Kalah dua kali berturut, sebenarnya menjelaskan kualitas Prabowo. Generasi Orba yang akan makin out of date.
Menurut Rudiantara, produksi hoax kini turun 17%. Tapi apakah ia ikut merasakan yang kita hadapi di bawah? Meski pada akhirnya kita juga tahu, sumber pokok percekcokkan kita adalah; orang-orang kalah yang kalap.
Apalagi ketika membawa ilusi agama, yang bersumber wacana yang dibangun ‘imam besar’ Rizieq Shihab dan gerombolan, beserta pihak yang membiayai. Coba googling jejak digitalnya. Mulai dari Ijtima Ulama, PA-212, hingga Rocky Gerung, dan sejenis-jenis itu. Termasuk para yang tertipu.
Agama terus saja dibawa kelompok ini. Mereka menghina-dina sistem ketatanegaraan kita, yang dibangun dengan nalar dan adab kemanusiaan. Dengan ilmu pengetahuan. Dengan nurani keadilan dan azas kebersamaan.
Baca Juga: Rekonsiliasi dan Kesesatan Logika Rocky Gerung
Mereka menghina sistem peradilan dan konstitusi kita, dengan kata-kata curang seenak perut. Mereka menuding yang tak disetujuinya sebagai wakil setan, laknatullah, bakal mendapat azab Allah, thagut. Segala macam bentuk umpatan yang menunjukkan kesewenangan.
Pidato 1 Juni 1945 Bung Karno sudah menjelaskan. Bahkan hilangnya 7 kata dalam Pembukaan UUD 1945, seperti ditulis dalam memoar Hatta, juga menjelaskan pilihan dasar negara kita. Namun frasa itu terus diproduksi. Hingga muncul beberapa hari lalu, di sebuah SD Negeri Gunung Kidul, Yogyakarta. Mewajibkan busana muslim bagi siswa barunya. Tak peduli pemeluk atau bukan (meski telah dianulir).
Sebagai negara sekuler, bukan berarti Indonesia negara najis, kafir, thagut. Apalagi menuding presiden komunis, China, antek aseng, setan, curang, bohong, dajjal.
Justeru para penuding menunjukkan barbarianisme dengan nyata. Tak menghargai hukum. Memaksakan nilai-nilai keillahian secara serampangan dari segi dalil dan nalar.
Ketika Prabowo kalah, Novel Bamukmin dan Abdullah Hehamahua turun ke jalan sembari bilang, “Ini bukan demi Prabowo...” Lantas demi siapa? NKRI? Halah, gambis!
Jika Jokowi tidak akan punya beban lagi, tuntutannya sederhana; Tegakkan hukum. Yang melanggar hukum dihukum! Tak peduli ASN, Guru, ustadz, istri Polisi, dosen, mak-emak yang mulutnya penuh sumpah-serapah, doktor komunikasi, atau bekas tentara.
Juga fesbuker atau mereka yang terus gerilya dari medsos ke medsos, WAG ke WAG. Demikian juga, tak peduli pada nilai tantrum pihak yang kalah, apalagi dengan tuntutan ganti rugi sebesar Rp 30 trilyun! Tolak rekonsiliasi berbayar gitu!
Baca Juga: Moeldoko: Rekonsiliasi Bukan Negosiasi
Kalah dua kali berturut, sebenarnya menjelaskan kualitas Prabowo. Generasi Orba yang akan makin out of date. Bahwa kini mendapat 44,50%, tetapi itu artinya tidak mendapat 55,50%. Sebenarnya jalan terbaik adalah maju lagi kelak, 2024. Apalagi Jokowi tak bakal nyapres. Pesaing terberat tak ada lagi.
Sekiranya ada keajaiban, dalam arti tak ada generasi yang lebih fresh dan lebih up to date sesuai jamannya, siapa tahu minimal dapat 51% suara. Kemudian jadi presiden. Berkuasa. CLBK dengan Titiek Soeharto. Membangun rumah tangga yang sakinah mawadah warrohmah.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews