KPK Harus Punya Strategi Khusus untuk Tanangani Korupsi di Papua

Kamis, 7 Februari 2019 | 21:10 WIB
0
267
KPK Harus Punya Strategi Khusus untuk Tanangani Korupsi di Papua
Jubir KPK Febri Diansyah (Foto: Detik.com)

Dua pegawai KPK mendapat perlakuan kekerasan fisik oleh pegawai Pemprov Papua. Kedua pegawai KPK tersebut dalam rangka menyelidiki atau memantau rapat  evaluasi hasil APBD tahun 2019 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat.

Ini juga agak ganjil,Pemprov Papua rapat di Hotel Borobudur Jakarta. Sedangkan biaya transportasi untuk satu orang saja memakan biaya kurang lebih 6 juta (pergi-pulang). Kalau mencapai puluhan pegawai, berapa biaya transportasi yang dikeluarkan?

Dan baru kali ini ada pegawai KPK menerima perlakuan yang tidak mengenakkan dari pihak yang diduga melakukan perbuatan korupsi. Berani melakukan kekerasan fisik. Bahkan tasnya digeledah dan kamera juga disita oleh pegawai Pemprov Papua tersebut. Padahal selama ini KPK yang sering menggeledah. Benar-benar nekat.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah pernah menangkap tangan atau menangani para kepala daerah dari semua provinsi atau kabupaten/kota, kecuali provinsi/kabupaten di Papua. Padahal patut diduga para kepala daerah di Papua banyak terjadi korupsi. Seperti dana otsus yang tidak jelas juntrunganya atau tidak jelas bentuk pertanggungjawabnya.

Menangani kasus korupsi di Papua harus hati-hati dan memakai strategi lain, karena masyarakat Papua mempunyai sifat dan karakter lain. Seperti ketua adat yang masih sangat berpengaruh dan terkadang menjadi pelindung para kepala daerah.

Dalam konflik pilkada sering kali pihak yang kalah mengerahkan massanya dan melakukan pembakaran kantor pemerintah. Pernah juga kantor Kementerian dalam negeri di Jakarta dirusak oleh masyarakat Papua yang tidak terima jagoannya kalah.

Dalam konflik antar suku sering kali pihak TNI dan Polri malah menjadi korban terkena panah atau tombak. Terkadang nyawa jadi taruhannya. Hal-hal seperti ini yang harus KPK perhatikan dan harus hati-hati kalau ingin menangani kasus korupsi di Papua.

Inilah yang sampai sekarang KPK belum berani masuk ke wilayah Papua untuk menangani kasus-kasus korupsi. Bisa jadi KPK bisa melakukan OTT kepada kepala daerah di Papua, tapi untuk membawa ke Jakarta belum tentu bisa. Kenapa? Karena bisa saja masyarakat adat akan menjadi penghalang atau pelindung bagi kepala daerah yang bersangkutan. Hanya di Papua, bandara bisa diduduki oleh masyarakat.

Keterikatan atau hubungan antara kepala daerah dan tokoh/kepala adat sangat kuat dan saling membutuhkan.

Untuk itu KPK harus menggunakan strategi lain dalam menangani kasus korupsi di Papua.

***