KPU sebagai Ulil Amri?

Dalam hal pilpres ini, menurut kesepakatan bersama sebagai umat Islam mau pun dalam lingkup bangsa Indonesia, ulil amrinya adalah KPU.

Senin, 22 April 2019 | 08:32 WIB
0
402
KPU sebagai Ulil Amri?
KPU dan Komisioner (Foto: KPU)

Siapakah yang Disebut dengan Ulil Amri?

Para ulama sepakat bahwa hukum taat kepada ulil amri adalah wajib. Umat Islam (apalagi yang selama ini mengaku bertakwa dan merasa lebih soleh daripada yang lain) tidak diperbolehkan memberontak pada ulil amri meskipun dalam kepemerintahannya sering berlaku zalim. Prinsip ini menjadi pegangan yang lahir dari salah satu pokok aqidah ahlus sunnah wal jamaah.

Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An Nisa’: 59)

Ibnu Abi ‘Izz dalam Syarah Aqidah Thahawiyah, berkata, “Hukum mentaati ulil amri adalah wajib walaupun mereka berbuat dzalim. karena kalau keluar dari ketaatan kepada mereka akan menimbulkan kerusakan yang berlipat ganda dibanding dengan kezaliman penguasa itu sendiri.” (Syarh Aqidah Ath Thahawiyah, hal. 381)

Ibnu Katsir, setelah mengutip beberapa pandangan ulama tentang ulil amri, beliau menyimpulkan bahwa ulil amri itu adalah penguasa dan ulama. Lalu beliau mengatakan, “Ayat ini merupakan perintah untuk menaati para ulama dan penguasa.”

Imam Asy-Syaukani berkata:
وأولي الأمر هم : الأئمة ، والسلاطين ، والقضاة ، وكل من كانت له ولاية شرعية لا ولاية طاغوتية
Ulil amri adalah para imam, penguasa, hakim dan semua orang yang memiliki kekuasaan yang syar’i, bukan kekuasaan thaghut.” (Fathul Qadir, Asy-Syaukani, 1/556)

Perlu dipahami bahwa ulama itu adalah bentuk jamak dari kata alim. Artinya, orang yang sangat menguasai di dalam bidang apa saja. tidak hanya ahli dalam bidang agama, tapi ahli dalam bidang apa pun. Ulama itu cendekiawan

Bagaimana kalau kita benci pada ulil amri kita? Ada hadist Nabi soal itu.

Sebaik-baik pemimpin kalian adalah pemimpin yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian. Kalian mendoakan mereka dan mereka mendoakan kalian. Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah pemimpin yang kalian benci dan mereka membenci kalian. Kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian. Para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bolehkah kita menyatakan perang kepada mereka ketika itu?’ beliau menjawab, ‘Jangan! Selama mereka mengerjakan shalat di tengah-tengah kalian’.” (HR. Muslim)

Mengapa? Sebab, shalat adalah salah satu pemisah antara orang mukmin dan kafir. ketika seseorang tidak mau melaksanakan shalat maka dia sudah melakukan salah satu kekufuran.

Meski pun Anda benci pada yang berkuasa atas masalah yang berkenaan dengan kehidupan Anda, tapi jika ia masih salat Anda tetap dilarang menentangnya.

Lalu siapakah ulil amri dalam masalah pilpres ini?

Bukan. Bukan Jokowi dan Kyai Ma’ruf Amin, meski pun Jokowi adalah Presiden RI dan Ma’ruf Amin jelas-jelas seorang ulama. Tapi mereka bukan ulil amri dalam soal pilpres ini.

TNI dan Polri? Bukan. Meski pun mereka memiliki kekuasaan yang sangat besar.
Hakim dan Jaksa? Juga bukan. Mereka memiliki kekuasaan atau ulil amri di bidang lain.
DPR RI, Ketua Partai, dan para pemilik media? Ya, Tuhan…! Be serious. Of course not. 

Dalam hal pilpres ini, menurut kesepakatan bersama sebagai umat Islam mau pun dalam lingkup bangsa Indonesia, ulil amrinya adalah KPU. Dialah yang berkuasa menentukan siapa pemenang pilpres di mana Presiden, TNI, Polisi, DPR/MPR, Hakim dan Jaksa, MA, KPK, dan siapa saja HARUS TUNDUK pada keputusannya. KPU-lah ulil amri kita dalam hal pemilu. 

Bagaimana kalau kita tidak setuju dengan keputusannya?

Sudah ada mekanismenya. Semua itu sudah diatur dan DISEPAKATI mekanismenya oleh para ulil amri lainnya. Jadi tolong jangan bersikap barbar dan tidak islami dalam hal pipres ini. Tunjukkan bahwa Anda pernah mendengar perintah Tuhan dan Rasul tersebut dan Anda bersedia patuh dan taat pada perintah tersebut. Jangan tunjukkan kekufuran Anda, apalagi sambil mencatut nama agama. 

Surabaya, 22 April 2019

***