Gerakan sesungguhnya HTI bukan dilakukan oleh tokoh seperti Ismail Yusanto atau Bachtiar Nasir. Tapi ada tokoh yang mengendalikan gerakan ini hingga terus merembes di masyarakat.
Di media sosial beredar foto yang menunjukkan Prabowo dan rombongannya sedang berada di sebuah bandara luar negeri. Di foto itu ada Sambo, guru spiritual Prabowo yang juga tokoh 212, dan beberapa orang dekat Prabowo.
Juru bicara BPN, Dahnil Anzar membenarkan Prabowo kini sedang berada di Brunei. Menurutnya, Prabowo akan memantau perkembangan Indonesia dari sana.
Sebelum ini tokoh lain yang disebut-sebut mau mengobarkan revolusi di Indonesia, Bachtiar Nasir juga minggat ke Saudi. Pentolan lain yang mulutnya sering dol menghina pemerintah, Hasan Haikal menurut informasi juga kabur dari Indonesia.
Padahal di Indonesia sedang hangat isu bakal ada pergerakan massa besar-besaran. Mereka hendak melawan konstitusi dengan menolak hasil Pemilu Presiden.
Lihat saja narasi yang mereka kembangkan. Di Jawa Timur, gerakan ini menamai tour jihad. Kosa kata jihad adalah penunjukan eksistensi sekaligus undangan kepada para teroris di seluruh dunia untuk menoleh ke Indonesia.
Orang-orang itu direncanakan akan menyerbu Jakarta. Membuat kerusuhan di KPU atau Bawaslu.
Sementara polisi sedang gencar menangkapi teroris yang berencana ingin melakukan aksi amaliyah pada aksi massa tersebut. Asumsinya begini. Jika nanti ada kejadian luar biasa, seperti ledakan bom yang menewaskan banyak orang, maka eskalasi demonstrasi akan meningkat. Dari sanalah rencana kekacauan akan dimainkan.
Eskalasi hasil amaliyah gerombolan barbar ini akan mengundang rekan-rekannya sesama jihadis untuk masuk ke Indonesia. Maka lengkaplah rencana mereka, membuat negeri kita sebagai ladang pembantaian dan jihad.
Kosa kata jihad adalah penunjukan eksistensi sekaligus undangan kepada para teroris di seluruh dunia untuk menoleh ke Indonesia.
Mengerikan.
Kepergian Prabowo dan pentolan lain yang selalu teriak-teriak revolusi menandakan bahwa tongkat komando aksi 22 Mei nanti, diserahkan kepada gerombolan jihadis. Mereka yang akan beraksi. Mereka yang akan menentukan arah demonstrasi.
Sementara aktor-aktor politik pendukung Prabowo lebih memilih menyingkir. Mereka tahu, permainan ini terlalu berbahaya bila diteruskan. Mereka sadar, hanya untuk nafsu kekuasaan yang terlalu besar, masa depan Indonesia sedang dipertaruhkan.
Baca Juga: Apakah Prabowo Mendukung HTI?
Orang bisa membaca kepergian Prabowo itu menandakan bakal ada aksi gila-gilaan. Kepergiannya untuk sebuah alibi, bahwa ia tidak terlibat dalam huru-hara nanti. Juga sebagai langkah seribu jika aparat keamanan nanti akan memburunya.
Menyadari permainan berbahaya yang bakal digelar, TNI dan Polri langsung memasang kuda-kuda. Sejak beberapa bulan ini jaringan teroris dibongkar. Ada 29 teroris yang ditangkap, 9 di antaranya adalah jaringan JAD.
Selain JAD, diduga sel-sel HTI juga ikut bermain. Tokoh-tokoh HTI sebetulnya bukan yang kita kenal via media massa. Itu adalah tokoh pajangan saja. Mereka dipasang untuk mengelabui gerakan bawah tanah dari aktor-aktor HTI sesungguhnya.
Nah, gerakan sesungguhnya dari HTI bukan dilakukan oleh tokoh seperti Ismail Yusanto atau Bachtiar Nasir. Tapi ada tokoh sesunguhnya yang mengendalikan gerakan ini hingga terus merembes di masyarakat.
Keberhasilan gerakan mereka untuk menambah suara Prabowo-Sandi di kantong-kantong pemilih muslim non-Jawa adalah keberhasilan yang bisa dibanggakan. Mereka yakin, bahwa penetrasinya sudah sedemikian hebat. Makanya mereka percaya diri untuk membuat rencana lebih besar.
Momentumnya dengan memanfaatkan pengumuman KPU nanti.
Tinggal lagi kita. Apakah kita rela bangsa ini dijadikan bancakan para jihadis dan pebisnis kudeta seperti yang diistilahkan Dr Dina Sulaeman.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews