Rengginang Ahok

Partai-partai itu tidak mau menari di gendang PDIP. Sementara internal PDIP juga enggan jika selalu terpaksa mengikuti lenggak lenggok Ahok dipanggung politik.

Minggu, 14 Juli 2019 | 22:46 WIB
0
647
Rengginang Ahok
Basuki Tjahaja Purnama (Foto: Winnetnews.com)

Spekulasi bahwa batalnya tayangan Metro TV adalah karena Ahok kandidat kuat menteri agaknya berlebihan. Cacat hukumnya membelenggu siapapun, termasuk Jokowi, jika hendak mendapuk Ahok sebagai menteri. Jadi angan-angan itu sulit terjadi.

Silaunya cayaha purnama

Pembatalan di Metro TV lebih relevan jika dikaitkan dengan indikasi bahwa memang benar Ahok akan menjadi kuda hitam dalam 2024 nanti.

Rabaan kita merujuk pada begitu populernya Ahok di mata masyarakat. Dia dikerumuni banyak orang, ketika melihat MRT dan Lapangan Banteng.

Dia disayangi ratusan ribu pengguna media sosial setiap kali beritanya muncul. Ini menunjukkan bahwa pamor Ahok bak bintang terang. Atau bak sinar bulan purnama yang menyinari indah kehidupan manusia di muka bumi ini.

Jika Ahok dibiarkan kembali menjadi media darling maka sinarnya akan membenamkan pamor siapapun. Dia akan populer menggilas pamor Fahri Hamzah dan Fadli Zon di kalangan media. Dan juga calon-calon yang muncul sebagai capres dan wapres.

Namun dalam dunia politik, sinar Ahok ini bak lampu halogen putih yang menyilaukan mata. Yang bisa memporakporandakan rencana yang dibuat menuju 2024, yakni siapa yang nanti menggantikan Jokowi.

Disinilah masalah yang sebenarnya dialami di kubu luar Prabowo yang tengah bebenah dan mengumpulkan energi agar menang di Pilpres dan Pileg 2024 nanti.

Yang selalu dipusingkan oleh figur Ahok. Sementara kubu Prabowo tinggal pencet tombol Islam jika Ahok nongol.

Ahok dan PDIP 

Ahok adalah kader PDIP. Sama dengan Jokowi. PDIP adalah partai pemenang pemilu. Jika Ahok makin gonjreng siapa yang diuntungkan? Jelas bukan Nasdem, partai bosnya Metro TV, Golkar, PKB atau PPP. Yang untung adalah PDIP.

PDIP bisa mengkapitalisasi popularitas Ahok sampai pada titik maksimal yang membuat partai-partai lain kecuali Gerindra dan PKS untuk menuruti gerbong emas Ahok jika tidak ingin kehilangan suara.

Sebab sekali partai-partai pendukung Jokowi memakai isu agama dan ras, maka mereka akan langsung jatuh nggeblak. Dianggap partai ala gerakan 212 yang sangat dibenci oleh pendukung Jokowi. Mereka akan kehilangan suara besar di pemilihan legislatif karena libasan gelombang popularitas Ahok di 2024.

PDIP bahkan bisa “memaksa” partai- partai lain untuk sepakat mengubah UU Pemilu yang bisa meloloskan Ahok sebagai capres atau cawapres, jika Ahok terus bersinar dan populer.

Itu jika PDIP punya rencana mengkapitalisasi sosok Ahok.

Jika tidak bagaimana? Bagaimana jika PDIP sebenarnya punya calon sendiri dan itu bukan Ahok ?

Jadi masalahnya disini. Yang sebenarnya cukup kompleks. Saling kait mengkait. Baik di internal PDIP atau partai lain dan kaitan PDIP dengan partai-partai lain.

NU dan partai  lain 

Dilain pihak, NU juga bakal serba salah. Diakui atau tidak, baru kali NU berhasil secara total menjadi organisasi yang berpengaruh dalam pelataran politik Indonesia. Dan menang!

Namun senjata yang dipakai NU adalah melindungi Jokowi yang juga Muslim. Jadi senjatanya yang dipakai lebih simple. Tinggal bilang Jokowi itu Muslim sejati. Selesai.

Kita percaya NU akan bisa mendukung Ahok jika mereka mau.

Akan tetapi, daya ledak”nya tidak akan sebesar ketika mereka memenangkan Jokowi. NU harus lebih “berdarah-darah” lagi dan memakai senjata lain untuk memenang Ahok. Yakni pluralisme yang justru makin membuat NU kepayahan karena disaat bersamaan NU harus juga menangkis isu-isu negatif terkait Islam Nusantara.

Karena itu, sangat bisa jadi NU memandang maneuver Ahok sebagai ngeri-ngeri senep. Bukan sedap lagi. Termasuk misalnya muncul pasangan capres muslim tapi cawaspresnya Ahok.

Dalam kontek ini, NU mungkin berlega hati jika Ahok tidak muncul di gelanggang politik.

Demikian juga partai-partai lain yang sedang menggodok para calon wapres dan cawapres. Mereka takut Ahok bakal menenggelamkan pamor calon mereka.

Rengginang dan Petromax

Partai-partai itu tidak mau menari di gendang PDIP. Sementara internal PDIP juga enggan jika selalu terpaksa mengikuti lenggak lenggok Ahok dipanggung politik.

Karena itu, mereka ingin Ahok tidak terang sinarnya yang bakal mengganggu konstelasi politik yang sedang mereka jalin.

Jikapun dia bersinar, mereka maunya sinar Ahok cuma kayak sinar petromax.

Yang cuma menerangi para pendukungnya.

Yang saat ini dalam panggung politik

Suara Ahoker masih setara dengan remahan rengginang.

Agar bisa mereka memanfaatkan Ahoker untuk tujuan politik mereka, jika kalengnya pas seperti kaleng Khong Guan.

Karena Ahok di 2024 menyerah pada takdirnya sebagai penggembira politik semata.

Dan keluar adat jeleknya

Lu gak ikut gua? Sono gih.. Emang gua pikirin...

***