Bahtera

Ada beberapa juga yang tak punya peran, mungkin hanya penonton, tapi berusaha melompat ke haluan. Mereka ingin ikut berlayar.

Minggu, 27 Oktober 2019 | 07:34 WIB
0
434
Bahtera
Ilustrasi Jokowi (Foto: CNBC)

Kapal baru itu menarik jangkar dan menjauh dari dermaga. Dari bibir pantai, ia terlihat meriah. Nahkodanya kurus tapi sentosa.

Ia hanya membawa serta 34 awak kabin, dari mualim sampai koki, dari kerani sampai jurumudi.

Saat kapal telah meniti gelombang, nun di pelataran pelabuhan, tak sedikit yang memandang dengan mata buram berselaput kabut.

Mereka merasa punya peran mengecat lambung kapal, menghaluskan lunasnya, menjahit layar, bahkan sekadar menguatkan pasak-pasak dan memilin tali-temali. Mereka tak habis pikir mengapa gerangan tak terangkut sebagai awak?

Sebagian lain menganggap sudah begitulah lumrahnya orang bahari: ikut membangun kapal, tak perlu berharap nahkoda mengangkatnya jadi kelasi.

Mereka semua punya peran, dan peran itu tak harus berbalas pangkat. Mereka sudah cukup senang jika nahkoda itu tampak legam dipanggang sinar matahari, awaknya terlatih dan mau bekerja keras. Kapal ini akan melayarkan harapan-harapan ke samudera yang tak bertepian.

Ada beberapa juga yang tak punya peran, mungkin hanya penonton, tapi berusaha melompat ke haluan. Mereka ingin ikut berlayar. Tapi khalayak riuh meneriakkan nama orang-orang tiada guna itu untuk turun ke daratan. Sebagian jumpalitan keluar lewat buritan, sebagian selamat dan tetap menjadi awak kapal.

Begitulah kehidupan ...

***