkak, namun bisa membawa kemajuan banyak bagi Jakarta. Simpang Susun Semanggi (Pak Guru Doel Kamdi lebih suka menyebutnya Simpang Badja) adalah contoh bagaimana kecerdasan seorang BTP merencanakan pembangunannya tanpa harus menggunakan APBD. 

BTP memiliki keempat sifat kepemimpinan ini. Sehingga, BTP jelas menjadi orang yang tepat untuk memimpin salah satu BUMN kita. Kita butuh orang cerdas seperti BTP untuk memberikan inovasi bagi BUMN kita, sehingga bisnisnya bergerak lebih maju. Kita butuh orang seperti BTP yang jujur dan bisa dipercaya, yang berdasarkan riwayatnya selalu melaksanakan tugas negara dengan baik, bukan sekadar makan ‘gaji buta’ dari menjadi direksi BUMN. Keterbukaan dan transparansi BTP menjadi poin plus untuk memberantas tikus-tikus koruptor, yang ternyata sudah merambah banyak sektor termasuk di BUMN.

Menolak karena BTP tukang ribut? Pak Guru rasa BTP sudah banyak belajar untuk lebih berhati-hati dalam berucap, sekalipun ucapan itu benar, supaya tidak menimbulkan konflik. Lagipula, bukan BTP yang membuat kontroversi, melainkan mereka yang memelintir ucapan BTP dan memanipulasi orang-orang untuk bergerak.

Menolak karena BTP bukan muslim? Seharusnya kita umat Islam, alih-alih menghalangi, harusnya introspeksi. Mengapa BTP yang bukan muslim justru bisa memiliki sifat-sifat kepemimpinan Rasulullah, sedangkan kita sendiri belum bisa? Mengapa kita tidak mendidik diri kita sendiri dan generasi muda umat Islam agar bisa mencontoh empat sifat tadi, sehingga kita bisa menjadi pemimpin sebaik BTP? 

Atau mungkin, menolak BTP karena takut sama beliau? Hayoo, apa yang engkau sembunyikan sehingga takut sama jurus kepemimpinan BTP? Takut keganggu kepentingannya? Rasain!

Kutipan hari ini:

“BUMN itu Badan Usaha Milik Negara, bukan Badan Usaha Milik Nenekmu!”

Dari kantor yang masih sepi, 22 November 2019

***

Abdul Hamid Fattahillah, Guru Tanpa Sertipikat