Marah-marah itu perlu, asalkan jelas alasannya dan bermanfaat untuk diluapkan. Bukan seenaknya saja. Kasihan warga.
Saya kurang tahu kepada siapa sebenarnya Prabowo menunjukkan amarahnya saat debat ke-4 berlangsung 30 Maret yang lalu. Sayang sekali, tak satu pun kamera di lokasi debat yang mengarahkan fokus layarnya ke arah bangku penonton. Saya berharap ketika Prabowo marah, kamera peliput menyorot himpunan bangku penonton di lokasi, apakah ditujukan ke kubu 01 atau 02.
“Jangan ketawa, kenapa kalian ketawa? Pertahanan Indonesia rapuh kalian ketawa. Lucu ya? Kok lucu?”, kata Prabowo.
Amarah Prabowo meluap karena di saat beliau memaparkan tentang kondisi pertahanan Indonesia, beliau melihat ada penonton yang tertawa. Namun kepada siapa pun amarah itu ditunjukkan, Prabowo sangat tidak layak melakukan itu. Harusnya beliau paham bahwa beliau sedang berada di panggung debat terhormat dan ditonton jutaan rakyat Indonesia.
Prabowo harus sadar, beliau itu sedang menyampaikan gagasannya untuk kemudian dinilai oleh publik, apakah layak dipertimbangkan atau tidak. Publik berhak berekspresi pada saat itu, entah tersenyum, bersorak, bertepuk tangan atau pun tertawa.
Sebenarnya bukan hanya pada saat debat ke-4 Prabowo meluapkan amarahnya. Jauh sebelumnya beliau juga kerap mengumbar emosional tak terkendali di hadapan orang banyak, termasuk saat beliau kampanye di berbagai tempat, misalnya di Purwokerto, di Ponorogo dan di Bandung.
Tahukah Prabowo bahwa selain untuk memuaskan dirinya karena berhasil melepas amarah, juga perlu menjaga perasaan orang lain?
Siapa yang tidak sakit hati dimarahi sambil ditunjuk-tunjuk di depan orang banyak?
Saya saja yang menonton malah jadi tertawa gara-gara Prabowo melarang orang tertawa. Aneh sekali. Beliau yang seharusnya menarik simpati justru melabrak orang dengan kata-kata pedas.
Para pembaca perlu tahu, satu hal yang saya tidak suka dari Prabowo adalah masalah emosinya yang tidak stabil. Ya di samping rekam jejak, kinerja dan program-programnya ke depan yang menurut saya masih diragukan. Akan tetapi selemah apa pun beliau, Prabowo selayaknya bisa mengontrol amarahnya serta berusaha semaksimal mungkin mengendalikan emosinya.
Prabowo dan siapa pun wajib paham, pemimpin yang dibutuhkan Indonesia itu adalah orang yang mampu membawa diri secara baik di mana pun dia berada. Indonesia tidak hanya butuh pemimpin pintar, berpengetahuan luas, pandai berbicara, tetapi juga pemimpin yang bisa dicontoh sikap dan tindak-tanduknya.
Saya jadi bertanya-tanya, benarkah Prabowo ingin menjadi presiden? Presiden itu bukan cuma memimpin dan memerintah, namun sekaligus mengayomi masyarakat. Seorang presiden tidak boleh menakutkan, karena dia akan merangkap tugas sebagai bapak atau orang tua bagi warganya.
Bayangkan kalau Prabowo kelak berhasil menjadi presiden, akan seperti apa Indonesia ke depan, minimal dalam waktu lima tahun. Semua mulut orang harus tertutup rapat, kritikan tidak boleh dilontarkan, pandangan yang berbeda dari pemikirannya adalah salah.
Ini baru terkait kebebasan berekspresinya warga individu per individu. Bagaimana pula dengan kebebasan pers? Apakah pers masih bisa bersuara lantang? Oh jangan berharap. Prabowo belum menjadi presiden saja sudah menampakkan arogansinya, apalagi jika betul terpilih jadi presiden. Mungkin semua media harus tunduk kepadanya.
Katanya suka suasana demokratis, mengapa orang tertawa saja dilarang, Pak Prabowo? Negara ini mau diapakan, Pak?
Apakah nanti kalau bapak berpidato atau berbicara, rakyat harus melakban mulutnya? Siapa sih sebenarnya yang otoriter itu, bapak atau Pak Jokowi?
Dulu sebagian warga Jakarta menilai bahwa Ahok (mantan gubernur) arogan, makanya mereka tidak lagi memilih beliau di periode kedua. Padahal Ahok sesungguhnya melampiaskan amarahnya kepada mereka yang tidak bisa bekerja dengan baik dan juga korupsi.
Lah Prabowo memarahi siapa, kan belum jadi presiden? Apakah rakyat nanti yang tidak tahu apa-apa yang menjadi objek kemarahannya?
Hampir seluruh rakyat Indonesia tahu dan paham, Prabowo adalah mantan tentara, di mana nada suaranya pasti akan selalu terbawa karena susah berubah. Tetapi sekarang kan beliau sudah jadi masyarakat sipil. Orang-orang yang akan beliau pimpin bukan batalion tentara, jadi harus bisa membawa diri dan melihat suasana.
Marah-marah itu perlu, asalkan jelas alasannya dan bermanfaat untuk diluapkan. Bukan seenaknya saja. Kasihan warga. Betapa malunya Indonesia jika akhirnya punya pemimpin yang hobinya marah. Bisa-bisa kita akan menjadi bangsa pemarah. Kita akan cepat tersinggung dan mudah menyalahkan orang lain.
Apa pun itu, biarlah seluruh rakyat Indonesia yang menilai. Rakyat tahu hanya ada dua calon presiden, Prabowo dan Jokowi. Rakyat sebaiknya tidak cuma memilih orang yang bisa bekerja, memimpin dan memerintah, tetapi juga mampu mengendalikan emosi dan menjadi teladan yang baik buat semua.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews