Potensi negatif bisa dikurangi jika semua pihak menyikapai segala hal dengan kepala dingin dan mempercayai lembaga-lembaga resmi yang memiliki kewenangan.
Hari-hari pasca pemungutan suara diramaikan dengan sikap para calon presiden dan calon wakil presiden dalam menghadapi hasil hitung cepat. Tak sampai setengah hari berselang setelah pemungutan suara 17 April 2019 diakhiri, Prabowo maupun Jokowi melakukan jumpa pers. Prabowo menyatakan dirinya menang dan terpilih dan Jokowi menyatakan akan menunggu penetapan KPU untuk memutuskan langkah selanjutnya.
Prabowo bahkan mendeklarasikan kemenangannya lebih dari satu kali. Hari ke-3 pemungutan suara Prabowo dan koalisinya menggelar syukuran di rumah Prabowo di jalan Kertanegara. Spanduk yang berdiri tegak di Kertanegara bahkan menuliskan bahwa sebuah ormas telah melantik Prabowo sebagai presiden RI yang baru (sumber: Detik.com).
Sungguh sebuah aksi berlebihan yang kurang elok di mata masyarakat. Anggaplah hasil akhir kelak menetapkan Prabowo sebagai pemenang, langkah yang dilakukan ini tetap saja tidak pantas.
Aksi dagelan juga dipertontonkan saat beberapa anggota korps veteran menyambangi rumah Prabowo. Mereka melakukan salam hormat sambil memanggil "siap, presiden!" dan selalu disambut Prabowo tanpa ada usaha meluruskan statusnya saat ini di hadapan mereka.
Sebuah aksi teatrikal yang hanya akan dimaklumi jika ini sebuah sindiran pada pihak tertentu. Sayangnya, ini fakta. Prabowo bermain peran sebagai presiden dan mengkondisikan segala sesuatu di lingkarannya sebagai perangkat pemerintahan baru.
KPU sendiri masih dalam tahap penghitungan hasil suara yang kini mencapai 15 persen dari keseluruhan formulir C1. Jokowi sebagai presiden yang menjabat maupun ketua KPU sebenarnya sudah menghimbau agar tidak ada calon yang mengklaim kemenangan sebelum tanggal penetapan resmi dari KPU pada tanggal 22 Mei 2019 nanti.
Sebenarnya telah diberikan ruang yang longgar bagi kedua paslon untuk mengawasi data yang masuk dan mengumpulkan bukti jika ada human error atau kecurangan ditemukan untuk dilaporkan ke MK.
Tapi, Prabowo mengabaikan prosedur ini. Ia menerabas tahapan untuk menunggu pengumuman resmi dan memilih melakukan tindakan pasca kemenangan yang belum pasti.
Saya cukup terkesima ketika melihat beberapa sahabat, kerabat dan kolega saya yang mendukung Prabowo meyakini bahwa pemenang pilpres kali ini sudah jelas yaitu Prabowo. Mereka pun mengabaikan berita-berita di media dan menghindari menonton televisi karenanya. Mereka meyakini ini dan menaruh harap pada kerja-kerja baik Prabowo dan Sandiaga. Yang memprihatinkan adalah, mereka percaya mengenai tuduhan bahwa kubu Jokowi-Ma'ruf melakukan kecurangan.
Prabowo telah melakukan langkah yang cukup jauh di luar konstitusi yang berlaku. Ia telah mendelegitimasi KPU yang notabene pada pemilu kali ini bekerja lebih keras dari sebelumnya. Total lebih dari 50 orang anggota KPPS meninggal dunia saat sedang bertugas. Mirisnya, sesuai yang pernah diungkapkan oleh Amien Rais di masa tenang kampanye lalu bahwa kubunya akan mengerahkan people power jika menemukan kecurangan.
BPN menemukan ada 1.261 laporan kesalahan administrasi dan teknis dalam pemungutan dan pencatatan hasil perolehan suara yang mereka simpulkan sebagai kecurangan (sumber: Detik.com).
Baca Juga: Prabowo dan Kapal Koalisi yang Oleng
New line to prevent forcing root class, just delete it if it's not necessary
Bahkan, Luhut Panjaitan yang diutus petahana Jokowi untuk bertemu dengan Prabowo juga tidak mendapat 'restu' dari seorang Habib Rizieq yang melarang Prabowo bertemu dengan perwakilan Jokowi dengan alasan larangan bertemu pihak yang curang dalam pemilu (sumber: CNN Indonesia).
Untuk menjaga ketenangan suasana pemilu dan mencegah tindakan radikal yang meresahkan masyarakat, kapolri telah memberlakukan sanksi hukuman tegas bagi oknum pengacau pemilu. Menurut saya sanksi ini menjamin ketenangan masyarakat tetapi juga cukup membuat kekhawatiran akan potensi kericuhan yang lebih besar.
Penetapan KPU pada tanggal 22 Mei kelak menjadi momen yang ditunggu-tunggu semua pihak. Tapi jika sikap kubu Prabowo sudah memantapkan diri sebagai pemenang bahkan menuduh kubu lawannya curang maka momen 22 Mei bukan jadi hari yang cukup baik jika tidak disikapi dengan baik. Jika Prabowo ditetapkan kalah peluang penggerakan massa bisa saja terjadi baik berupa massa turun ke jalan maupun massa bergerak di media sosial.
Tapi, 'people power' yang mereka gadang-gadang dalam perspektif ke arah negatif akan digembosi oleh personil kubu mereka sendiri. Pengakuan Sandiaga bahwa ini pemilu jujur dan adil, himbauan SBY untuk mematuhi KPU, sikap Mardani ali Sera serta merapatnya petinggi PAN serta AHY membuat kekuatan kubu ini bak rajawali bersayap patah.
Kekuatan aparat kita pun bisa meredam adanya potensi radikalisme berbentuk aksi kerusuhan di jalan atau fasilitas pemerintahan. Bagaimanapun, negara ini kuat dan tak bisa diremehkanndi sisi pertahanan dan keamanan.
Potensi negatif bisa dikurangi jika semua pihak sejak saat ini bersiap menyikapai segala hal dengan kepala dingin dan mempercayai lembaga-lembaga resmi yang memiliki kewenangan. Indonesia adalah negara hukum.
Jangan lupa, kita punya banyak pemuka agama yang siap mendamaikan situasi. Jika saat ini mereka diam, kelak mereka akan bergerak di saat yang tepat.
Apapun masalah yang bertentangan dengan rasa keadilan bisa diselesaikan dalam ranah hukum. Dan, pada setiap pemilu, ruang untuk mengajukan gugatan hukum sangat diberikan tempat. Semoga semua pihak bisa menegakkan supremasi hukum dengan bijak.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews