Penanganan banjir di DKI Jakarta tidak akan bisa terlasana kalau tidak melibatkan pemerintah pusat.
Provinsi DKI Jakarta sering menjadi langganan banjir. Curah hujan yang sebentar saja kadang bisa bikin banjir atau genangan air yang membuat pengguna jalan terganggu. Apalagi proyek penanganan banjir sudah terhenti dua tahun.
Proyek normalisasi yang digagas dan dijalankan gubernur Basuki Tjahaja Purnama sudah terhenti. Dan oleh gubernur sekarang yaitu Anies Baswedan dihentikan karena tidak cocok dengan ide atau kebijakannya.
Baru-baru ini Gubenur Anies melakukan sidak akibat banjir di jalan Letjen MT Haryono dan DI Panjaitan. Gubernur Anies sambil berkacak pinggang menyalahkan Adhi Karya selaku kontraktor Lintas Rel Terpadu (LRT) dan menjadi biang keladi atau penyebab banjir di dua jalan tersebut.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang merasa tertuduh membalas tuduhan gubernur Anies Baswedan yang menurutnya bahwa penyebab banjir di dua jalan tersebut karena pembangunan LTR. Menteri Budi meminta Gubenur Anies untuk membuktikan tuduhannya tersebut.
Tak ingin meladeni permintaan menteri Budi, Gubernur Anies malu sendiri dan langsung meralat ucapannya yang awalnya penyebab banjir di jalan MT haryono dan DI Panjaitan akibat pembangunan LRT yang dilakukan oleh Adhi Karya, berubah menjadi karena kurangnya pompa air yang menjadi penyebab terjadinya banjir.
Gubernur Anies mempunyai program terhadap penanganan banjir di DKI Jakarta. Dalam janji kampanyenya pada pilkada 2017, Gubernur Anies akan melakukan naturalisasi bukan normalisasi seperti yang dilakukan oleh gubernur sebelumnya yaitu Basuki Tjahaja Purnama dalam menangani banjir di DKI Jakarta.
Ternyata janji itu untuk melakukan naturalisasi terkait banjir tidak semudah seperti menaturalisasi pemain bola yang sering dilakukan oleh PSSI untuk merekrut pemain asing.
Penanganan banjir di DKI Jakarta tidak akan bisa terlasana kalau tidak melibatkan pemerintah pusat. Dalam hal ini kementerian PUPR yang dikomandani oleh Basuki Hadi Mulyono. Pemerintah DKI Jakarta yang membereskan pembebasan lahan yang sudah dihuni oleh warga dan kementerian PUPR yang akan melaksanakan pembangunannya.
Tanpa pembebasan lahan oleh Pemprov DKI hampir tidak mungkin kementerian PUPR akan melakukan pembangunan, baik itu normalisasi atau naturalisasi untuk menangani banjir di DKI Jakarta.
Dulu Gubernur Anies sebelum terpilih sebagai gubernur DKI pernah mengatakan bahwa penanganan banjir di Jakarta itu salah karena dialirkan ke laut. Menurut Anies air hujan itu bukan dialirkan ke laut tetapi dikembalikan lagi atau dimasukkan kedalam tanah. Super sekali ide gagasannya!
Sebenarnya apa yang dikatakan Gubernur Anies itu ada benarnya. Air hujan dialirkan ke dalam tanah lagi. Yang menjadi masalah adalah untuk mengalirkan atau memasukkan air ke dalam tanah yang jumlah air sekian kubik perlu waktu yang lama.
Dan sebelum masuk kedalam tanah, air hujan itu sudah membuat banjir di mana-mana dan menyebabkan kerugian materi yang tidak sedikit.
Ada lagi program Gubenur Anies dalam menangani banjir, yaitu membuat drainase vertikal. Namanya keren-keren ada naturalisasi dan drainase vertikal tapi belum ada yang cespleng atau dieksekusi program kerjanya untuk menangani banjir di DKI Jakarta. Masih sebatas kata-kata manis. Kicaunya memang menarik dan enak didengar, tapi sayangnya Anies bukan burung.
Jangan sampai si buruk rupa bercermin, karena buruk rupanya-cermin jadi tertuduh atau menjadi sasaran penyebab buruk rupanya. Begitu juga jangan sampai karena kinerjanya buruk atau tidak maksimal pihak lain menjadi tertuduh atau biang keladi penyebab banjir.
Semoga masyarakat DKI Jakarta bahagia dan lebih baik di bawah Gubernur Anies.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews