Lewat Rahmat Baequni, Tuhan Buktikan Cintanya pada Indonesia

Dengan mudah itemukan fakta keterlibatannya dalam ANNAS sudah membuktikan jika Rahmat Baequni bukanlah pembohong yang pintar, apalagi pembohong yang cerdas.

Rabu, 26 Juni 2019 | 12:31 WIB
0
657
Lewat Rahmat Baequni, Tuhan Buktikan Cintanya pada Indonesia
Rahmad Baequni (Foto: Tribunnews.com)

Rahmat Baequni bukanlah selebritis kemarin sore yang baru saja menginjak anak tangga pertama popularitasnya. Setidaknya sejak pertengahan 2015, tindak-tanduk penyandang gelar “Ustadz” ini sudah menjadi sorotan, khususnya bagi “follower” isu suriahisasi Indonesia.

Karena materi ceramahnya, banyak yang menyebut lulusan STIA Demak Al Fatah ini telah mengungkapkan berbagai konspirasi global, bahkan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok super misterius seperti Illuminati.

Benarkah Rahmat Bequni mampu mengungkap berbagai konspirasi dari yang berskala nasional sampai global seperti yang dielu-elukan pengidolanya?

Tidak perlu menuliskan panjang kali lebar untuk menjawab pertanyaan di atas. Karena jawabannya sudah pasti “tidak”. Jawaban “tidak” ini lantaran tidak ada satu pun bukti jika Rahmat pernah mengungkap konspirasi.

Malah, kalau menonton potongan-potongan video ceramahnya, jangankan membongkar konspirasi atawa persekongkolan yang pastinya rumit bukan kepalang, hanya untuk sekadar membangun teori konspirasi pun Rahmat Baequni tidak mampu.

Konspirasi dan teori konspirasi jelas berbeda. Selama sebuah kasus yang diduga sebagai buah persekongkolan belum terungkap, statusnya masih sebagai teori.

Menurut Wikipedia, A conspiracy theory is an explanation of an event or situation that invokes a conspiracy by sinister and powerful actors, often political in motivation, when other explanations are more probable.

Kalau boleh mendefisinisikan, teori konspirasi adalah sebuah “adukan imajinasi” yang merekatkan satu fakta dengan fakta lainnya.

Baca Juga: Masjid Iluminati di Cipularang

Karena material utamanya adalah fakta, teori konspirasi tidak bisa dibangun di atas kebohongan atau hoax. Tanpa fakta, teori konspirasi hanyalah sebuah dongeng pengantar tidur belaka. Begitu juga jika ada satu-dua fakta yang tidak disertakan dalam membangun teori konspirasi. Sementara “adukan imajinasi” pun harus selogis mungkin sehingga bangunan teori konspirasi tidak mudah dirontokkan.

 Fakta yang Ditutupi dan Hoax dalam Teori Konspirasi Ala Rahmat Baequni

Dalam video rekaman ceramahnya yang memviral, Ustadz Rahmat Baequni mengisyaratkan adanya kejanggalan dalam kematian ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan juga ratusan anggota Polri.

“Bapak ibu, boleh saya cerita bapak ibu? Seumur-umur Pemilu dilaksanakan, jujur, boleh saya jujur? Nggak apa-apa ya? Bapak-bapak ada yang sudah senior, nggak sebut sepuh karena berjiwa muda,” kata Rahmat dalam ceramahnya

“Seumur-umur kita melaksanakan pemilu, pesta demokrasi, ada tidak petugas KPPS yang meninggal? Tidak ada ya? Tidak ada. Tapi kemarin, ada berapa petugas KPPS yang meninggal? 229 orang? Itu dari kalangan sipil, dari kepolisian berapa yang meninggal? Jadi total berapa? 390 orang meninggal. Sesuatu yang belum pernah terjadi dan ini tidak masuk di akal,” sambungnya.

Angka-angka yang disebutkan Rahmat tersebut berbeda dari data yang dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurut KPU, sampai 4 Mei 2019 dilaporkan sejumlah 440 petugas KPPS meninggal dunia. Sementara pada Pemilu 2014, KPU mendata 144 petugas KPPS meninggal dunia.

Bisa jadi, mungkin, ketika menyampaikan ceramahnya, Rahmat Baequni belum sempat meng-update informasinya. Tetapi, bisa juga rekaman video ceramahnya diambil sebelum 4 Mei 2019.

Tetapi, apapun itu, ada satu fakta yang sengaja dihilangkan oleh Rahmat. Fakta tersebut adalah pelaksanaan pemilu serentak yang baru pertama kali diselenggarakan pada tahun 2019.

Sebab, sangat kecil kemungkinan bila Rahmat yang berceramah tentang pemilu sampai tidak meengetahuinya. Apalagi jika melongok akun instagramnya, terbaca jika ia juga menyoroti pelaksanaan Pemilu 2019, khususnya Pilpres 2019.

Dengan fakta pelaksanaan pemilu serentak yang baru digelar pada 2019, teori konspirasi kecurangan Pemilu 2019 ala Rahmat Baequni sudah rontok dengan sendirinya.

Begitu juga dengan kelanjutan dari materi ceramah Rahmat yang konon disampaikan di sebuah masjid di kawasan Baleendah, Kabupaten Bandung.

“Bapak ibu sekalian, ada yang sudah mendapat informasi mengenai ini? Tapi ini nanti di-skip ya. Bapak ibu sekalian yang dirahmati Allah, ketika semua yang meninggal ini dites di lab, bukan diautopsi, dicek di lab forensiknya, ternyata apa yang terjadi? Semua yang meninggal ini, mengandung dalam cairan tubuhnya, mengandung zat yang sama, zat racun yang sama. Yang disebar dalam setiap rokok, disebar ke TPS.”

Faktanya, tidak ada satu pun dari ratusan jenazah petugas KPPS dan anggota kepolisian yang menjalani tes laboratorium. Artinya, Rahmat Baequni menjadikan hoax sebagai “batu bata” teori konspirasi yang dibangunnya.

Dan, sekali lagi, hanya ada satu fakta yang ditutupi plus pasokan hoax teori konspirasi Pemilu 2019 ala Rahmat Baequni dapat dengan mudah dirontokkan.

 “Cigarete Murder” Ala Rahmat Barquni

Memasukkan racun ke dalam sebatang rokok memang pekerjaan mudah. Setiap orang bisa melakuikannya. Tetapi, membunuh dengan menggunakan rokok beracun yang menyasar satu target tertentu pastinya bukan pekerjaan mudah. Bahkan, unit pembunuh terlatih Mossad yang dikenal dengan nama Kidon pun belum tentu tahu cara melakukannya.

Bagaimana rokok beracun tersebut berpindah tangan dari pelaku ke korbannya? Bagaimana memastikan rokok yang sudah dibubuhi racun itu dihisap oleh korban? Dan, bagaimana memastikan, jika rokok beracun itu dihisap, zat racun tersebut terhisap oleh korban? Jika pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan, belum tentu Rahmat Baequni bisa menjawabnya dengan logis.

Badan intelijen Sovyet dan Rusia beberapa kali dituduh melakukan pembunuhan dengan meracuni korbannya. Tetapi, sampai sekarang, belum satu pun informasi yang menyebutkan kalau racun mematikan tersebut dimasukkan agen-agen mereka ke dalam rokok yang dihisap targetnya.

Kemudian Rahmat Baequni melanjutkan ceramahnya.

“Tujuannya apa? Untuk membuat mereka meninggal setelah tidak dalam waktu yang lama. Setelah satu hari atau paling tidak dua hari. Tujuannya apa? agar mereka tidak memberikan kesaksian tentang apa yang terjadi di TPS."

Rahmat pastinya tahu persis jika di TPS ada 7 anggota KPPS, 2 petugas Hansip, saksi yang dikirim kontestan pemilu, pemilih, dan masih banyak lainnya, termasuk masyarakat. Berarti ada banyak saksi mata di sekitar TPS. Dengan begitu, membunuh satu orang dari sekian banyak orang untuk menutupi kecurangan bukanlah pekerjaan yang efektif dan juga efesien.

Lebih tidak efektif lagi, menurut Rahmat Baequni, korban diberi waktu sampai dua hari. Karena dalam rentang waktu tersebut, korban masih memiliki waktu untuk menyampaikan kesaksiannya.

Dalam kasus “Umbrella Murder” yang terjadi di London, Inggris pada 11 September 1978, misalnya, sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Geergy Markov yang menjadi target pembunuhan sempat menyampaikan kronologis yang dialaminya di atas jembatan Waterloo.

Jadi, selain menutupi fakta yang dioplos dengan hoax, teori konspirasi ala Rahmat Baequni juga tidak dibangun dengan “imajinasi” yang logis. Akibatnya, hanya dengan sekali lirik, teori konspirasinya dengan mudah dirontokkan.

Tetapi, ada satu pertanyaan yang menggelitik, mungkinkah Rahmat Baequni tidak perlu sudah-susah membangun teori konspirasi yang dilengkapi sederetan fakta dan “imajinasi” yang logis karena audien ceramahnya pun tidak membutuhkannya?

Rahmat Baequni Adalah Wujud Nyata Jika Tuhan Sayangi Indonesia

Membangun teori konspirasi, apalagi jika digunakan sebagai alat propaganda, memang bukan pekerjaan mudah. Jangankan Rahmat Baequni, negara pun gagal membangun “fakta-fakta” dalam kasus pembunuhan Munir. Akibatnya, muncullah kesimpulan jika pembunuhan Munir tidak didalangi oleh Badan Intelijen Nasional dan Pollycarpus Budihari Priyanto bukan eksekutornya.

Baca Juga: Illuminati dalam Akal Kaum Ilusi

Jika semen teori konspirasi adalah imajinasi, membangun teori konspirasi sebenarnya tidak ada bedanya dengan berbohong. Sebelum menyampaikan produknya, terlebih dulu pembohong yang jenius pastinya sudah menimbang sejumlah fakta dan saksi mata terkait. Sebab, satu saja dari fakta atau saksi mata yang bertentangan dengan kebohongannya, maka kebohongan yang diproduksinya sudah terbongkar.

Karena Rahmat Baequni tidak pintar berbohong, maka ia pun tidak bisa  membangun teori konspirasinya. Ketidakpintaran Rahmat dalam berbohong ini terbaca dari pernyataannya sesaat setelah ditangkap pada 21 Juni 2019.

“Saya cinta tanah air ini, saya cinta bangsa ini, tidak mungkin saya mau memecah belah bangsa saya sendiri,” ujarnya ketika itu.

Pengakuan Rahmat Baequni ini jelas bertentangan dengan fakta karena ia diketahui sebagai Ketua Garda Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) Indonesia. Sejak pertengahan 2015, ANNAS adalah ormas yang diketahui sebagai penyebar propaganda “Syiah Bukan Islam”. Gencarnya propaganda ANNAS ini terlihat dari banyaknya spanduk anti-Syiah yang dipajang di sejumlah titik strategis di sejumlah daerah.  Gerakan ini sejalan dengan gerakan ISIS di Indonesia yang juga menyasar penganut Syiah.

Pada 2 Desember 2015, Luhut Binsar Panjaitan yang waktu itu menjabat sebagai Menko Polhukam menyampaikan adanya informasi tentang rencana serangan terhadap pengikut Syiah di tanah air.
"Ada gimana ya, intelijen (menginformasikan) bahwa ada kelompok Syiah mau ditarget, jadi kita kumpul lagi untuk meniatkan atau mengantisipasi," kata Luhut ketika itu sebagaimana dikutip Detik.com.

Dalam waktu yang bersamaan, Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti menyampaikan adanya anacam yang dilontarkan ISIS kepada Polri, Panglima TNI, pejabat Densus, dan penganut Syiah.

"Karena itu kami sampaikan, dari ISIS juga ada ancamannya kepada Polri, Panglima TNI, pejabat Densus, orang-orang Syiah itu dari dulu sudah ada. Dari dulu ada ancaman," kata Badrodin seperti dikutip Liputan6.com.

Beberapa hari sebelum Rahmat Baequni ditangkap, lewat http://picdeer.com/gardaannas.id, diketahui ANNAS masih menyebarkan propaganda kebenciannya terhadap Syiah.

“Mereka memprovokasi dengan ajaran palsu Syiah untuk menarik minat para pemuda laki-laki dan wanita, para pelajar, intelektual dan juga kalangan birokrat untuk bersimpati dan menjadi bagian dari pengembangan dakwah Syiah di Negara mayoritas Muslim." Mari saudara seiman, sebangsa dan setanah air kita ikut andil berjuang menghalau penyebaran ajaran sesat syiah di NKRI tercinta ini dan kita bersatu dalam membentengi aqidah,” tulis ANNAS.

Kalau melihat sepak terjangnya, ANNAS adalah organisasi yang mencoba menduplikasi konlik Suriah di Indonesia dengan mengadu domba muslim Sunni dengan Muslim Syiah.  Dan, Ustadz Rahmat Baequni adalah salah seorang pentolan ANNAS. Jadi pernyataan Rahmat yang mengaku kalau is tidak mau memecah belah bangsa adalah sebuah kebohongan.

Dengan mudah itemukan fakta keterlibatannya dalam ANNAS sudah membuktikan jika Rahmat Baequni bukanlah pembohong yang pintar, apalagi pembohong yang cerdas.

Pembohong cerdas berbeda dengan tukang bohong. Dan, Rahmat hanyalah tukang bohong. Karena bukan pembohong cerdas, Rahmat Baequni pun tidak bisa membangun teori konspirasi dengan baik.

Kalau saja Rahmati memiliki kecerdasan dalam berbohong, sudah pasti ia sanggup membangun teori konspirasi yang sulit dirontokkan. Akibatnya, bangsa ini yang kerepotan membantahnya. Karenanya, sudah selayaknya jika bangsa Indonesia bersyukur atas nikmat yang dikaruniakan Tuhan ini. Rahmat Baequni adalah wujud nyata jika Tuhan mencintai Indonesia.

***